Rabu, 15 Agustus 2012

Meluruskan Kedustaan Sejarah Versi ‘Syaikh’ Idahram (bagian 2)


عنوان المجد
عنوان المجد
Seakan sudah menjadi kebiasaannya, saudara Idahram kembali melemparkan tuduhan dusta kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahwa beliau membunuh orang-orang yang tidak mau mengikuti seruan dakwahnya dan harta mereka dibagi-bagi (pada hal. 91). Dan seperti biasa, Idahram tidak mampu mendatangkan sedikit pun bukti ilmiah akan kebenaran tuduhan ini.
Idahram juga mengklaim bahwa pasukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah membunuh 70 orang di Ahsaa, termasuk wanita-wanita hamil (pada hal. 92), lalu pada catatan kaki nomor 32 dan 33, saudara Idahram menyandarkan info tersebut kepada kitab Unwan Al-Majd, jilid 1 hal. 46 dan 106. Namun setelah kami telusuri pada sumber yang disebutkan ternyata kisah tersebut tidak ada.
Kedustaan yang sama dilakukan oleh saudara Idahram ketika menceritakan penyerangan ke Qashim (pada hal. 94-95), pada catatan kaki nomor 38, Idahram mengklaim kisah tersebut dari kitab Unwan Al-Majd, jilid 1 hal. 112. Setelah kami telusuri kembali, kami tidak mendapati kisah seperti yang diceritakan Idahram.

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
6. Pembantaian Jamaah Haji Yaman
Tuduhan dusta dan keji ini menurut saudara Idahram terjadi pada tahun 1341 H/1921 M (pada hal. 98) dan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah meninggal pada tahun 1206 H. Jadi kejadiannya –jika benar terjadi- 135 tahun setelah beliau meninggal dunia.
Menurut logika yang sehat, tuduhan penyerangan terhadap jamaah haji yang dilakukan oleh penguasa Makkah juga sulit dipercaya, karena beberapa alasan.
1) Penguasa suatu negeri selalu berusaha agar negerinya aman, supaya keluarga dan masyarakat mereka juga aman. Bagaimana mungkin mereka sendiri yang membuat kekacauan?!
2) Penguasa suatu negeri haruslah menjaga citra negaranya sebagai negara aman, jika tidak maka mereka akan menerima celaan dari seluruh dunia dan tidak ada lagi yang akan datang ke sana, padahal kota Makkah termasuk kota yang paling banyak dikunjungi.
Andaikan berita pembantaian jamaah haji itu benar dan Makkah telah dikuasai oleh orang-orang zalim, tentunya tidak ada lagi yang bisa melakukan ibadah haji sampai hari ini.
3) Penguasaan Makkah oleh pemerintah Saudi adalah kemuliaan bagi mereka dikarenakan pelayanan terhadap jamaah haji, dan sampai hari ini pelayanan jamaah haji yang dilakukan pemerintah Saudi sungguh luar biasa. Di antaranya adalah pembagian makanan gratis, air minum tersedia di tempat-tempat ibadah, pelayanan kesehatan, bahkan terdapat helikoper untuk mengangkut jamaah haji yang sakit parah jika jalanan macet, pembangunan sarana-sarana umum untuk kemudahan jamaah haji dan lain-lain. Sangat tidak masuk akal jika mereka dituduh membantai jamaah haji.
4) Kedatangan jamaah haji adalah sumber pemasukan negara dan masyarakat yang sangat besar, baik dalam perdagangan, penginapan maupun jasa. Sangat tidak masuk akal, jika pemerintah Saudi tidak menjaga keamanan dan kenyamanan jamaah haji, malah melarang, menghalangi atau menyerang meraka, terlebih di zaman itu. Arabia bukanlah negara kaya seperti saat ini.
5) Ahli-ahli sejarah yang terpercaya tidak pernah mencatat adanya kejadian itu.
6) Banyak sekali ulama-ulama Yaman dahulunya belajar di Saudi, khususnya di kota Makkah dan Madinah, tapi para ulama tersebut tetap aman dan tidak pernah meriwayatkan adanya kisah tersebut.
7) Pujian-pujian ulama dan tokoh dunia terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan pengikut-pengikutnya tidak mungkin terlontarkan dari lisan-lisan mereka jika kenyataannya beliau dan pengikutnya adalah orang-orang yang zalim.
8 ) Saudara Idahram mengatakan,
“Atas tragedi berdarah tersebut, kerajaan Saudi meminta maaf. Mereka mengklaim telah terjadi kesalahpahaman, pihak Saudi mengira rombongan haji tersebut adalah jamaah dari Hijaz yang membawa senjata sehingga terjadi pemberontakan.” (Sejarah Berdarah…, hal. 99)
Jika benar adanya permintaan maaf tersebut, maka hal ini menunjukkan pemerintah Saudi bukanlah pemerintah yang bengis dan kejam seperti yang selalu digambarkan oleh para pendusta, sebab orang-orang yang kejam dan bengis pada umumnya tidak pernah meminta maaf atas kezaliman mereka. Justru meraka akan berusaha mencari pembenaran atas kesalahan yang mereka lakukan.
9) Jika benar adanya permohonan maaf atas kesalahpahaman yang terjadi, maka sepatutnya kaum muslimin berbaik sangka terhadap saudaranya, karena siapa di dunia ini yang tidak pernah berbuat salah?!
Bahkan di masa generasi terbaik, sudah terjadi peperangan besar antara kaum muslimin yang  memakan korban yang sangat besar dari kaum muslimin, sampai mereka saling memaafkan dan bersatu dalam kepemimpinan Mu’awiyyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhuma.
Jika setiap muslim tidak mau memaafkan kesalahan saudaranya maka tidak akan pernah ada yang namanya perdamaian antara kaum muslimin.
10) Mengingat kedustaan demi kedustaan yang dilontarkan oleh saudara Idahram, maka sangat sulit untuk mempercayainya begitu saja tanpa adanya bukti-bukti ilmiah yang sangat kuat.
7. Pembantaian Jamaah Haji Iran
Telah dimaklumi bahwa Iran adalah negeri Syi’ah yang sangat membenci Ahlus Sunnah, terutama para sahabat radhiallahu ‘anhum. Segala cara mereka tempuh untuk mencelakakan Ahlus Sunnah, termasuk dengan fitnah dan dusta, bahkan pembunuhan. Oleh karena itu tidak mengherankan, jika saudara Idahram yang cenderung kepada Syi’ah (atau mungkin juga memang menganut Syi’ah) tidak malu berdusta. Seperti yang dilakukannya (pada hal. 99-100), dia menuduh pemerintah Saudi telah melakukan pembantaian terhadap jamaah haji Iran pada tahun 1986 dari sebuah buku yang diterbitkan di negeri kafir, London, Inggris.
Pada tuduhan dusta ini pun sudah terdapat kerancuan, saudara Idahram berkata,
“Ketika para jamaah haji yang berunjuk rasa mendekati Masjidil Haram untuk masuk menunaikan ibadah, tentara dan polisi Saudi Arabia mengahadang dan mengepung mereka, untuk kemudian membantai mereka dengan tembakan dan hujan peluru.” (Sejarah Berdarah…, hal. 100)
Kerancuan pertama adalah jamaah haji melakukan unjuk rasa. Ini  sangat aneh, kalau memang tujuan mereka benar-benar mau beribadah mengapa harus disertai dengan unjuk rasa untuk mengkritik kebijakan di negeri orang. Itupun kalau tuduhan mereka benar. Padahal Iran adalah negeri yang memiliki hubungan ‘mesra’ dengan Yahudi, dan ketika Khomeini Al-Khabits berkuasa, terjadi pembantaian-pembantaian terhadap penduduk dan ulama Ahlus Sunnah di Iran. Mestinya yang mereka urus adalah negeri mereka dulu.
Kerancuan kedua, menurut saudara Idahram,
“Ketika para jamaah haji yang berunjuk rasa mendekati Masjidil Haram untuk masuk menunaikan ibadah,”
Ini sebanarnya mau unjuk rasa atau ibadah?! Ataukah dua-duanya?!
Tampaknya bagi orang-orang Syi’ah, negeri Al-Haram (tanah suci) tidak bernilai sama sekali, sehingga mereka berani membuat kegaduhan di tanah suci yang dihormati umat Islam, bahkan di Masjidil Haram. Mereka tidak menghargai kaum muslimin lainnya yang sedang beribadah, maka pantas kalau aparat keamanan mengambil tindakan tegas.
Pembaca yang budiman, alhamdulillah Allah Subhanahu wa Ta’ala memperlihatkan kejahatan mereka melalui pengakuan mereka sendiri. Cucu Khomeini yang bernama Ahmad Al-Khomeini, membongkar kejahatan kakeknya sendiri dalam wawancara dengan koran Az-Zaman yang terbit di Iraq, no. 1623, tahun 2003. Ahmad Al-Khomeini menuturkan,

كان هناك قرار إيراني سري بتهيئة الأجواء لإيقاف الحرب٬ ولهذا الغرض تم التخطيط لعدد من الإجراءات لصف الأنظار وتو جيهها بعيدا عن العراق والحرب٬ فعمدوا إلي إرسال مواد متفجرة إلى السعوديه٬ وإلى مكة المكرمة تحديدا٠

(نحو خمسمائة كيلو غرام من هذه المواد)

بإ خفائها في حقائب الحجاج من دون علمهم في كل حقيبتة٬ نصف كيلو غرام (TNT).

وذلك لتفجير دار الحجاج الإيرانيين في مكة المكرمة

“Iran telah merencanakan misi rahasia untuk menyiapkan situasi yang sangat tepat dalam menghentikan peperangan (bersama Iraq), dan untuk rencana ini, telah dimatangkan beberapa operasi untuk mengalihkan perhatian dan mengarahkannya jauh dari Iraq dan perang, maka mereka sengaja mengirim bahan-bahan peledak ke Saudi Arabia, khususnya ke Makkah Al-Mukarromah, diantaranya terdapat sekitar 500 kg bahan peledak, dengan menyembunyikannya pada koper-koper jama’ah haji tanpa mereka ketahui, pada setiap koper terdapat ½ kg TNT[1] untuk meledakkan perkemahan jamaah haji Iran di Makkah Al-Mukarramah.”[2]
8. Melarang dan Menghalangi Umat Islam dari Menunaikan Ibadah Haji
Saudara idahram kembali berdusta, dia menuduh pemerintah Saudi melarang umat Islam melakukan ibadah haji tanpa sebab (pada hal. 100-101). Lalu dengan liciknya dia mengutip dari sejarawan Saudi yang bernama Syaikh Ibnu Bisyr rahimahullah dari kitab Unwanul Majd secara tidak lengkap tentang kejadian di tahun 1221 H, setelah kami mengecek langsung ke sumber yang disebutkan, ternyata larangan tersebut justru demi menjaga keselamatan jamaah haji.
Pembaca yang budiman, silakan lihat kembali penaklukan kota Makkah di atas yang terjadi tahun 1220 H, sedang kejadian ini pada tahun 1221 H, artinya baru setahun atau kurang dari itu pemimpin Saudi menguasai Makkah setelah beberapa kali menghadapi pengkhianatan Asy-Syarif Ghalib. Penguasaan Makkah ini pun masih dengan membiarkan Asy-Syarif Ghalib sebagai gubernur.
Oleh karena itu pada tahun 1221 H, Al-Imam Su’ud rahimahullah melarang jamaah haji yang berasal dari Syam, Istambul dan sekitarnya untuk memasuki kota Makkah karena kekhawatiran beliau jangan sampai Asy-Syarif Ghalib kembali memanfaatkan mereka untuk terlibat dalam pertikaian seperti yang dia lakukan pada tahun 1217 H/1803 M, sebagaimana telah kita jelaskan di atas. Jadi hakikatnya, Makkah ketika itu belum dikuasai secara penuh oleh pemerintah Saudi, dan larangan terhadap jamaah haji demi kebaikan mereka sendiri.
Dan sebetulnya, kedustaan ini asalnya dari seorang sejarawan kafir yang bernama Roussau. Dia telah menulis dua buku sejarah yang berisi banyak sekali kedustaan yang berjudul Pusbalike de Baghded dan A Memoris in the Min de, Ioriont. Dua buku inilah yang banyak dijadikan sandaran para penulis yang sering melemparkan tuduhan dusta, diantaranya tuduhan pelarangan haji ini.[3]
9. Kisah Peperangan dengan Penguasa Turki
Penguasa Turki Utsmani di masa-masa akhirnya mengalami banyak sekali kemunduran, baik secara politik, militer maupun agama. Hal itu dikarenakan pengaruh penjajahan kafir Eropa dan merebaknya ajaran Sufi di pusat pemerintahan.
Pengaruh Eropa sangat terlihat pada munculnya aliran sekulerisme yang berhasil mereka tanamkan kepada kaum muslimin Turki, hingga muncul seorang tokoh yang bernama Mustafa Kemal At-Taturk yang melakukan kudeta terhadap daulah Utsmani.[4] Adapun pengaruh Sufiyah terlihat dengan munculnya aqidah dan ibadah yang menyimpang dari tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabat.
Inilah dua faktor yang mendorong penguasa Turki memusuhi dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, ditambah lagi dengan tuduhan-tuduhan dusta dan hasutan-hasutan kepada penguasa Turki untuk memerangi Dir’iyyah yang dihembuskan oleh orang-orang Arab yang tidak senang dengan menguatnya dakwah beliau, seperti yang dilakukan Asy-Syarif Ghalib dahulu.
Pada akhirnya Sultan Mahmud II memerintahkan gubenurnya di Mesir, Muhammad Ali Basya untuk menyerang Najd. Dibentuklah pasukan besar yang dipimpin oleh Ahmad Thusun pada tahun 1227 H, disusul oleh pasukan berikutnya pada tahun 1232 H yang dipimpin oleh Ibrahim Basya, ditambah dengan bantuan beberapa perwira tinggi ahli perang dan para dokter yang diutus oleh orang-orang kafir, diantaranya seorang ahli perang berkebangsaan Perancis bernama Vaissiere dan empat orang dokter dari Itali yang bernama Socio, Todeschini, Gentill dan Scots.[5]
Penyerangan ke Najd pada tahun 1227 H disusul penyerangan berikutnya pada bulan Muharram 1232 H /23 Oktober 1818 M. Pasukan Mesir utusan dinasti Utsmani menduduki daerah Syaqra, lalu pada akhir tahun 1231 H mereka menyerang unaizah, Al-Khubra dan Buraidah, daerah-daerah bagian Najd.
Dalam penyerangan ini, dengan kejinya mereka membunuh Asy-Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimuhumullah penulis kitab Taisirul ‘Azizil Hamid fi Syarhi Kitab At-Tauhid, seorang ulama besar ahli hadits yang telah berhasil menhafal rijal kutubus sittah, yaitu ulama-ulama ahli hadits yang meriwayatkan seluruh hadits dalam kutubus sittah, di mana dengan mengetahui kedudukan para perawi tersebut akan sangat membantu seseorang dalam menilai sebuah hadits apakah shahih atau dha’if.
Ketika kami (penulis) menuntut ilmu di Najd pada bulan Dzulqa’dah tahun 1431 H, ada sebuah kisah yang diceritakan kepada kami oleh salah seorang penduduk Najd, sahabat kami seorang penuntut ilmu, beliau berkata, “Setelah membunuh Syaikh Sulaiman bin Abdullah, pemimpin pasukan Mesir, Ibrahim Basya mendatangi bapaknya yang sudah tua dan berkata, “Kami telah membunuh anakmu,” bapaknya menjawab, “Walau engkau tidak membunuhnya, dia tetap akan mati”.” Subhanallah, inilah gambaran ketegaran seorang ulama yang tumbuh dalam bimbingan tauhid dan sunnah.
Pada tahun 1234 H, pasukan Utsmani berhasil menawan Al-Imam Abdullah bin Su’ud rahimahumallah, beliau dibawa ke Mesir lalu dikirim ke Istambul dan dihukum pancung setelah diarak di jalan-jalan selama tiga hari, dijadikan bahan lelucon dan olok-olok. Peristiwa ini terjadi pada 18 Shafar 1234 H /17 Desember 1818 M.[6]
Menyerang dakwah tauhid dan membunuh para penyerunya inilah sesungguhnya yang mengakibatkan runtuhnya dinasti Utsmani setelah berkuasa selama berabad-abad lamanya. Betapa tidak, mereka telah melakukan hal-hal yang dapat mendatangkang kemurkaan Allah Jalla wa ‘Ala, bagaimana mungkin Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menolong mereka sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala menolong Muhammad Al-Fatih rahimahullah.
Sehingga, walaupun pasukan Utsmani datang dengan kekuatan besar, ditambah bantuan ahli strategi Perancis dan dokter Itali, bahkan mereka sempat menguasai beberapa daerah bagian Najd serta membunuh para ulama dan pemimpin Dir’iyyah, namun pada akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan kemenangan berada di pihak Dir’iyyah.
Pengakuan Perwira Tinggi Pasukan Utsmani
Pembaca yang budiman, berikut ini kami akan memaparkan gambaran sekilas, kondisi pasukan yang dibina dengan tauhid dan sunnah yang telah mendapatkan berbagai macam fitnah dan tuduhan dusta dari saudara Idahram dan kelompoknya. Sejarawan berkebangsaan Mesir, Abdur Rahman Al-Jibrati, menuturkan kisah peperangan 1227 H dari pengakuan salah seorang perwira tinggi Mesir, beliau berkata,
“Beberapa perwira tinggi yang menyeru kepada kebaikan dan sikap wara’ telah menyampaikan kepadaku bahwa, mana mungkin kita akan memperoleh kemenangan, sementara mayoritas tentara kita tidak berpegang dengan agama ini.
Bahkan di antara mereka ada yang sama sekali tidak beragama dengan agama apapun dan tidak bermadzhab dengan sebuah madzhab apa pun, berkrat-krat minuman keras telah menemani mereka, di tengah-tengah kita tidak pernah terdengar suara adzan, tidak pula ditegakkan shalat wajib, bahkan syi’ar-syi’ar agama Islam tidak terbetik di benak mereka.
Sementara pasukan Najd, jika telah masuk waktu shalat, para muadzin mengumandangkan adzan dan pasukan pun segera menata barisan shaf di belakang imam yang satu dengan penuh kekhusyukan dan kerendahan diri. Jika telah masuk waktu shalat, sementara peperangan sedang berkecamuk, para muadzin pun segera mengumandangkan adzan. Lalu seluruh pasukan melakukan shalat khauf, dengan cara sekelompok pasukan maju terus bertempur sementara sekelompok yang lainnya bergerak mundur untuk melakukan shalat.
Sedangkan tentara kita terheran-heran melihat pemandangan tersebut. Karena memang mereka sama sekali belum pernah mendengar hal seperti itu, apalagi melihatnya.”[7]
10. Tuduhan Membakar Buku-Buku Perpustakaan
Saudara Idahram menyesalkan atas pembakaran buku-buka sesat yang memang sejalan dengan pemikirannya (pada hal. 107-109) seperti buku Dalailul Khairat yang berisi shalawat-shalawat ciptaan kaum sufi yang mengandung kesyirikan dan bid’ah, juga pengkultusan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sangat berlebihan.
Sesungguhnya buku-buku tersebut tidak mungkin dibakar jika isinya berupa ajakan kepada ajaran Islam yang benar, yaitu tauhid dan sunnah. Buku-buku itu tidak lain adalah buku-buku sesat yang mengajak kepada syirik dan bid’ah.
Salahkah membakar buku-buku sesat tersebut?
Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah menjawab,

و كذلك لا ضمان في تحريق الكتب المضلة وإتلافها قال المروذي قلت لأحمد استعرت كتابا فيه أشياء رديئة ترى أن أخرقه أو أحرقه قال نعم فاحرقه وقد رأى النبي بيد عمر كتابا اكتتبه من التوراة وأعجبه موافقته للقرآن فتمعر وجه النبي حتى ذهب به عمر إلى التنور فألقاه فيه فكيف لو رأى النبي ما صنف بعده من الكتب التي يعارض بها ما في القرآن والسنة والله المستعان

“Demikian pula tidak ada ganti rugi dalam membakar dan merusak buku-buku yang menyesatkan. Al-Marudzi rahimahullah berkata,
‘Aku bertanya kepada Al-Imam Ahmad rahimahullah, Aku telah meminjam sebuah buku yang di dalamnya terdapat banyak kejelekan, apakah engkau setuju jika aku merobek atau membakarnya? Beliau menjawab, ‘Ya’, maka akupun membakarnya’.
Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat di tangan Umar radhiallahu ‘anhu sebuah kitab yang beliau salin dari Taurat. Beliau (Umar) pun takjub dengan kesesuaian (sebagian isi) Taurat dengan Al-Qur’an, maka berubahlah wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena marah, sehingga Umar radhiallahu ‘anhu membawa buku tersebut ke tempat pembakaran lalu beliau lemparkan ke situ. Maka bagaimana lagi jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat buku-buku yang ditulis sepeninggal beliau yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah!? Wallahul Musta’an.[8]
Bagaimana lagi kalau beliau melihat buku Dalailul Khairat yang terdapat syirik dan bid’ah, juga pengkultusan secara berlebihan kepada beliau!?
Semoga Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Marudzi dan Al-Imam Ibnul Qoyyim rahimahullah tidak dituduh Wahabi oleh saudara Idahram dan kelompoknya.

فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (QS. Al-Hasyir: 2)
TERLALU BANYAK KEDUSTAAN DAN PEMUTARBALIKAN FAKTA
Masih banyak tuduhan dusta yang dihembuskan saudara Idahram atas pembunuhan dan penyerangan terhadap negeri-negeri kaum muslimin. Namun semua tuduhan itu tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, kecuali sumber-sumber yang memang dari awal tidak senang dengan dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan oleh Syiakh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahkan tidak jarang saudara Idahram menukil dari dokumen-dokumen orang-orang kafir (Inggris).
Karena terlalu banyaknya “fakta-fakta” sejarah yang hanya mengandung dusta dan kekejian yang dilontarkan saudara Idahram, maka pada buku ini kami cukupkan 10 poin di atas dan beberapa catatan kaki sebagai bukti bahwa buku Sejarah Berdarah karya ‘Syaikh’ Idahram ini sangat tidak ilmiah dan penuh dengan kedustaan serta pemutarbalikkan fakta, hadaahullah.
Akan tetapi, satu lagi perbuatan saudara Idahram yang sangat perlu kami ingatkan, yaitu keberaniannya berdusta atas nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia berani menyandarkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang tidak beliau ucapkan maupun lakukan. Sebagai contoh, saudara Idahram berkata,
“…peringatan maulid Nabi Saw. (shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) dan isra mi’raj, tawassul, istighatsah, shalawatan, dan ajaran-ajaran lain yang bersumber dari Rasulullah Saw (shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen) dan para sahabatnya yang mulia.” (Sejarah Berdarah…, hal. 157)
Pada halaman sebelumnya dia juga menukil satu hadits yang sangat meragukan, sebab dia tidak sedikit pun menyebutkan bukti ilmiah berupa takhrij hadits, tidak pula lafaz Arabnya ataupun ulama yang menshahihkan atau minimal menghasankan hadits tersebut. Hadits yang dinukil saudara Idahram berbunyi,
“Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijriah) nanti di lembah Bany Hanifah seorang lelaki…” (Sejarah Berdarah…, hal. 156).
Hal serupa juga dia lakukan (pada hal. 65), tentang kisah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap hari menyuapi bubur gandum kepada seorang Yahudi yang suka menjelek-jelekkan beliau tanpa beliau memberikan khotbah tentang Islam. Saudara Idahram menyebutkan kisah ini tanpa sedikitpun disertai dengan takhrijnya.
Hadits manakah yang menunjukkan bahwa peringatan maulid dan isra mi’raj bersumber dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat yang mulia!?
Hadits manakah yang menunjukkan akan keluar seorang lelaki di abad kedua belas!?
Hadits manakah yang menunjukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bertemu Yahudi tiap hari dan beliau tidak menyampaikan tentang Islam!?
Takutlah engkau wahai saudara Idahram, akan ancaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang yang berani berdusta atas nama beliau, sebagaimana dalam peringatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مُقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka siapkan tempat duduknya di neraka.” (HR. Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim)[9]
Kalau kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan ulama saja dia berani melakukan kedustaan, maka apalagi kepada selainnya.
—–
Footnote:
[1] Tidak mengherankan jika jamaah haji Syi’ah Iran pada akhirnya berani melawan tentara dan polisi Saudi setelah tahu ada 500 kg TNT bersama mereka, bagi siapa saja yang ragu dengan berita ini dilakan disearch di internet bagaimana aksi-aksi jamaah haji Syi’ah dari Iran dengan bom-bom yang mereka bawa. Yang pasti, cucu Khomeini mengakui, kejadian tersebut memang sudah direncanakan; berbuat kerusakan di tanah suci.
[3] Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 216.
[4] Sudah dimaklumi runtuhnya kekhilafahan Turki karena kudeta Mustafa Kemal At-Taturk, seorang tokoh sekuler Turki modern yang didukung Eropa, seperti kata Wikipedia, “Mustafa Kemal berhasil menggulingkan Kekaisaran Ottoman dan merebut kembali wilayah-wilayah yang mulanya telah diserahkan kepada Yunani setelah perang besar itu.” Bagaimana bisa dituduhkan kepada pemerintah Saudi?!
[5] Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 139, sebagaimana dalam majalah Asy-Syari’ah Vol. II/No. 22/1427 H, hal. 20-21.
[6] Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 141, sebagaimana dalam majalah Asy-Syari’ah Vol. II/No. 22/1427 H, hal. 21.
[7] Lihat Tarikh Al-Jibrati, 4/140 dan Lihat Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 152-153, sebagaimana dalam majalah Asy-Syari’ah Vol. II/No. 22/1427 H, hal. 21.
[8] Ath-Thuruq Al-Hukmiyah, hal. 399.
[9] HR. Al-Imam Al-Bukhari no. 1229 dari Al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu dan Muslim no. 4 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.
Ditulis oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah dalam buku “Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan” penerbit TooBagus cet. kedua.  Bantahan terhadap buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syaikh Idahram hadahullah.
Sumber : http://rizkytulus.wordpress.com/

Meluruskan Kedustaan Sejarah Versi ‘Syaikh’ Idahram (bagian 1)

tarikh-najd

tarikh-najd
Mengawali kedustaan-kedustaannya, saudara Idahram kembali mendasarkan “fakta-fakta” (pada hal.  65) kepada sejarawan kafir (?) yang bernama, Vladimir Borisovich Lotsky. Maka kami ingatkan kembali, bahwa menempuh segala cara seperti ini bukanlah cara yang dibenarkan dalam Islam. Ajaran Islam menuntun kita untuk berhati-hati dalam menerima berita, tidak begitu saja mempercayai dan menyebarkan setiap berita yang kita dengar. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat: 6)
Al-Imam Muslim rahimahullah berkata tentang makna ayat di atas dalam muqaddimah Shahihnya,
“Kabar yang berasal dari orang fasik itu jatuh, tidak boleh diterima. Dan persaksian seorang yang tidak adil (yaitu tidak beriman dan bertakwa) tertolak.” [1]
Bahkan lebih parah lagi, yang menunjukkan buku Sejarah Berdarah ini sangat tidak ilmiah, adalah penukilan ucapan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah bukan dari kitab-kitab beliau secara langsung, tapi dari orang yang sangat terkenal memusuhi beliau dan tidak segan berdusta demi untuk menjatuhkan beliau, yaitu Ahmad Zaini Dahlan. Perhatikan ucapan Ahmad Zaini Dahlan yang dia sandarkan –secara dusta tanpa menyertakan bukti ilmiah sedikitpun- kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah seperti yang dikutip oleh saudara Idahram,
“Siapa saja yang masuk ke dalam dakwah kami, maka dia memiliki hak dan kewajiban sama dengan kami, dan siapa saja yang tidak masuk (ke dalam dakwah kami) bersama kami, maka dia kafir, halal nyawa dan hartanya.” (Sejarah Berdarah…, hal. 68)

سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ

“Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” (QS. An-Nur: 16)
Wahai saudara Idahram, apakah memang berdusta ringan di sisimu, sehingga dengan mudahnya engkau terima dan engkau sebarkan setiap kabar yang sampai kepadamu tanpa melakukan klarifikasi?
Tidakkah engkau mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَفَا بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seorang dianggap pendusta, jika dia menceritakan setiap yang dia dengarkan.” (HR. Al-Imam Muslim)[2]
Pembaca yang budiman, benarkah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum muslimin yang tidak mengikuti dakwah beliau?
Tuduhan ini sebenarnya bukan hal baru, di masa beliau hidup, para tokoh kesyirikan atau bid’ah yang terusik dengan dakwah tauhid dan sunnah yang beliau serukan berusaha terus mempertahankan kesyirikan dan bid’ah mereka di tengah-tengah masyarakat, tanpa peduli walaupun harus berdusta atas nama beliau agar masyarakat tidak mengikuti seruan beliau. Maka beliau pun tidak tinggal diam, beliau membantah tuduhan dusta tersebut.
Beliau berkata,
“Orang yang mengatakan bahwa Ibnu Abdil Wahhab berkata, ‘SIAPA YANG TIDAK MASUK DALAM KETAATAN (DAKWAH)KU MAKA DIA KAFIR’,
maka kami katakan, subhanahallah ini adalah kedustaan yang besar, bahkan kami bersaksi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati kami, bahwa siapa saja yang mentauhidkan Allah dan berlepas diri dari kesyirikan dan pelakunya, maka dia adalah seorang muslim, kapan dan di mana pun dia berada.
KAMI HANYALAH MENGKAFIRKAN ORANG YANG MENYEKUTUKAN ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA DALAM ILAHIYYAH SETELAH JELAS BAGINYA HUJJAH ATAS BATILNYA KESYIRIKAN.”[3]
Beliau juga berkata,
“Adapun kedustaan dan fitnah, adalah seperti ucapan mereka bahwa kami mengkafirkan semuanya, kami mewajibkan hijrah kepada kami bagi orang yang mampu menampakkan agama di daerahnya, kami mengkafirkan siapa yang tidak mengkafirkan dan tidak ikut berperang dan masih banyak lagi kedustaan mereka,
KAMI TEGASKAN INI SEMUA ADALAH DUSTA DAN FITNAH, YANG MEREKA INGINKAN HANYALAH MENGHALANGI MANUSIA DARI DAKWAH KEPADA AGAMA ALLAH DAN RASULNYA YANG KAMI SERUKAN.”[4]
Buku Ahmad Zaini Dahlan yang dijadikan referensi oleh saudara Idahram, sebenarnya dari awal sampai akhir telah dibantah oleh ulama besar ahli hadits asal India, Syaikh Muhammad Basyir As-Sahsawani rahimahullah dalam sebuah kitab yang beliau beri judul, “Shiyanatul Insan ‘an Waswasati Syaikh Dahlan”, yang artinya, “Penjagaan Terhadap Manusia dari Bisikan-bisikan Ahmad Zaini Dahlan” yang diberikan kata pengantar oleh Syaikh Muhammad Rasyid Ridha rahimahullah wa ghafara lahu dari Mesir, pada salah satu cetakannya. Kesimpulan dari bantahan beliau kepada Dahlan,
“BAHWA SEMUA TUDUHAN DAHLAN HANYALAH KEDUSTAAN TANPA DIRAGUKAN LAGI, HAL INI DAPAT DIKETAHUI BAGI MEREKA YANG MEMILIKI SECUIL IMAN, ILMU DAN AKAL.”[5]
Karena terlalu banyak dusta Ahmad Zaini Dahlan, sampai-sampai Syaikh Mas’ud An-Nadwi rahimahullah (juga ulama India, bukan ulama Saudi) berkata, “Adapun Ahmad Zaini Dahlan (1204 H/1886 M), maka seakan-akan dia mendekatkan diri (ibadah) kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan memusuhi jamaah ini, dan sungguh dia telah melemparkan tuduhan-tuduhan ini berulang kali.”[6]
Syaikh Muhammad Basyir As-Sahsawi rahimahullah memaparkan hasil pertemuan langsung dan penelitian beliau terhadap kitab-kitab Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan murid-muridnya. Beliau berkata,
“Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan pengikut-pengikutnya tidak pernah sekalipun mengkafirkan seorang muslim. Mereka juga tidak pernah berkeyakinan bahwa kaum muslimin hanya mereka saja sedangkan yang berbeda dengan mereka semuanya musyrik.
Mereka juga tidak pernah menhalalkan pembunuhan terhadap Ahlus Sunnah dan menawan wanita-wanita mereka. Sungguh aku telah berjumpa dengan lebih dari satu ulama pengikut Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, aku juga telah banyak menelaah buku-buku mereka, aku tidak menemukan adanya penyimpangan-penyimpangan ini lebih pada sumbernya maupun pengaruhnya. Ini semua hanyalah fitnah dan dusta.”[7]

وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar.” (QS.  An-Nur: 11)[8]
Untuk lebih jelasnya, bagaimana kedustaan dan pemutarbalikan fakta sejarah yang dilakukan saudara Idahram demi untuk mencitrakan keburukan terhadap dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, maka Insya Allah Ta’ala akan kami paparkan bukti-bukti ilmiah secara lebih terperinci dalam pembahasan berikut:
1. Penyerangan Terhadap Karbala
Karbala adalah salah satu kota yang dihuni oleh orang-orang Syi’ah. Mereka mengklaim di sana terdapat kuburan Al-Husain bin Ali radhiallahu ‘anhuma. Bukan hanya itu, mereka anggap Karbala adalah kota suci mereka, selain Makkah dan Madinah. Kuburan Al-Husain radhiallahu ‘anhu pun mereka sembah, mereka memohon kepadanya dan berhaji ke kuburannya. Bahkan mereka meyakini, shalat tidak sah selain di atas tanah Karbala.
Inilah fakta kesyirikan dan bid’ah yang dilakukan kaum Syi’ah, namun dalam bukunya tersebut, penyimpangan ini didiamkan saja oleh saudara Idahram. Padahal wajib bagi kaum muslimin untuk mengubah kemunkaran dengan kekuatan jika mampu. Jika tidak, maka dengan lisan. Jika tidak mampu juga dengan lisan, maka minimalnya benci dengan hati. Bukan malah mendiamkan dan menyetujui kesyirikan tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَ ذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَان

“Barangsiapa yang melihat suatu kemunkaran maka ubahlah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu juga maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR. Al-Imam Muslim)[9]
Karena kesyirikan yang dilakukan oleh orang-orang Syi’ah sehingga banyak orang terdahulu, termasuk ulama dari empat mazhab, menganggap Syi’ah bukan termasuk kaum muslimin, apalagi mau dianggap mazhab yang sah dalam Islam –seperti klaim saudara Idahram (pada hal. 208)-.
Sebab syarat utama menjadi muslim adalah memurnikan penyembahan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai konsekuensi syahadat Laa Ilaaha Illallah. Sedangkan orang-orang Syi’ah, disamping menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka juga menyembah Al-Husain dan imam mereka, di samping berhaji ke baitullah, mereka juga berhaji ke kuburan Al-Husain di Karbala.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata,

وما أبالي صليت خلف الجهمي والرافضي٬ أم صليت خلف اليهود والنصارى لا يسلم عليهم٬ ولا يعادون٬ ولا يناكحون٬ ولا يشهدون٬ ولا تؤكل ذبائحهم

“Bagiku sama saja, sholat di belakang seorang Jahmi[10] dan Rafidhi[11] ataupun di belakang Yahudi dan Nasrani.[12] Tidak boleh memberikan salam kepada mereka, tidak boleh dijenguk ketika sakit, tidak boleh dinikahkan (dengan seorang muslim), tidak disaksikan jenazahnya, dan tidak boleh dimakan sembelihan mereka.”[13]
Namun yang menjadi masalah adalah pengkhiatan ilmiah yang dilakukan saudara Idahram terhadap kisah peperangan pasukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dengan orang-orang Syi’ah di Karbala. Idahram menceritakan peperangan Karbala (pada hal. 70-77) tanpa sedikitpun menyebutkan sebab terjadinya peperangan tersebut, sehingga terkesan pasukan beliau menyerang duluan dan tanpa sebab, dan seperti biasa, saudara Idahram juga menyandarkan fakta sejarahnya kepada sejarawan kafir (?) yang bernama Charles Allen (pada hal. 71).
Padahal, penyerangan di Karbala hanyalah serangan balasan setelah orang-orang Syi’ah Karbala melakukan penyerangan terhadap para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Mari kita lihat rangkaian kejadian sebelum penyerangan Karbala.
Saudara Idahram berkata,
“Pada bulan Dzul Qa’dah tahun 1216 H/1809 M, putra tertua Abd Al-Aziz yang bernama Saud ibnu Saud menyerang Karbala bersama 12.000 pasukannya.” (Sejarah Berdarah…, hal. 71)
Sangat disayangkan, saudara Idahram menafikan rangkaian kejadian sebelumnya yang menjadi sebab penyerangan tersebut. Apakah karena memang dia tidak tahu ataukah pura-pura tidak tahu demi untuk menjatuhkan dakwah tauhid dan sunnah?! Yang pasti, para ahli sejarah menceritakan rangkaian kejadian tersebut sebagai berikut,[14]
Pada tahun 1213 H/1798 M, Gubernur Baghdad, Sulaiman Basya dan wakilnya Ali Basya menyiapkan pasukan untuk menyerang Ahsaa dan banyak pasukan ini berasal dari kabilah Al-Jaza’il. Mereka adalah kaum Syi’ah Karbala, penyembah kuburan Al-Husain radhiallahu ‘anhu. Pasukan ini dipimpin oleh Ali Basya. Mereka mengepung benteng penduduk Ahsaa selama berhari-hari namun pada akhirnya gagal tanpa meraih kemenangan sedikit pun. Mereka lalu memutuskan untuk pulang ke Baghdad.
Ketika mereka dalam perjalanan pulang, barulah pasukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dari Dir’iyyah sampai ke Ahsaa yang dipimpin oleh Al-Imam Su’ud rahimahullah. Beliau pun mengejar pasukan Ali Basya untuk membalas kezaliman mereka terhadap penduduk Ahsaa. Beliau berhasil mengejar mereka hingga terjadi pertempuran yang sengit antara dua pasukan, sampai pada akhirnya Ali Basya memohon perdamaian dan diterima oleh Al-Imam Su’ud rahimahullah.
Pada tahun 1214 H/1799 M, kabilah Al-Jaza’il, kaum Syi’ah Karbala mengkhianati perjanjian damai itu. Mereka membunuh ratusan pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di dekat kota Najaf. Maka Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad rahimahumallah, pemimpin Saudi Arabia ketika itu, meminta pertanggungjawaban Gubernur Baghdad atas pengkhianatan terhadap perjanjian yang dilakukan oleh orang-orang Syi’ah, namun diyah (denda pembunuhan) ini tidak diindahkan oleh Baghdad maupun Karbala, sampai hampir dua tahun lamanya.
Barulah pada tahun 1216 H/1801 M, pasukan Saudi yang dipimping oleh Al-Imam Su’ud rahimahullah menyerang Karbala sebagai hukuman dan pembalasan (qishas) terhadap pembunuhan yang mereka lakukan, sekaligus menghancurkan dan meratakan kuburan Al-Husain bin Ali radhiallahu ‘anhuma yang mereka jadikan berhala. Inilah sesungguhnya hakikat peperangan Karbala.
2. Pertempuran di Hijaz (Makkah, Madinah, Thaif dan sekitarnya)
Seperti biasa, rujukan saudara Idahram dalam memaparkan “fakta-fakta” sejarahnya adalah buku Ahmad Zaini Dahlan, seorang yang terkenal sangat memusuhi dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan tidak segan berdusta semi untuk menghalangi tersebarnya dakwah beliau.
Dalam memaparkan kisah pertempuran di Thaif (hal. 77-81) saudara Idahram dengan keji menuduh seorang ulama yang mulia, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan pasukannya membunuh kaum muslimin tanpa terkecuali orang tua, wanita dan anak-anak di pangkuan ibunya.

سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ

“Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” (QS. An-Nur: 16)
Sayang sekali, baik Ahmad Zaini Dahlan yang dijadikan rujukan maupun Idahram sendiri, tidak sedikit pun bisa mendatangkan bukti atas tuduhan keji lagi dusta tersebut. Karena itu Al-Imam Al-Muhaddits Muhammad Basyir As-Sahsawani rahimahullah berkata,
“JAWABAN TERHADAP TUDUHAN-TUDUHAN INI, SEMUANYA DUSTA YANG KEJI, MAKA JANGANLAH ENGKAU TERTIPU AKAN BANYAKNYA KEKEJIAN MEREKA.” [15]
Pembaca yang budiman, mari kita lihat jalannya sejarah “penaklukan” Hijaz lebih utuh, bukan hanya sekedar penggalan-penggalan cerita seperti yang dikutip saudara Idahram. Berikut ini akan kami paparkan rangkaian kejadian yang sebenarnya:[16]
Pergesekan antara Dir’iyyah dan Makkah terjadi karena adanya kepentingan penguasa Makkah yang terusik di Najd. Sikap permusuhan penguasa Makkah ini berujung pada pelarangan naik haji oleh Asy-Syarif Manshur bin Sa’id (penguasa Makkah) terhadap seluruh pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Pengganti beliau, saudaranya Asy-Syarif Mas’ud juga tidak mengubah kebijakan yang zalim ini. Akan tetapi pada tahun 1183 H/1769 M, pasukan kecil Saudi di Najd berhasil menahan orang-orang Hijaz yang ketika itu dipimpin oleh Asy-Syarif Manshur. Ketika mereka dibawa ke Dir’iyyah, Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad rahimahumallah memuliakan dan membebaskan mereka tanpa ada denda sedikit pun, sehingga karena kebaikan ini para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah diberi izin untuk berhaji.
Bahkan pada tahun 1185 H/1771 M, penguasa Makkah ketika itu, Asy-Syarif Ahmad bin Said meminta kepada penguasa Dir’iyyah agar mengirim untuk mereka seorang ulama, sehingga dapat menjelaskan kepada ulama Hijaz hakikat dakwah yang diserukan Dir’iyyah.
Dikirimlah Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah Al-Hushain rahimahullah dengan membawa surat dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan Al-Imam Abdul Aziz bin Muhammad rahimahumallah kepada Syarif Makkah dan inilah usaha pertama untuk berdakwah kepada ulama, penguasa dan penduduk Hijaz.
Namun sayang, hubungan yang baik antara Dir’iyyah dan Hijaz tidak berlangsung lama. Hal itu karena As-Syarif Ahmad dilengserkan dari kekuasannya oleh saudaranya sendiri, Asy-Syarif Surur bin Musa’id, yang kemudian menggantikan posisinya. Pada zamannya, Dir’iyyah harus kembali meminta izin untuk menunaikan ibadah haji, walaupun pada akhirnya diizinkan, namun dengan syarat harus membayar pajak.
Maka pada tahun 1197 H/1782 M, jama’ah haji Dir’iyyah memasuki kota Makkah setelah pemimpin Dir’iyyah membayar mahal kepada Asy-Syarif  Surur. Lalu pada tahun 1202 H/1787 M,  Asy-Syarif Surur meninggal dan digantikan saudaranya Asy-Syarif Ghalib bin Musa’id. Awalnya Asy-Syarif Ghalib kelihatan ingin memperbaiki hubungan dengan Dir’iyyah, namun ia pada akhirnya tidak bisa menerima prinsip-prinsip dakwah Dir’iyyah seperti dilakukan saudaranya terdahulu, Asy-Syarif Ahmad, yang tidak pernah mempermasalahkan prinsip-prinsip dakwah tersebut. Sampai akhirnya, Asy-Syarif Ghalib kembali melarang jama’ah haji Dir’iyyah untuk memasuki kota Makkah.
Pada tahun 1205 H/1789 M, Asy-Syarif Ghalib menyiapkan pasukan tempur berkekuatan 10.000 tentara untuk memerangi Dir’iyyah yang dipimpin oleh saudaranya Asy-Syarif Abdul Aziz bin Musa’id. Dalam perjalanan ke Dir’iyyah mereka sampai ke daerah As-Sir, lalu mengepung benteng istana Bassam selama 4 bulan lamanya.
Setelah itu, pada bulan Ramadhan/Mei di tahun yang sama, mereka mengepung daerah Asy-Syu’ara’ selama sebulan lamanya, pengepungan ini pun dengan tambahan pasukan Hijaz yang dipimpin langsung oleh Asy-Syarif Ghalib. Dua daerah yang diserang ini tetap bertahan, sampai akhirnya pasukan Hijaz kembali ke Hijaz karena musim haji semakin dekat, tanpa membawa kemenangan secara utuh.
Pada tahun 1210 H/1795 M, Asy-Syarif Ghalib kembali menyiapkan pasukan besar yang dipimpin oleh Asy-Syarif Fuhaid untuk menyerang Dir’iyyah. Maka terjadilah perang besar di dataran tinggi Najd, ketika pasukan Hijaz menyerang kabilah Qahthan yang tinggal di sana. Pertempuran pertama dimenangkan oleh pasukan Hijaz dengan meninggalkan korban yang tidak sedikit pada kabilah Qahthan, sehingga Asy-Syarif pun mengirim pasukan pada pertempuran kedua yang dipimpin oleh Asy-Syarif Nashir bin Yahya.
Pada pertempuran kedua ini barulah Dir’iyyah berhasil mengirim pasukan bantuan kepada kabilah Qahthan untuk membela diri dari serangan pasukan Hijaz. Pada akhirnya pasukan Hijaz mengalami kekalahan besar dalam pertempuran ini.
Sayang sekali, penguasa Hijaz belum puas dengan kezalimannya. Pada bulan Syawwal tahun 1212 H/1798 M, dia memanfaatkan kesibukkan Dir’iyyah di utara dengan mengirim pasukan besar untuk menyerang kabilah-kabilah yang telah mengikuti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah di daerah Raniyyah, Baisyah dan Turbah di kota Al-Khurmah. Mulanya pasukan Hijaz telah berhasil mengalahkan kabilah-kabilah ini, namun setelah Dir’iyyah mengirimkan pasukan bantuan, pasukan Asy-Syarif pun bisa dikalahkan, sehingga kabilah-kabilah tersebut selamat dari permusnahan.
Setelah kekalahan ini, barulah Asy-Syarif memohon perdamaian kepada Dir’iyyah dan diterima dengan baik oleh penguasa Dir’iyyah. Di antara kesepakatannya, mengizinkan jamaah haji Dir’iyyah untuk menunaikan haji selama enam tahun dan membagi kekuasaan terhadap kabilah-kabilah. Pada tahun 1217 H/1802 M, terjadi perpecahan internal Hijaz diakibatkan kezaliman Asy-Syarif, sehingga sebagian kabilah yang ada di bawah kekuasaan Asy-Syarif memisahkan diri dan ingin bergabung dengan Dir’iyyah. Termasuk salah seorang menteri Asy-Syarif bernama Utsman bin Abdur Rahman Al-Mudhayafi juga memisahkan diri dan mendirikan pusat pemerintahannya di Al-Ubaylaa, yang terletak antara Turbah dan Thaif. Inilah akar peperangan Thaif.
Ketika Utsman bin Abdur Rahman Al-Mudhayafi memisahkan diri dari Asy-Syarif, bergabunglah kabilah-kabilah lain yang juga tidak puas dengan kepemimpinan Asy-Syarif Ghalib. Kabilah-kabilah tersebut berasal dari Thaif dan sekitarnya, sehingga Asy-Syarif Ghalib pun menyerang Thaif, namun mereka berhasil mempertahankan diri sehingga Asy-Syarif kembali ke Makkah. Melihat keadaan ini, maka Dir’iyyah mengangkat Utsman bin Abdur Rahman Al-Mudhayafi sebagai gubernur Thaif untuk mempertahankan Thaif.
Dari sinilah kemudian penguasa Dir’iyyah, Al-Imam Su’ud rahimahullah baru benar-benar menyiapkan pembalasan untuk Asy-Syarif Ghalib pada tahun 1217 H/1803 M. Mendengar rencana ini, Asy-Syarif Ghalib memohon bantuan kepada Daulah Utsmaniyyah di Turki namun tidak ada jawaban sedikitpun atas permohonannya.[17]
Bahkan Asy-Syarif memaksa jamaah haji untuk membantu mereka berperang melawan Dir’iyyah. Sehingga Al-Imam Su’ud rahimahullah menunggu sampai berakhir musim haji dan jamaah haji kembali ke negeri mereka masing-masing.
Tentang permohonan Asy-Syarif kepada Daulah Utsmaniyyah yang tidak ditanggapi, diakui juga oleh Ahmad Zaini Dahlan. Dia berkata,
“Pemimpin kami Asy-Syarif Ghalib mengirim kabar kepada daulah tertinggi (di Turki) tentang Al-Wahhabiyyah, beliau juga mengirim As-Sayyid Muhsin bin Abdullah Al-Hamud dan As-Sayyid Husain, mufti Malikiyyah, tetapi daulah Utsmaniyyah tidak mempedulikan permohonan ini.”[18]
Ketika Asy-Syarif merasa tidak mungkin bisa melawan Dir’iyyah, ia pun melarikan diri dari Makkah ke Jeddah. Kekuasaan Makkah pun berpindah kepada saudaranya, Asy-Syarif Abdul Mu’in Musa’id.
Pada akhirnya Asy-Syarif Abdul Mu’in mengumumkan bahwa Makkah tunduk kepada Dir’iyyah dan menyatakan kesiapan untuk menyerahkan Hijaz kepada Dir’iyyah dengan syarat beliau tetap sebagai penguasa Makkah. Al-Imam Su’ud rahimahullah pun menerimanya pada bulan Muharram tahun 1218 H/1803 M.
Beliau dan pasukannya lalu memasuki Makkah tanpa peperangan, lalu dibacakan jaminan keamanan dari beliau kepada penduduk Makkah. Berikut naskah surat jaminan keamanan tersebut.
“Dari Su’ud bin Abdul Aziz kepada seluruh penduduk Makkah, ulama, pembesar dan para qadhi, salam sejahtera kepada siapa saja yang mengikuti petunjuk. Kalian adalah tetangga dan penduduk Al-Haram yang aman. Sesungguhnya kami hanyalah mengajak kalian kepada agama Allah dan RasulNya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِّن دُونِ اللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ

“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu apa pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Rabb selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali Imran: 64)
Maka kalian ada dalam perjanian Allah, dan perjanjian Amirul Muslimin Su’ud bin Abdul Aziz dan pemimpin kalian, Abdul Mu’in bin Musa’id, maka tetaplah mendengar dan taat kepadanya selama ia taat kepada Allah. Wassalam.”[19]
Setelah itu Al-Imam Su’ud rahimahullah memerintahkan penduduk Makkah untuk mempelajari dan mengamalkan dakwah perbaikan yang beliau serukan, barulah beliau menghancurkan kubah-kubah dan simbol-simbol kesyirikan yang dibangun di atas kuburan-kuburan. Lalu beliau meninggalkan Makkah, kembali ke Dir’iyyah.
Masih pada tahun 1218 H/1803 M, Asy-Syarif Ghalib kembali memasuki Makkah tanpa perlawanan, namun setelah itu ia melanggar perjanjian damai yang telah disepakati saudaranya Abdul Mu’in dengan menyerang Thaif yang dikuasai oleh Utsman Al-Mudhayafi dan pengikutnya. Inilah akar peperangan Thaif kedua.
Ketika berita penyerangan ini sampai ke Dir’iyyah, maka Al-Imam Su’ud bin Abdul Aziz rahimahullah menyiapkan pasukan besar dan membangun benteng di lembah Fathimah sampai selesai pada tahun 1220 H/1805 M. Dari sana beliau menyerang Jeddah yang menjadi basis pasukan Asy-Syarif Ghalib, lalu mengepung Makkah, sampai akhirnya Asy-Syarif Ghalib kembali memohon perdamaian dengan syarat dia tetap sebagai gubernur Makkah. Permohonannya pun diterima sehingga akhirnya daerah Hijaz (Thaif, Makkah, Madinah dan sekitarnya) berada di bawah kepemimpinan Saudi.
3. Penaklukan Kota Uyainah
Kedustaan yang sangat keji tanpa sedikit pun disertai dengan bukti-bukti ilmiah kembali dihembuskan oleh saudara Idahram. Dia menuduh, pada tahun 1163 H Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memerintahkan untuk menghancurkan kota Uyainah dan melarang pembangunannya kembali selama 200 tahun karena Allah Subhanahu wa Ta’ala akan mengirimkan jutaan belalang untuk meluluhlantakkan kota tersebut (pada hal. 88-89). Lalu pada catatan kaki nomor 28, Idahram mengklaim, sumber berita ini dari kitab Unwan Al-Majd jilid 1 h. 23.
Tampak di sini, saudara Idahram berusaha mengelabui kaum muslimin dengan memanfaatkan keawaman dan ketidakmampuan mereka untuk menelusuri sumber sejarah yang diklaim oleh Idahram. Tidak ada sedikit pun kisah tersebut pada halaman yang disebutkan.
Entah dari mana dia mendapatkan berita bohong ini? Lalu kami mencoba mencarinya pada kisah-kisah kejadian tahun 1163 H sebagaimana yang diinfokan oleh saudara Idahram, bahwa kisah itu terjadi pada tahun tersebut (pada hal. 87), juga tidak ada satu pun fakta sejarah sebagaimana tuduhan Idahram.
Silakan pembaca yang budiman melihat langsung ke kitab Unwan Al-Majd, cetakan ke-4 tahun 1982, seperti cetakan yang dijadikan rujukan oleh Idahram, yang dicetak oleh percetakan Darat Al-Malik Abdul Aziz Riyadh. Silakan lihat pada jilid 1 hal. 23 seperti klaim saudara Idahram. Lihat juga kisah yang terjadi pada tahun 1163 pada jilid 1 hal. 60-62, pembaca tidak akan mendapati kisah yang diceritakan oleh Idahram tersebut.

وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam peyiaran berita bohong itu baginya adzab yang besar.” (QS. An-Nuur: 11)[20]
4. Lagi, Tuduhan Dusta Idahram terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah Atas Pembunuhan Utsman bin Mu’ammar
Saudara Idahram kembali melemparkan tuduhan dusta terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, bahwa beliau telah membunuh pemimpin Uyainah yang bernama Utsman bin Mu’ammar (pada hal. 89-90).
Pada catatan kaki nomor 29, saudara Idahram kembali mengklaim bahwa sumber sejarah tersebut dari sebuah kitab yang berjudul Tarikh Najd, hal. 97, karya Ibnu Ghannam rahimahullah. Entah cetakan mana dan tahun berapa yang dimiliki oleh Idahram, sebab setelah kami melihat langsung pada sumber yang disebutkan Idahram, yaitu kitab Tarikh Najd, hal. 97, cetakan Darus Syuruq tahun 1994 M, sama sekali tidak terdapat kisah tersebut.
Lalu kami mencoba mencari pada halaman lain tentang kisah pembunuhan Utsman bin Mu’ammar dan kami dapati, tidaklah seperti tuduhan Idahram. Bahkan yang sebenarnya, Utsman bin Mu’ammar telah bergabung bersama pasukan Dir’iyyah dalam peperangan melawan Dahham bin Dawwas, penguasa Riyadh[21] yang berkhianat pada tahun 1159 H-1160 H, di mana Dahham bin Dawwas dan pasukannya dari Riyadh membunuh penduduk Manfuhah yang telah mengikuti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Pasukan Dir’iyyah dengan dibantu Utsman bin Mu’ammar pun mengadakan perlawanan kepada Dahham bin Dawwas, sehingga pecah pertempuran antara Dir’iyyah dan Riyadh dengan kekalahan pada pihak Riyadh, namun Dahham berhasil meloloskan diri.[22]
Setelah pertempuran ini, Utsman bin Mu’ammar melakukan pengkhianatan dengan melakukan persekongkolan bersama penguasa Tsarmada, Ibrahim bin Sulaiman dan penguasa Riyadh yang lari, Dahham bin Dawwas. Mereka berencana jahat terhadap Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dengan mengatur strategi bagi Dahham agar berpura-pura sudah mengikuti dakwah tauhid yang diserukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan datang ke Uyainah bersama Ibrahim bin Sulaiman. Maka, Utsman bin Mu’ammar pun mengundang Syaikh untuk datang ke Uyainah.
Namun Syaikh dapat merasakan aroma pengkhianatan Utsman bin Mu’ammar, hingga beliau tidak mau memenuhi undangan Utsman. Namun Utsman kembali berjanji setia kepada Dir’iyyah, sehingga pengkhianatannya dimaafkan. Justru ketika itu, penduduk Uyainah sendiri yang marah atas pengkhianatan pemimpin mereka.[23]
Sayangnya, pada tahun 1163 H, Utsman bin Mu’ammar kembali berkhianat. Hal ini dilaporkan kepada Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah oleh penduduk Uyainah sendiri. Mereka datang kepada Syaikh mengeluhkan kekhawatiran mereka atas kelicikan Utsman bin Mu’ammar.
Maka Syaikh pun mengambil janji dari mereka untuk memerangi siapa saja yang memusuhi dakwah kepada tauhid, walaupun pemimpin mereka sendiri. Ibnu Mu’ammar pun ketakutan, hingga ia meminta pertolongan Ibrahim bin Sulaiman, pemimpin Tsarmada untuk memerangi rakyatnya sendiri.
Mengetahui hal tersebut, dua orang penduduk Uyainah yang bernama Hamd bin Rasyid dan Ibrahim bin Zaid pun membunuh Ibnu Mu’ammar ketika selesai sholat jum’at pada bulan Rajab tahun 1163 H. Ketika itu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah masih berada di Dir’iyyah. Bagaimana bisa dituduh membunuh Ibnu Mu’ammar!?
Dalam kisah ini pun tidak ada tuduhan bahwa Ibnu Mu’ammar dibunuh karena dia telah musyrik dan kafir seperti tuduhan Idahram,[24] tapi karena pengkhianatannya kepada penduduk Uyainah, sehingga yang membunuhnya adalah penduduknya sendiri. Silakan lihat kisah yang sebenarnya pada kitab Tarikh Najd, hal. 103.
Footnote:
[1] Shahih Muslim, 1/6
[2] HR. Al-Imam Muslim no. 7 dari Hafsh bin ‘Ashim radhiallahu ‘anhu
[3] Majmu’ Muallafah Asy-Syaikh, 5/60, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 220.
[4] Majmu’ Muallafah Asy-Syaikh, 3/11, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 221.
[5] Shiyanatul Insan, hal. 485, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 226.
[6] Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 204.
[7] Shiyanatul Insan,  hal. 486, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 226.
[8] Ayat yang mulia ini semoga menjadi peringatan kepada penulis, penerbit, penjual dan penganjur buku Sejarah Berdarah yang penuh dengan kedustaan, hadaahumullah.
[9] HR. Al-Imam Muslim no. 186 dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu.
[10] Jahmi adalah orang Jahmiyyah, kelompok sesat yang berpendapat Al-Qur’an adalah makhluk dan masih banyak kesesatan lain.
[11] Rafidhi adalah Syi’ah Rafidhah, dari kata rafdh yang artinya menolak, dinamakan demikian karena mereka menolak kekhilafahan Abu Bakar dan Umar, dalam hal ini mereka menyelisihi Ali bin Abi Thalib sendiri dan seluruh sahabat yang sepakat atas kekhilafahan Syaikhain radhiallahu ‘anhuma.
[12] Artinya Al-Imam Bukhari rahimahullah menganggap Jahmiyah dan Rafidhah sama dengan Yahudi dan Nasrani, tidak boleh sholat di belakangnya.
[13] Al-Asma’ was Shifaat, Abu Bakar Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, 1/616, no. 561.
[14] Fakta-fakta sejarah ini diungkap oleh gabungan peneliti sejarah yang menulis sebuah ensiklopedi sejarah Jazirah Arab dan sedunia (khususnya sejarah Arab Saudi) yang berjudul, ‘Mausu’ah Muqotil Min Ash-Shohro’. Para peneliti yang terlibat dalam penyusunan ensiklopedi sejarah ini adalah Prof. Dr. Ibrahim Al-Qurasyi Utsman, Prof. Dr. Ahmad Abdul Baqi Al-‘Ayyath, Prof. Dr. Ahmad Umar Hasyim, Dr. Ibrahim Hamd Al-Qa’id, Dr. Ibrahim Shalih Ad-Dausari, dan lain-lain. Ensiklopedi ini murni membahas sejarah tanpa memberikan penilaian, baik pujian dan celaan terhadap para pelaku sejarah tersebut. Untuk membaca ensiklopedi ini, bisa melalui website resminya http://www.moqatel.com
[15] Shiyanatul Insan, hal. 498.
[16] Kami ringkas dari website resmi Ensiklopedi Sejarah Muqotil Min Ash-Shohro, karya ilmiah kumpulan peneliti sejarah.
[17] Hal ini menimbulkan tanda tanya besar, apakah Hijaz masih berada di bawah penguasaan Daulah Utsmaniyyah atau berdiri sendiri dengan Asy-Syarif sebagai pemimpinnya? Ataukah memang Daulah Utsmaniyyah di masa itu sudah begitu lemah hingga penguasaannya terhadap Hijaz hanya tinggal nama? Yang pasti, penguasaan Saudi atas Hijaz akibat ulah penguasa Hijaz sendiri yang menyerang Dir’iyyah. Itu pun dia lakukan beberapa kali baru kemudian Dir’iyyah melakukan pembalasan setelah para Syarif tidak menaati perjanjian damai. Terlebih di masa Syarif, Hijaz penuh dengan kesyirikan dan penyembahan terhadap kuburan, maka sungguh tidak pantas dua kota suci umat Islam dibiarkan begitu saja tanpa dibersihkan dari kesyirikan dan bid’ah. Dan yang patut dicatat, pengusaan Saudi atas Hijaz bukanlah memberontak dan memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyyah, sehingga tidak terdapat satu pun data ilmiah berupa pernyataan resmi memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyyah yang dikeluarkan oleh pemerintah Saudi.
[18] Khulasatul Kalam fi Umara Al-Bait Al-Haram, Ahmad Zaini Dahlan, hal. 266, sebagaimana dalam Ensiklopedi Sejarah Muqotil Min Ash-Shohro, dalam website resminya.
[19] Jaminan keamanan kepada penduduk Makkah, pemerintah dan ulamanya ini sekaligus bantahan terhadap tuduhan dusta saudara Idahram atas pembunuhan ulama di Makkah yang tidak sepaham (pada hal. 96). Kejadian ini juga sebagai bantahan terhadap tuduhan membunuh ulama yang tidak sepaham –yang tidak terbukti- di negeri-negeri lainnya, karena kenyataannya ketika menguasai Makkah, penguasa Saudi memberikan jaminan keamanan kepada ulama. Bagaimana bisa dituduh membunuh ulama?!
[20] Kembali kami ingatkan, ayat yang mulia ini semoga menjadi peringatan kepada penulis, penerbit, penjual dan penganjur buku Sejarah Berdarah yang penuh dengan kedustaan ini, hadaahumullah.
[21] Kisah ini sekaligus bantahan saudara Idahram atas tuduhannya dalam penyerangan kota Riyadh (pada hal. 93-94), hakikat penyerangan tersebut hanyalah pembalasan terhadap pengkhianatan penduduk Riyadh yang dipimpin oleh Dahham bi Dawwas dalam menyerang dan membunuh penduduk Manfuhah.
[22] Lihat Tarikh Najd, hal. 96-98.
[23] Ibid, hal. 100
[24] Saudara Idahram mengklaim info ini dia dapatkan dari kitab Tarikh Najd hal. 97, setelah kami melihat langsung pada sumber yang dimaksud kisah tersebut tidak ada. Memang ada kisah tersebut pada hal. 103, namun tanpa ada tuduhan musyrik dan kafir kepada Ibnu Mu’ammar.
Ditulis oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafizhahullah dalam buku “Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan” penerbit TooBagus cet. kedua.  Bantahan terhadap buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syaikh Idahram hadahullah.
http://rizkytulus.wordpress.com/96696+

Menjawab Tuduhan Idahram: Tentang Julukan Wahabi & Penamaan Salafi


salafi-antara-tuduhan-dan-kenyataan
salafi-antara-tuduhan-dan-kenyataan
MENGKRITISI ISTILAH WAHABI
Kata Wahabi, Wahabisme ( الوهابي ) adalah sebuah kata yang dimunculkan oleh orang-orang yang tidak menyukai dakwah yang diserukan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah. Beliau sendiri, sebagai orang yang menyerukan dakwahnya, demikian pula murid-murid beliau, tidak pernah menamakan diri dengan Wahabi.
Ini sekaligus sebagai bantahan terhadap saudara Idahram yang taklid buta kepada Al-Buthi (tokoh Ikhwanul Muslimin) yang menuduh bahwa, nama wahabi pada akhirnya diganti menjadi salafi setelah mengalami kegagalan. (Sejarah Berdarah…, hal. 27).
Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah memang tidak pernah menamakan diri dengan wahabi, terlebih dari sisi bahasa dan istilah penamaan wahabi yang  tidak tepat. Seorang Ulama Al-Azhar Mesir, Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqi rahimahullah berkata,
“Penisbatan nama wahabi kepada beliau salah menurut bahasa Arab, yang benar penisbatannya adalah Muhammadiyyah (bukan wahabiyah), karena nama beliau Muhammad bukan Abdul Wahhab.”(Lihat Majmu’atur Rosaail At-Taujihat Al-Islamiyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’ (3/240))
Lalu siapakah yang pertama memunculkan penamaan ini?
Sejarah mencatat, istilah wahabi pertama kali disematkan kepada dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah oleh penjajah Inggris, ketika mereka mendapatkan perlawanan yang keras dari para mujahid India yang terpengaruh oleh dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Fakta sejarah ini diungkapkan oleh Syaikh Muhammad bin Manzhur An-Nu’mani dalam Di’ayaat Mukatstsafah Diddu Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal 105-106, sebagaimana dalam Da’awa Al-Munawiin, hal. 310. Fakta ini juga merupakan bukti permusuhan Inggris terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.
Penjajah Inggris-lah yang pertama menamakan ulama Doeband di India dengan Wahabi karena kerasnya pertentangan mereka terhadap penjajah dan pengaruh dakwah Syaikh Muhammad bin abdul Wahhab rahimahullah pada mujahidin di India. Fenomena ini juga sekaligus bantahan terhadap tuduhan saudara Idahram bahwa ulama pengikut Wahabi tidak pernah berjihad melawan penjajahan Barat Yahudi dan Kristen (pada hal. 68).
Walhamdulillah, penjajahan Barat tidak pernah benar-benar memasuki daratan Najd, Makkah, Madinah dan sekitarnya yang dikuasai Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dan pengikut-pengikutnya. Sedang pada zaman beliau, kesyirikan dan bid’ah benar-benar tersebar di wilayahnya, beliau pun sibuk memberantas kesyirikan dan bid’ah, karena hal itu akan menghalangi kaum muslimin dari pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka bagaimana mungkin mengajak kaum muslimin berjihad?!
Dan jihad itu sendiri hukumnya bisa fardhu ‘ain dan bisa pula fardhu kifayah. Di antara bentuk jihad yang  fardhu ‘ainadalah kewajiban jihad bagi penduduk suatu negeri apabila musuh telah masuk di wilayah mereka, sedangkan bagi kaum muslimin di wilayah lainnya hukumnya fardhu kifayah. Maka jelaslah tuduhan tidak berjihad melawan Barat hanya sekedar mencari-cari kesalahan tanpa ada penelitian yang mendalam.
Meskipun kenyataan yang  sebenarnya, pada tahun 1806 H, orang-orang Qawasim yang telah mengikuti dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sudah pernah menyerang bahkan mengalahkan serta mengusir pasukan Inggris di perairan Teluk. [Lihat kitab Al-Jadidah fi Tarikh Al-Utsmaniyyin, hal. 158 dan Tarikh Al-Ahsaa As-Siyasi, Dr. Muhammad ‘Araabi, hal. 42-43, sebagaimana dalam Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Awamilun Nuyudh wa Asbaabus Suquth, karya Ash-Shalabi, softcopy dari http://www.slaaby.com].
Maka fakta ini juga sebagai bantahan  terhadap tuduhan dusta saudara Idahram bahwa Dir’iyyah bekerjasama dengan Inggris untuk melemahkan khilafah (pada hal. 120). Justru Inggris sangat senang dengan jatuhnya Dir’iyyah (ibukota Saudi yang pertama) ke tangan Turki ketika Ibrahim Basya menyerang Dir’iyyah [lihat fakta sejarah ini dalam kitabDirosat fi Tarikh Al-Khalij Al-‘Arabi Al-Hadits wal Mu’ashir, 1/198, sebagaimana dalam Ad-Daulah Al-Utsmaniyyah, Awamilun Nuhudh wa Asbaabus Suquth, karya Ash-Shalabi, softcopy dari http://www.slaaby.com]. Inilah sesungguhnya sebab terbesar jatuhnya khilafah Turki Utsmani, yaitu kejahatan mereka menyerang ahlut tauhid was sunnah.
Istilah wahabi inipun, segera dijadikan senjata oleh para pelaku bid’ah dan syirik yang gerah terhadap dakwah tauhid dan sunnah yang diserukan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, tujuan mereka tidak lain untuk menjatuhkan dakwah beliau.
Syaikh Mas’ud An-Nadwi rahimahullah berkata,
“Sesungguhnya di antara dusta yang paling jelas atas dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah penamaan wahabi. Akan tetapi, orang-orang yang memiliki kepentingan, telah berhasil mencitrakan penamaan wahabi ini seakan suatu agama di luar Islam. Orang-orang Inggris, Turki dan Mesir (ketika itu) menjadikan istilah wahabi sebagai momok yang menakutkan.
Setiap kali bangkit satu gerakan (perlawanan) Islam di dunia Islam pada dua abad yang lalu, dan orang-orang Eropa melihatnya sebagai sebuah ancaman atas kepentingan mereka, maka dengan segera mereka kait-kaitkan gerakan tersebut dengan wahabi yang berasal dari Najd.”[1]
Istilah wahabi ini memang di telinga orang awam lebih dapat mencitrakan kejelekan dibandingkan istilah muhammadi, walaupun hakikatnya istilah muhammadi yang lebih tepat, karena nama Syaikh adalah Muhammad  sama dengan Nabi kita yang mulia, sedangkan Abdul Wahhab adalah nama bapaknya dan Wahhab (الوهاب ) itu sendiri adalah nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang agung.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنكَ رَحْمَةً, إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

“(Mereka berdoa): Ya Rabb Kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia).” (QS. Ali-Imran: 8)

أَمْ عِندَهُمْ خَزَائِنُ رَحْمَةِ رَبِّكَ الْعَزِيزِ الْوَهَّابِ

“Atau apakah mereka itu mempunyai perbendaharaan rahmat Rabbmu yang Maha Perkasa lagi Maha pemberi?”(QS. Shaad: 9)

قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّن بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ

“Ia berkata: Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. Shaad: 35)
Ayat-ayat di atas jelas, bahwa Al-Wahhab adalah salah satu nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berarti memberi[2]. Hanya karena di kalangan orang awam nama Allah Al-Wahhab kurang begitu diketahui lalu dengan licik dan tanpa adab kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka gunakan namaNya untuk memberi kesan buruk terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah.

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggamanNya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kananNya.Maha Suci Dia dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Shaad: 67)
Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu rahimahullah berkata,
“Orang-orang itu telah terbiasa menyebut istilah wahabi bagi setiap orang yang menyelisihi kebiasaan, keyakinan dan bid’ah-bid’ah mereka. Meskipun keyakinan-keyakinan mereka itu rusak, menyelisihi Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadist yang shahih, juga menyelisihi dakwah kepada tauhid dan ajakan untuk berdoa hanya kepada Allah yang satu saja, tidak kepada selain-Nya.
Aku pernah membacakan kepada seorang syaikh (sufi), hadits Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma yang ada dalam Al-Arba’in An-Nawawiyahyaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ الله وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِالله

“Apabila kamu mau meminta (doa) maka mintalah kepada Allah.” (HR. Al-Imam At-Tirmidzi)[3]
Sangat mengagumkan penjelasan Al-Imam An-Nawawi rahimahullah ketika beliau berkata,
‘Kemudian apabila hajat yang diminta oleh seseorang itu bukanlah suatu hajat yang bisa dikabulkan oleh makhluk, seperti meminta hidayah, ilmu, kesembuhan penyakit dan kesehatan, maka hendaklah minta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Memintanya kepada makhluk dan bergantung kepadanya adalah suatu yang tercela.’
Maka aku katakan kepada syaikh ini, bahwa hadits ini dan penjelasan Al-Imam An-Nawawi bermakna tidak boleh meminta tolong (doa) kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka Syaikh itu berkata, ‘Bahkan boleh.’
Aku katakan, ‘Apa dalilmu?’
Dia pun marah dan berkata dengan suara keras, ‘Sungguh bibiku telah berdoa, wahai Syaikh Sa’ad (padahal Syaikh Sa’ad sudah dikubur di masjidnya[4], dia minta tolong (berdoa) kepada Syaikh Sa’ad),
Maka aku bertanya kepada bibiku, ‘apakah Syaikh Sa’ad bisa memberi manfaat kepadamu?’
Bibiku berkata, ‘Aku berdoa kepada Syaikh Sa’ad, lalu beliau meneruskannya kepada Allah, hingga menyembuhkan aku.’
Aku katakan kepada Syaikh ini, ‘Sungguh engkau seorang yang pintar, banyak membaca buku, lalu kenapa engkau mengambil aqidahmu dari bibimu yang jahil?’
Dia berkata, ‘Engkau memiliki pemikiran Wahabi, engkau pergi melaksanakan umroh lalu kembali dengan membawa buku-buku Wahabi’.”[5]
Demikianlah, mereka menamakan Wahabi terhadap ajaran tauhid dan sunnah yang menyelisihi kesyirikan dan bid’ah mereka.

مَّا لَهُم بِهِ مِنْ عِلْمٍ وَلَا لِآبَائِهِمْ ۚ كَبُرَتْ كَلِمَةً تَخْرُجُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ ۚ إِن يَقُولُونَ إِلَّا كَذِبًا

“Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu, begitu pula nenek moyang mereka. Alangkah buruknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka; mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusta.” (QS. Al-Kahfi: 5)
TENTANG PENAMAAN SALAFI
Saudara Idahram mengklaim nama salafi hanyalah upaya ganti baju para pengikut dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (pada hal. 27). Menurutnya, penamaan salafi itu sendiri muncul pertama kali di Mesir setelah penjajahan Inggris (pada hal. 29)
Pembaca yang budiman, telah dimaklumi bersama bahwa salafi ( السلفي )itu bermakna pengikut generasi salaf ( السلف ), sedangkan yang dimaksud dengan generasi Salaf adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Dan ummat Islam tidak berbeda pendapat akan keharusan meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, sehingga mincul istilah salafi untuk membedakan para pengikut Salaf dengan golongan yang menyimpang dari jalan Salaf.
Sama halnya dengan penamaan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, penamaan ini secara nash, juga tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Walaupun demikian tidak ada yang mencela penamaan ini, bahkan ulama memunculkan penamaan ini demi untuk membedakan golongan yang benar dan golongan yang menyimpang dari sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat. Golongan inilah golongan yang selamat (al-firqotun najiyah) yang dimaksudkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits,

و تفترق أمتي على ثلاث و سبعين ملة كلهم في النار إلا ملة و احدة ما أنا عليه و أصحابي

“Dan akan berpecah ummatku menjadi 73 millah, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu yang mengikuti aku dan para sahabatku.” (HR. Al-Imam At-Tirmidzi)[6]
Dalam riwayat lain,

إن أمتي ستفترق على اثنتين و سبعين كلها في النار إلا و هي الجماعة

“Sesungguhnya ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu al-jama’ah.”[7]
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata dalam kitabnya Risalah Ila Ahlil Qosim,
“Aku berkeyakinan seperti yang diyakini oleh golongan yang selamat (al-firqotun najiyah), yaitu golongan Ahlus Sunnah wal Jama’ah, aku beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-KitabNya, Rasul-rasulNya, kebangkitan setelah kematian dan aku beriman kepada takdir Allah, baik dan buruknya.”[8]
Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata, “Mazhab kami dalam ushuluddin adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan jalan beragama kami adalah jalan salaf.”[9]
Pembaca yang budiman, demikian hakikat ajaran Salafi yang mereka namakan Wahabi, sebenarnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah sama sekali tidak membawa ajaran baru, melainkan ajaran generasi salaf. Adapun klaim saudara Idahram bahwa penamaan salafi baru muncul setelah penjajahan Inggris di Mesir, ini adalah kebohongan publik demi untuk menggiring opini seakan-akan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah ajaran baru.
Mari kita lihat penyebutan nama salafi dari kitab-kitab ulama dahulu.[10]
1. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Ad-Daruquthni, “Orang ini (yaitu, Ad-Daruquthni) tak pernah masuk ke dalam ilmu kalam dan jidal, dan tidak pula terjun ke dalamnya, bahkan ia adalah salafi.” (Siyar A’lam An-Nubala’ (16/457))
2. Al-Imam Ad-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Muhammad bin Muhammad Al-Bahroni, “Dia adalah seorang yang taat beragama, orangnya baik lagi salafi.” (Mu’jam Asy-Syuyukh (2/280))
3. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Sholahuddin Abdur Rahman bin Utsman bin Musa Al-Kurdi Asy-Syafi’i,“Dia adalah seorang salafi bagus aqidahnya.” (Tadzkiroh Al-Huffazh (4/1431))
4. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Abdullah Ibnul Muzhoffar bin Abi Nashr bin Habatillah, “Dia adalah seorang yang tsiqoh (terpercaya), sholeh, lagi salafi.” (Tarikh Al-Islam (1/4236))
5. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Al-Qodhi Abul Hasan Umar bin Ali Al-Qurosyi Abil Barokat Ad-Dimasyqi,“Dia adalah seorang waro’, sholeh, beragama, lagi salafi.” (Tarikh Al-Islam (1/4849))
6. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata tentang Al-Imam Abdur Rahman bin Al-Khodhir bin Al-Hasan bin Abdan Al-Azdi, “Dia adalah seorang sunni, salafi, lagi atsari –semoga Allah merahmatinya-.” (Tarikh Al-Islam (1/4861))
7. Al-Imam Ash-Shofadi berkata tentang Al-Imam Tajuddin At-Tibrizi Asy-Syafi’i, “Dia adalah seorang salafi, lagi tegas menyatakan kebenaran.” (Al-Wafi fil Wafayat (1/2603))
8. Al-Hafizh Ibnu Abdil Hadi rahimahullah berkata tentang gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, “Beliau senantiasa di atas hal itu (sibuk dengan ilmu) sebagai generasi penerus yang sholeh lagi salafi.” (Al-‘Uqud Ad-Durriyyah (ha. 21))
Inilah penukilan terhadap penamaan salafi dari para ulama dahulu dalam memuji seorang yang berpegang teguh dengan ajaran Salaf. Jadi bukanlah suatu yang baru muncul di Mesir setelah penjajahan Inggris seperti yang diklaim oleh saudara Idahram. Agar lebih jelas bagi para pembaca tentang hakikat ajaran Salafi, berikut kami lampirkan fatwa MUI Jakarta Utara.
Download Fatwa MUI Jakarta Utara tentang SALAF/SALAFI: http://www.mediafire.com/file/hpr8q3u0g7oua57/fatwa-mui1.pdf (format pdf)
Footnote:
[1] Muhammad bin Abdul Wahhab Muslihun Mazlumun wa Muftara ‘Alaihi, hal. 193.
[2] Lihat Fiqhul Asmaail Husna, Syaikhuna Prof. Dr. Abdur Rozzaq bin Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah, hal. 142.
[3] HR. Al-Imam At-Tirmidzi dan beliau berkata Hadits ini Hasan Shahih dari Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’, no. 7959.
[4] Menguburkan seseorang di masjid termasuk bid’ah dan dapat mengantarkan kepada perbuatan syirik. Sehingga para ulama melarang sholat di masjid yang dibangun di atas kuburan, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang sholat di kuburan.
[5] Maj’muatur Rosaail At-Taujihaat Al-Islamiyyah Li Ishlahil Fardi wal Mujtama’, 3/191.
[6] HR. Tirmidzi no. 2641 dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiallahu ‘anhuma dan dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Shohihul Jami’, no. 9474 dan Al-Misykah, no. 171 pada tahqiq keduanya.
[7] HR. Al-Imam Ibnu Abi ‘Ashim dalam As-Sunnah dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu dan dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Zhilalul Jannah, no.64.
[8] Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 15-16.
[9] Ad-Durorus Saniyah, 1/126, sebagaimana dalam Min A’lamil Mujaddidin, hal.110.
[10] Dari artikel Al-Ustadz Abdul Qodir, Lc. Hafizhahullah di www.almakassari.com yang berjudul, “Terlarangkah Memakai Nisbah As-Salafiy atau Al-Atsariy”, dengan sedikit perubahan.
Ditulis oleh Al-Ustadz Sofyan Chalid bin Idham Ruray hafidzhahullah dalam buku “Salafi, Antara Tuduhan dan Kenyataan” penerbit TooBagus cet. pertama.  Bantahan terhadap buku “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” karya Syaikh Idahram hadahullah.
Sumber : Note FB by Rizky Abu Salman

Sabtu, 04 Agustus 2012

HIMPUNAN RISALAH PEMBELAAN SALAFIYYAH --



Terhadap Ulama Ahlus Sunnah
[Ibnu ’Abdil Wahhab, Al-Albani dan Ibnu Baz]

Penulis: Abu Salma bin Burhan al-Atsari ‘Afallohu ‘anhu wa Walidayhi
Maktabah Abi Salma al-Atsari Salafiyyah
Pembelaan Terhadap Syaikhul Islam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu wa askanahu al- Jannaat al-Fasih

SYAIKHUL ISLAM MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB DI MATA PENYESAT UMMAT

"Dan katakanlah: Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap." (Al Isra : 81)

“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang batil lalu yang haq itu menghancurkannya, maka dengan serta merta yang batil itu lenyap.” (QS. Al-Anbiya’ : 18).

Tidaklah setiap orang yang datang di dunia ini dengan membawa kebaikan, melainkan dia pasti memiliki musuh-musuh dari kalangan jin dan manusia, sampai-sampai para anbiya’ (para Nabi) juga tidak lepas dari permusuhan ini1. Begitu jugaaan Salafiyyah permusuhan mereka terhadap para ulama pengibar panji dakwah al-Haq ini mereka lakukan dengan sengit dan dengan kedengkian yang luar biasa.

Hal ini seperti apa yang dialami oleh Syaikhul Islam Ahmad bin Abdil Halim Ibnu Taimiyah al-Harrani rahimahullahu, yang mana dakwah beliau difitnah, disudutkan dan dituduh dengan kedustaan-kedustaan. Bahkan beliau sampai-sampai divonis kafir murtad oleh ahlul bida’ wal ahwa’, (pengikut kebid’ahan dan hawa Nafsu) dicerca dan dilabeli dengan tuduhan-tuduhan keji semisal mujassim2, musyabbih3, hasyawiyah4 dan nashibah5.

Diantaranya pula apa yang mereka lakukan terhadap asy-Syaikhul Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu, yang mana para musuh-musuh dakwah memerangi dakwahnya dan menfitnahnya dengan tuduhan-tuduhan dusta dan fitnah, agar manusia menjauh dari dakwah mubarokah (yang diberkahi) ini dan agar manusia senantiasa melanggengkan kesyirikan dan kebid’ahan yang dipelihara oleh ulama-ulama suu’ (jahat) yang mereka warisi dari kalangan shufiyun qubur iyun (pengikut thariqat sufi dan penyembah/pengkultus kuburan) dan syi’ah rafidhah (aliran syi’ah yang mengkafirkan para sahabat Nabi) serta kaum ilmaniyyun (sekuler) dan mustasyriqin (orientalis) yang hasad terhadap Islam.

Diantara para pendengki yang membenci dakwah mubarokah ini adalah Hizbut Tahrir6, yang mencela dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan menuduh beliau sebagai agen Inggris –nas’alullaha as-Salamah wal ‘Aafiyah (kita memohon keselamatan kepada Allah) -dan dengan tuduhantuduhan dusta lainnya yang mereka kumpulkan dari musuhmusuh dakwah dari kalangan shufiyun dan syi’ah.

Penyebab kami menyusun risalah ini adalah banyaknya tuduhan-tuduhan batil dan dusta yang disebarkan oleh simpatisan juhala’ (orang-orang yang bodoh) Hizbut Tahrir di website-website, mailing list-mailing list dan media-media informasi lainnya yang mengaburkan dan menfitnah dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Telah sampai kepada kami dari beberapa tulisan ‘gelap’ yang ditulis oleh simpatisan HT, terutama yang disebarkan oleh Abu Rifa’ al-Puari (baca : Abu Riya’ al-Buali dan seorang syabab (pemuda) HT yang bersembunyi di balik nama al-Mujaddid7 (baca : al-Muharrif8 atau al-Mudzabdzab9) yang menulis artikel berjudul “Telaah Kritis Sejarah Wahabi – Salafi”10.

Risalah ini insya Alloh akan menjawab tuduhan-tuduhan mereka secara gamblang dan ilmiah. Kami akan menunjukkan kebodohan mereka terhadap aqidah salaf iyah (aqidah Nabi dan Para sahabatnya) dan jauhnya mereka dari manhaj shahih, kami akan mengungkap pengkhianatan mereka terhadap hakikat dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan para pengikutnya.

Setelah kami telaah dan baca tulisan mereka, terutama tulisan al-Mudzabdzab dan Abu Riya’ al-Buali, kami dapatkan bahwasanya mereka di dalam menulis bantahannya terhadap Syaikh Ibnu Abdil Wahhab tidak keluar dari referensi kaum shufiyun quburiyun, seperti kitab Durorus Saniyyah ir Raddi ‘ala Wahhabiyah11 karya seorang shufi quburi Ahmad Zaini Dahlan landasan untuk menghantam dan menusuk Ahlus Sunnah. Para pembaca akan semakin tahu kebobrokan manhaj mereka sebentar lagi –Insya Allah-.

Al-Allamah Rasyid Ridha rahimahullahu berkata tentang Ahmad Zaini Dahlan :

“Diantara para pencela yang paling masyhur adalah seorang Mufti Makkah al-Mukarromah,
Syaikh Ahmad Zaini Dahlan yang wafat pada tahun 1304, dia menulis sebuah risalah (yang mencela Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, pent.) yang mana keseluruhan permasalahan (yang ditulisnya) hanya berputar pada dua poros, yaitu poros kedustaan dan fitnah terhadap syaikh, dan poros kebodohan dimana ia menyalahkan sesuatu yang benar dari Syaikh.”
(Lihat : Muqoddimah Shiyahatul Insan, hal. 6, Maktabah Ahlul Hadits, www.ahlalhdeeth.com.)

Namun anehnya, suatu hal yang telah jelas lemah, tidak berdasar, penuh dengan khurofat dan bid’ah, masih dipegang dan dijadikan dasar oleh Hizbut Tahrir? Hal ini semakin menunjukkan bahwa Hizbut Tahrir ini adalah firqoh yang mengumpulkan semua kesesatan dari firqah- friqah sesat lainnya yang menyelisihi Ahlus Sunnah, dan dijadikannya sebagai| dan referensi-referensi yang tidak ilmiah serta tidak berdasar lainnya, seperti buku Kaifa Hudimat al-Khilafah (bagaimana kekhalifan dihancurkan) karya pembesar mereka, Abdul Qodim Zallum12.

Mereka juga banyak menukil dari website-website shufiyah (berpemahaman tasawuf) yang berbahasa Inggris, yang dikelola oleh pembesar shufiy di Amerika, seperti Nazhim al-Qubrisi13 dan Hisyam Kabbani14.

Dari sinilah syabab Hizbut Tahrir seperti Abu Riya’ al-Buali dan al-Mudzabzab kebanyakan menukil bantahan-bantahan ‘tidak ilmiah’ mereka, menterjemahkannya dan menyebarkannya ke situs-situs dan mailing lists di internet.

Mereka menjelekkan para imam Ahlus Sunnah dengan tuduhan dusta dan keji dengan menukil dari kaum shufiyun bid’iyun, yang mengusung pemikiran sesatnya dalam rangka menjelekkan ulama sunnah dan du’at tauhid. Abu Riya’ al-Buali dalam hal ini menterjemahkan tulisan Kabbani dengan serampangan –menunjukkan bahwa orang ini tidak faham Bahasa Inggris, apalagi Bahasa Arab- tanpa ber sikap obyektif dan ilmiah.

Yang sungguh aneh adalah, bukankah Hizbut Tahrir mengklaim bahwa mereka memerangi
‘pluralisme’ agama, namun mereka menukil dari ulama-ulama yang mengusung pemahaman ‘pluralisme’. Perhatikan ini wahai Aba Riya’, bahwa orang yang engkau nukil tulisannya itu adalah para pengusung faham ‘pluralism’, maka apakah yang akan engkau koar-koarkan lagi?
Kabbani berkata :

“What is the meaning of good people? Good people must not hav e in their heart hatred, enmity or inequity towards anyone of God’s serv ants. Everyone must be equal in their ey es : Muslim, Jewish, Christian, Buddhist, Hindu. This is up to God, it is not y our judgement. You cannot judge this.” [Kabbani, Mercy Ocean Shore of Safety, p.26].

“Apa yang dimaksud dengan orang sholih itu? Orang sholih itu haruslah tidak memiliki di dalam hati mereka: kebencian, permusuhan ataupun ketidakadilan terhadap siapapun dari hamba-hamba Tuhan. Semuanya haruslah sama di dalam pandangan mereka: baik Muslim, Yahudi, Kristen, Buddha, Hindu. Semua ini terserah Tuhan. Ini bukanlah penilaianmu. Anda tidak berhak menilainya.” (Kabbani, Mercy Ocean Shore of Safety, hal. 26)

Lebih jauh lagi, Abdullah as-Daghistany, guru Nazhim al-Qubrusi, pembenci Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, pembela Ibnu Arobi ath-Tho’iy yang telah dikafirkan oleh ummat, namun dipujinya sebagai “ash-Sheikh al-Akbar” (Guru terbesar) dan dikatakannya sebagai “Great Scholar and Spiritual Giant” (Ulama besar dan Raja Spiritual) di dalam kitab
“Mercy Ocean Book 2, 1980 (hal. 122).

Ad-Daghistani menyebutkan hadits qudsi yang tidak
diketahui asalnya :

“He Almighty says, again, ‘No one except Me can know those way by which My servants are coming to Me. By looking, you may see that a servant is going another way. But He is coming to me also. He cannot find any thing except Me, no matter which he may trav el! Any way that my servant follows, he must come to Me! Buddhist, Christians, Catholics, Communists, Confucians, Brahmans, Negroes; who created them?

He created them, all of them, and each one says, ‘We are going on a way that leads to the Div ine Presence.’ So many, many ways; y ou cannot know. Therefore, Allah says, ‘Allay sa’llahu biya kaymi hajimn.’ This mean, ‘No one may judge for My servants, except Me!” [Nazim, Mercy Oceans, 1980, p.78].

“Allah yang Maha Agung berfirman : “Tidak ada seorangpun kecuali Aku yang dapat mengetahui jalan itu yang mana hamba-Ku akan datang kepada-Ku. Dengan melihat, engkau dapat melihat seorang hamba sedang pergi ke jalan lain. Namun ia juga datang kepada-Ku. Dia t idak dapat menemukan apapun melainkan diri-Ku. Tidak peduli dia akan safar. Semua jalan yang diikut i oleh hamba-Ku, dia pasti datang kepada-Ku! Budha, Kristen, Katolik, Komunis, Konfusis, pengikut Brahmana, Negro. Siapakah yang menciptakan mereka? Dia yang menciptakan mereka semua. Setiap ada orang yang berkata, ‘Kita akan pergi ke jalan yang menuju ‘Kehadiran Yang Pasti’. Begitu banyak, banyak sekali jalan, engkau tidak dapat mengetahuinya. Oleh karena itu Allah berfirman, “Allay sa’llahu biya kaymi hajimn” yang artinya, ‘Tidak ada seorangpun yang dapat menghukumi hamba-hambaku melainkan diri-Ku.” (Nazim, Mercy Ocean, 1980, hal. 78.)

Selain itu Kabbani dan guru-gurunya juga menafikan/meniadakan jihad, dia berkata bahwa
kaum muslimin yang mengklaim hak untuk berjihad tanpa kehadiran Imam Mahdi adalah
dusta. (lihat : Nazim, Star From Heaven, hal.26).

Mereka juga mencela para sahabat semisal Utsman bin Affan, sebagaimana perkataan Nazim : “Uthman didn’t attain the spiritual ranks attained by Abu Bakr and Ali because he somet imes held f irmly to his own desires…” (Utsman tidaklah menjangkau tingkatan spiritual yang diperoleh oleh Abu Bakar

Ada dua point utama yang akan kami komentari dan klarifikasi dari tuduhan syabab Hizbut Tahrir ini, yaitu tuduhan yang menyatakan bahwa :

1. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan pengikutnya memberontak dari khilafah Utsmaniyah (di Turki).

2. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab dan pengikutnya adalah seorang agen mata-mata Inggris.

Dan masih banyak lagi sebenarnya tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada beliau. Namun kami rasa dua point di atas yang paling urgen/penting untuk dibahas, terlebih lagi tuduhantuduhan lainnya terhadap Syaikh al-Imam rahimahullahu adalah tuduhan yang begitu mudah untuk dibantah. Seperti misalnya, dikatakan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tidak mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dikarenakan beliau mengharamkan peringatan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan membid’ahkan sholawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Bagaimana bisa dikatakan bahwa beliau tidak mencintai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, padahal beliau senantiasa menegakkan sunnah Nabi, membelanya dari makar ahlul bid’ah, bahkan beliau menulis muktashar sirah nabawiyah (Ringkasan sejarah nabi). Bagaimana bisa dikatakan bahwa dan Ali dikarenakan ia terkadang berpegang kepada hawa nafsunya…” [lih : Nazim, Mercy Oceans’ Hidden Treasures, h.39).

Wahai Aba Riya’ al-Buali… apakah ini yang engkau sebut sebagai ulama yang layak kau
nukil ucapannya untuk menghantam ulama ahlus sunnah? Haihata Haihata…(alangkah jauhnya alangkah jauhnya)

beliau membid’ahkan sholawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, padahal beliau orang yang paling sering bersholawat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, namun beliau
membid’ahkan sholawat-sholawat yang diciptakan kaum shufiyun yang di dalamnya terdapat unsur ghuluw (sikap berlebihlebihan) kepada Nabi15.

Sebelum menjawab syubuhat ini, kami nasehatkan kepada syabab Hizbut Tahrir yang mencela dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu dan selainnya. Ingatlah firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala berikut ini :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya.” (Al-Israa’ : 36)

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al Ahzab : 58)

“Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian di tuduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, maka sesungguhnya ia telah berbuat suatu kebohongan yang nyata.” (An Nisa : 112)

"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang diker jakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mu'minin dan mu'minat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” (An-Nur 11-12)

Dengan bertabaruk (mencari berkah) kepada Asma Allah yang Maha Pemurah Lagi Maha penyayang, kami memulai risalah3bantahan terhadap musuh-musuh dakwah ini dan pembelaan terhadap imam Ahlus Sunnah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Pertama, Apakah Syaikh al-Imam Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu memberontak dari Khilafah Utsmaniyah?? Mereka menuduh Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab khuruj (keluar dari ketaatan/memberontak) terhadap Daulah Utsmaniyah dan memeranginya.

Pembesar Hizbut Tahrir, Abdul Qodim Zallum ghofarallahu lahu (semoga Allah mengampuninya) mendakwakan bahwa gerakan Wahabiyyah merupakan diantara penyebab runtuhnya Daulah Utsmaniyah. Dia berkata: “Inggris berupaya menyerang negara Islam dari dalam melalui agennya, Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud.

Gerakan Wahhabi diorganisasikan untuk mendirikan suatu kelompok masyarakat di dalam negara Islam yang dipimpin oleh Muhammad bin Saud dan dilanjutkan oleh anaknya, Abdul Aziz. Inggris memberi mereka bantuan dana dan senjata.” 16

Sebelum menjawab tuduhan ini, maka lebih baik jika kita simak terlebih dahulu perkataan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tentang wajibnya mendengar dan ta’at kepada imam 5
kaum muslimin, baik yang fajir maupun yang sholih, selama di dalam perkara yang ma’ruf bukan kemaksiatan. Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Qoddasallahu ruhahu (semoga Allah mensucikan ruhnya) berkata di dalam risalahnya terhadap penduduk Qoshim :

“Aku berpendapat bahwa mendengar dan ta’at kepada pemimpin kaum muslimin baik yang fajir maupun yang sholih adalah wajib, selama di dalam per kara yang mereka tidak memerintahkan untuk bermaksiat kepada Alloh. Juga kepada penguasa khilafah yang umat bersepakat atasnya dan meridhainya, ataupun yang menggulingkan kekuasaan dengan pedangnya hingga dirinya menjadi khalifah, maka wajib taat kepadanya dan haram memberontak darinya.”17

Beliau rahimahullahu juga berkata :

“Pokok yang ketiga adalah : termasuk kesempurnaan ijtima’ (bersatu) adalah mendengar dan ta’at kepada siapa saja yang memimpin kami walaupun dia adalah seorang budak dari Ethiopia…” 18

Setelah kita simak penuturan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu tentang kewajiban mendengar dan ta’at terhadap imam kaum muslimin, baik dia seorang yang fajir maupun sholih –selama bukan dalam kemaksiatan-, maka kita telah mendapatkan suatu jawaban penting dari syubuhat dan tuduhan mereka, yaitu bahwa Syaikh tidaklah beraqidah khowarij (aliran yang mengkafirkan kaum muslimin yang melakukan dosa besar) dan beliau tidak pernah mengajarkan untuk memberontak kepada penguasa kaum muslimin.

Lantas bagaimana tuduhan yang demikian ini bias muncul? Maka kami jawab : Tuduhan ini muncul dikarenakan kebodohan mereka terhadap Tarikh/sejarah Utsmani ataupun kebodohan mereka terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu. Tuduhan ini juga muncul dikarenakan kedengkian mereka terhadap dakwah yang mubarokah ini dan karena kebodohan mereka yang sangat terhadap tauhid yang merupakan asas dakwah para nabi dan rasul.

Abdul Qodim Zallum ghofarallahu dan selainnya menutup mata dari sejarah Utsmani. Apakah mereka tidak tahu –atau pura-pura tidak tahu- bahwa Daulah Utsmaniyah tatkala itu terbagi menjadi 32 iyalah (distrik) termasuk di dalamnya wilayah arab terbagi menjadi 14 distrik dimana Nejd19 tidaklah termasuk di dalamnya. Fadhilatus Syaikh DR. Sholih al-Abud haf izhahullahu berkata :

“Nejd bukanlah termasuk bagian dari pengaruh Daulah Utsmaniyah, kekuasaannya tidak sampai kepadanya dan penguasa Utsmaniyah tidak pernah datang di Nejd. Tidak pernah pula pasukan Turki datang menembus negeri ini di zaman sebelum munculnya dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu. Dan yang menunjukkan hakikat kebenaran sejarah ini adalah ketetapan pembagian wilayah administrasi Utsmaniyah yang terdapat di dalam risalah Turki yang berjudul “Undang-undang Utsmaniyah yang mencakup daftar perbendaharaan negeri”, yang ditulis oleh Yamin Ali Afandi, petugas yang menjaga daftar ‘al-Khoqoni’ pada tahun 1018 H. (1609 M.). Risalah ini menjelaskan bahwa semenjak awal abad ke-11 Hijriah, Daulah Utsmaniyah terbagi menjadi 32 distrik diantaranya 14 distrik wilayah Arab dan Negeri Nejd tidaklah termasuk bagiannya kecuali Ihsa’, jika kita menganggapnya sebagai bagian dari Nejd…”20

Adapun tuduhan Zallum kepada Alu Su’ud sebagai antek Inggris dan dikatakan bahwa Alu Su’ud memberontak kepada Daulah Utsmaniyah, ini menunjukkan kejahilan Zallum kepada sejarah. Abdullah bin Su’ud menulis surat yang berisi pujian kepada Sultan Mahmud al-Ghozi sebagai berikut :

“Dengan nama Alloh yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.. Segala puji hanyalah milik Alloh yang menjadikan bagi penyakit akut ada obatnya, yang mencegah dan menangkis niat buruk musuh-musuh (agama) dengan perdamaian dan perbaikan, yang mana kedua hal ini merupakan penghalang terjadinya kekacauan yang membinasakan. Sholawat dan Salam semoga senantiasa tercurahkan kepada makhluk yang paling mulia dan yang paling suci, Muhammad penutup para nabi, yang menyampaikan sebaik-baik berita. Wa ba’d, Saya thowaf mengelilingi Ka’bah, yang merupakan cita-cita seorang hamba, yang mana (Ka’bah ini) merupakan ambang pintu negeri kami yang merupakan poros tujuan setiap daerah yang ada, yang merupakan ruh dari jasad alam semesta sebagai tempat berlezat-lezat orang-orang Hijaz dan Badui, yang menjadi tempat transit bagi orang-orang yang melakukan perjalanan baik pada sore maupun pagi hari, (wahai) orang yang memberi arahan, manusia yang menjadi pengelihatan bagi mereka, yang mana orang yang gelisah dapat tertidur pulas di bawah naungannya, yang mana orang yang berakal dan bijaksana kembali di bawah pengayomannya, yang mana akhlaknya lebih halus daripada hembusan semilir angin di pagi hari, dan karisma yang menarik para pelayar untuk datang, (wahai) sultan dua daratan dan raja dua samudera, yang muncul pandangannya dari tempat yang tinggi, (wahai) Sultan putera dari Sultan, Tuan kami Sultan Mahmud al-Ghozi, Saya menghaturkan permintaan saya dengan permohonan yang amat sangat, yaitu apabila hambamu ini dari kaum muslimin, (memohon dirimu agar) tiada henti-hentinya memenuhi syarat-syarat Islam, yaitu meninggikan kalimat syahadat, menegakkan sholat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan pergi haji ke Baitullah al-Haram, ser ta mencegah dari kezhaliman...”21

Lantas bagaimana bisa dikatakan bahwa Alu Su’ud memberontak kepada khilafah, padahal mereka mengirimkan surat kepada pembesar-pembesar daulah Utsmaniyah, memuji mereka dan mengharapkan keadilan dari mereka, dikarenakan mereka dirongrong dan difitnah oleh kaum pendengki dan penfitnah.

Adapun dakwaan Abdul Qodim Zallum ghofarallahu lahu bahwa dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu merupakan penyebab runtuhnya Daulah Utsmaniyah, maka syaikh al-Allamah Mahmud Mahdi al-Istanbuli rahimahullahu berkata menjawab tuduhannya :

“Harusnya penulis ini (i.e. Zallum) menopang pendapatnya dengan dalil yang kuat dan kokoh, sebagaimana per kataan seorang penyair :

وإذا الدعاوى لم تقم بدليلها بالنص فهي على السفاه دليل

Jika para pendakwa tidak menopang dalilnya dengan dalil Maka dia berada di atas selemah-lemahnya dalil Dimana telah diketahui bersama bahwa sejarah telah menyebutkan bahwa Inggris menghalangi dakwah ini semenjak awal mula berdirinya, mereka khawatir akan
kebangkitan Islam.” 22

Beliau rahimahullahu juga berkata :

“Sungguh keanehan yang dapat menyebabkan tertawa sekaligus menangis, bahwa Ustadz ini (i.e. Zallum) menuduh gerakan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab termasuk penyebab runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, dimana telah diketahui bersama bahwa gerakan ini berdiri pada sekitar tahun 1811 M. Sedangkan Khilafah Utsmaniyah runtuh pada sekitar tahun 1922 M.”23

Jika mereka mau obyektif dan adil, niscaya mereka mau membaca kitab-kitab sejarah Utsmaniyah dan menelaah penyebab runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah, bukannya malah menghantam dakwah mubarokah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, menuduh dan menfitnahnya dengan tuduhan dan fitnah yang keji, yang tidak berlandaskan hujjah dan dalil sedikitpun. Oleh karena itu kami menantang mereka yang menuduh demikian ini untuk menunjukkan kepada kami kitab sejarah Utsmaniyah yang ditulis oleh sejarawan obyektif yang membenarkan tuduhan mereka.

Kedua, Tuduhan mereka bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pembelanya adalah antek-antek Inggris.

Kami katakan kepada mereka para penuduh itu : هذا تان عظيم (Inilah adalah suatu kedustaan yang besar). Bagaimana tidak, ketika mereka tidak mampu membantah dakwah tauhid ini secara ilmiah, maka mereka menghalalkan segala cara untuk menfitnah dan membuat kedustaan terhadap syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullahu. Syaikh Malik bin Husain hafizhahullahu berkata :

“Senantiasa musuh-musuh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu berdaya upaya dengan berbagai macam cara dan sarana untuk menjelekkan citra dakwah perbaikan ini, dengan berbekal hasutan yang tiada lain hanyalah kedustaan dan fitnah. Tiada daya dan tiada kekuatan melainkan hanya dengan Alloh.” 24

Diantara cara mereka untuk menghantam dan menjelekkan dakwah mubarokah ini, adalah dengan berpegang pada mudzakkarat (catatan harian) seorang yang tidak dikenal (majhul) di dalam sejarah, yang bernama Hampher25.

Syabab Hizbut Tahrir beserta barisan pendengki dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bersorak sorai gembira dengan catatan harian Mr. Hampher ini. Mereka menukil, menyebarkan dan menuduh dengan bukti ini, bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah agen Inggris. Wal’iyadzubillah.

Yang membuat aneh adalah, Hizbut Tahrir ini menolak khobar ahad meskipun shahih dan berasal dari rawi (periwayat hadits) yang tsiqoh (terpercaya), ‘adil (tidak pernah melakukan dosa besar) dan dhobit (hafalannya kuat) di dalam masalah I’tiqod (keimanan) namun mereka dengan serta merta menerimaberita dari seorang yang kafir26, majhul (tidak dikenal)27 dan pelaku kemaksiatan28 dalam rangka menuduh aqidah seorang muslim pembela tauhid dan sunnah. Allahul Musta’an. Dimanakah akal-akal mereka?

Untuk membantah syubuhat beracun namun rapuh ini, Syaikh Malik Husain hafizhahullahu berkata :

“Setelah penelitian saya terhadap mudzakkarat ini, menjadi jelas bagi saya bahwa mudzakkarat ini merupakan naskah yang dibuat-buat oleh individu maupun kelompok yang memiliki tujuan untuk mencemarkan Dakwah Syaikh Muhammad
bin Abdil Wahhab rahimahullahu dengan kedustaan dan fitnah, dan dalil-dalil yang saya katakan ini banyak…”29

Berikut ini kami nukilkan dalil-dalil yang disebutkan oleh Syaikh Malik Husain nafa’allahu bihi atas kedustaan dan kepalsuan mudzakkarat Mr. Hempher ini.

Dengan meneliti sejarah yang disebutkan di dalam mudzakkarat, menjadi jelas bagi kita bahwa Hempher ini tatkala bertemu dengan Syaikh rahimahullahu, umur syaikh ketika itu kurang lebih sekitar sepuluh tahun. Hal ini tidak sesuai, bahkan kontradiksi dengan apa yang disebutkan di dalam mudzakkarat (hal. 30) bahwa Hampher berkenalan dengan seorang pemuda yang sering mondar-mandir di toko ini yang faham tiga bahasa, yaitu bahasa Turki, Persia dan Arab. Tatkala itu dia dalam fase menuntut ilmu agama, yang namanya adalah Muhammad bin Abdil Wahhab, dan dia adalah seorang pemuda yang sangat antusias di dalam menggapai tujuannya.

Inilah perincian dalil-dalilnya :

*Ia menyebutkan di dalam mudzakkarat hal. 13 :

“Kementrian penjajahan Inggris mendelegasikan Hampher ke al-Asaanah, pusat Khilafah al-Islamiyah pada tahun 1710M/1122H.

*Ia menyebutkan pada halaman 18, bahwa dia tinggal di al-Asaanah selama dua tahun kemudian dia kembali ke London atas perintah (Kementrian Penjajah Inggris) dalam rangka menyerahkan ketetapan yang terperinci tentang kondisi ibukota pemerintahan khilafah Utsmaniyah.

*Ia menyebutkan pada halaman 22, bahwa ia tinggal di London selama 6 bulan.

*Ia menyebutkan pada halaman 22, bahwa ia pergi menuju ke Bashrah yang memerlukan waktu perjalanan selama 6 bulan.

Di tengah-tengah keberadaannya di Bashrah, ia bertemu dengan syaikh rahimahullahu.
Sehingga apabila dijumlahkan semua tahun sejarah, ia bertemu dengan syaikh pada tahun1125 H./1713 M. sedangkan syaikh dilahirkan padaatahun 1115 H.30/1703 M.

Sehingga disimpulkan bahwa Hampher bertemu syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab ketika berusia 10 tahun. Dan ini merupakan dalil yang nyata atas kebatilan mudzakkaraat ini secara global dan terperinci.

Dia menyebutkan di dalam mudzakkarat-nya (hal. 100) bahwa syaikh rahimahullahu menampakkan dakwahnya pada tahun 1143 H., dan ini adalah suatu kedustaan yang nyata, dimana sejarah menyebutkan bahwa syaikh menampakkan dakwahnya setelah wafatnya ayahnya, pada tahun 1153 H. Perhatikan kerancuan sejarah yang nyata ini.

Sesungguhnya sikap Inggris terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab tidaklah menyokong dan menolong, namun memusuhi dan memeranginya. Sebagaimana akan datang penjelasannya setelah ini-insya Alloh-

*Tidak kita dapatkan penyebutan mudzakkarat ini oleh orang-orang sezamannya, padahal musuh-musuh dakwah mubarokah ini senantiasa menjelekkannya dan menyebarkan setiap kejelekan dakwah ini, namun anehnya mudzakkarat ini keluar/muncul akhir-akhir ini. Hal ini menjunjukkan secara jelas kedustaan dan kebohongan mudzakkarat ini.

*Hampher ini adalah orang yang tidak dikenal. Dimana ma’lumat (surat perintah) yang terperinci tentangnya? yang menjelaskan namanya, kedudukannya, dan yang berkaitan tentang tugasnya dan perannya dari pemerintah Inggris.

*Sesungguhnya siapa yang membaca mudzakkarat ini, dapat memastikan bahwa penulisnya pastilah bukan seorang nashrani, dikarenakan banyaknya ngkapanungkapannya yang mencela dan merendahkan agama nashrani termasuk juga Inggris.

*Dua naskah terjemahan mudzakkarat yang telah dicetak, tidak disebutkan tentang maklumat mudzakkarat ini, dari aspek naskah aslinya, apakah berupa cetakan ataukah tulisan tangan dan dengan menggunakan bahasa apa?

*Penterjemah mudzakkarat ini tidak dikenal. Pada naskah terjemahan pertama tidak disebutkan siapa penterjemahnya sedangkan pada naskah terjemahan kedua hanya disebutkan penerjemahnya dengan inisial .د.م.ع.خ

Dan masih banyak lagi dalil-dalil yang disebutkan syaikh Malik Husain tentang batilnya Mudzakkarat Mr. Hampher ini. Silakan lihat lebih rincinya di majalah al-Asholah no. 31, tahun ke-6, 15 Muharam 1422 H.

Kami katakan kepada Hizbut Tahrir dan orang-orang yang sefikrah dengan mereka, dengan menukil ucapan seorang penyair:

و من جعل الغراب له دليلا يمر به على جيف الكلاب

“Barangsiapa yang menjadikan burung gagak sebagai dalil Maka ia akan membawanya melewati bangkai-bangkai anjing”

Syaikh Malik Husain nafa’allahu bihi berkata :

“Sesunguhnya apa yang terdapat di dalam mudzakkarat ini adalah omong kosong belaka dan ucapan yang tidak berlandaskan dalil sama sekali, yang tidak keluat melainkan dari dua jenis manusia, yaitu :

1. Orang yang bodohnya sangat bodoh sekali dan dungu yang tidak mampu membedakan mana telapak tangannya dan mana sikunya

2. Para pengekor hawa nafsu, ahlul bid’ah yang memusuhi dakwah tauhid.

Maka bertakwalah! Sesungguhnya daging para ulama itu beracun dan sunnah Allah di terhadap para pencela ulama telah diketahui, maka barangsiapa yang berkata buruh terhadap ulama dan mencercanya, maka niscaya Alloh akan menimpakan kematian hatinya sebelum wafatnya. Kita memohon perlindungan dan keselamatan dari Alloh.” 31

Hakikat Sikap Pemerintah Eropa terutama Inggris terhadap Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Beberapa sosok syetan berwujud manusia dari orangorang eropa berf ikir tentang akibat yang akan menimpa mereka, jika Dakwah Muhammad bin Abdil Wahhab yang didukung pemerintahan Su’ud pertama memperluas pengaruhnya. Mereka melihat bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah Su’ud akan mengancam kepentingan mereka di kawasan timur secara umum.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain kecuali menghancurkan pemerintahan ini. Mereka pun menempuh berbagai daya dan upaya di dalam menghancurkan dakwah salafiyah ini, diantaranya adalah :

Pertama, penebaran publik opini di tengah negeri Islam melawan dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Maka bangkitlah para penganut bid’ah dan khurofat memerangi dakwah
Syaikh. Mereka adalah golongan mayoritas di saat itu, yang mana faham quburiyun, khurof iyun, bid’ah dan syirik telah mendarah daging di dalam hati mereka, bahkan parahnya kesultanan Ustmaniyah generasi akhir adalah termasuk pemerintahan yang mendukung kesyirikan dan kebid’ahan ini. Ini semua terjadi setelah Inggris dan Perancis menyebarkan fatwa yang mereka ambil dari Ulama suu’ (jahat) yang menfatwakah bahwa apa yang didakwahkan oleh Syaikh al-Imam adalah rusak.32

Kedua, Mereka menebarkan fitnah antara gerakan Syaikh al-Imam dengan pemimpin kesultanan Utsmaniyah. Orang-orang Inggris dan Perancis menebarkan racun ke dalam fikiran Sultan Mahmud II, bahwa gerakan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bertujuan untuk memerdekakan Jazirah Arab dan memisahkan diri dari kesultanan. Sultan pun merespon dan berupaya memberangus gerakan Syaikh, padahal seharusnya beliau meragukan nasehat dari kaum kuffar ini, meneliti dan melakukan investigasi terhadap berita ini.33

Sesungguhnya para pengikut Dakwah Salafiyah tidak pernah menuntut khilafah sama sekali dan tidak pernah menyatakan penentangan bahwa dirinya tidak tunduk kepada kesultanan. Namun sesungguhnya, perselisihan itu hanyalah ada dalam dua hal yang asasi, yaitu : pertama, permintaan para pengikut gerakan salaf i tentang adanya keharusan untuk komitmen para jama’ah haji dalam berpegang teguh dengan manhaj Islam dan mencabut semua yang keluar dari manhaj Islam. Kedua, adanya perasaan pemerintah Utsmaniyah yang merasa tidak berdaya di hadapan kekuasaan gerakan Wahhabi atas kota-kota suci yang berada di Hijaz. Sebab mereka tahu bahwa ketidakmampuan mereka ini berarti penurunan wibawa dan posisi mereka secara politik.34

Sesungguhnya, Inggris dan Perancis mulai dari awal telah membenci gerakan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, terlebih setelah pemerintah Alu Su’ud beserta orang-orang Qowashim mampu melakukan serangan telak terhadap Armada Inggris pada tahun 1806 M. sehingga perairan Teluk berada di bawah kekuasaannya.35

Sesungguhnya asas-asas Islam yang murni menjadi pondasi dasar pemerintahan Su’ud pertama, dan tujuan utama didirikannya negeri ini adalah untuk melawan kejahatan orang-orang asing di kawasan itu.36

Bukti berikutnya yang menunjukkan bahwa tuduhan Zallum dan HT terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab adalah tuduhan dusta belaka, adalah : Tatkala Ibrahim bin Muhammad Ali Basya37 berhasil menghancurkan Dir’iyah dan menghukum pancung pangeran Abdullah bin Su’ud, Inggris mengutus Kapten George Forester Sadleer38 untuk memberikan ucapan selamat kepada Ibrahim Pasya dan mengajukan kerjasama antara kekuasaan darat Ibrahim Pasya dengan kekuatan laut armada Inggris dalam rangka menghadapi Qowasim yang merupakan pengikut dakwah Muhammad bin Abdil
Wahhab.39

Sungguh, sangat jauh panggang dari api apabila dikatakan bahwa dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab adalah dakwah boneka atau antek-antek Inggris. Padahal dengan

menyebarnya dakwah mubarokah ini ke pelosok dunia lain, melahirkan para pejuang-pejuang Islam. Di India, Syaikh Ahmad Irfaan dan para pengikutnya adalah gerakan yang pertama kali membongkar kebobrokan Mirza Ghulam Ahmad Qadiyaniyah yang semua orang tahu bahwa Qodiyaniyah ini adalah kepanjangan tangan dari kolonial Inggris. Mereka juga memekikkan jihad memerangi kolonial Inggris saat itu di negeri mereka.40

Di Indonesia, tercatat ada Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Nan Renceh, Tuanku Nan Gapuk dan selainnya yang memerangi bid’ah, khurofat dan maksiat kaum adat sehingga meletus perang Paderi, dan mereka semua ini adalah para pejuang Islam yang memerangi kolonialisme Belanda.41 Belum lagi di Mesir, Sudan, Afrika dan belahan negeri lainnya, yang mana mereka semua adalah para pejuang Islam yang membenci kolonialisme kaum kafir eropa.

Wahai Hizbut Tahrir! Bacalah buku-buku dan risalah karangan Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, niscaya engkau akan mengetahui hakikat dakwah ini, dan engkau akan faham hakikat perjuangan dakwah ini.

Penyebab keruntuhan Daulah Utsmaniyah yang tidak difahami oleh Hizbut Tahrir

Abdul Qodim Zallum ghofarollahu lahu di dalam buku Kaifa Hudimatil Khilaafah, ketika menelaah sebab-sebab keruntuhan Daulah Utsmaniyah hanyalah dari aspek eksternal yang kosong dari tinjauan kaca mata al-Qur’an dan as-Sunnah. Dia hanya menelaah konspirasi kaum kuffar dan upaya-upaya mereka di dalam menghancurkan Daulah, tanpa menganalisa dengan kaca mata wahyu, mengapa daulah Utsmaniyah bisa hancur?

Seharusnya dia tidak hanya menelaah كيف هدمت الخلافة (Bagaimana Hancurnya Daulah Khilafah), Namun seharusnya dia menelaah juga لماذا هدمت الخلافة (Mengapa daulah Utsmaniyah bisa hancur)?

Bukankah Allah Ta’ala telah berfirman :

هو الذي أرسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون

“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur 'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan- Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (At-Taubah : 33)

Bukankah ayat di atas merupakan janji Alloh Subhanahu wa Ta’ala bahwa agama ini akan dimenangkan atas agama-agama lainnya?

Bukankah orang-orang kafir mulai dari zaman rasul pertama kali diutus hingga hari kiamat senantiasa membenci dan tidak ridha dengan agama ini, mereka akan senantiasa memerangi dan memadamkan cahaya agama Alloh, sebagaimana dalam firman-Nya :

و لن ترضى عنك اليهود و لن النصارى حتى تتبع ملتهم

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al-Baqoroh : 120)

يريد الله أن يطفئوا نور الله بأفواههم و يأبى الله إلا أن يتم نوره ولو كره الكافرون “Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah

dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (At-Taubah : 32)

Sesungguhnya sebab-sebab keruntuhan pemerintahan Utsmani sangatlah banyak, yang kesemuanya tersimpul pada semakin menjauhnya pemerintahan Utsmani terhadap pemberlakuan syariah Alloh yang menyebabkan kesempitan dan kesengsaraan bagi ummat di dunia. Dampak dari jauhnya pemerintahan Utsmani dari Syariah Alloh ini tampak sekali dalam kehidupan yang bersifat keagamaan, sosial, politik dan ekonomi.42

Alloh Ta’ala berfirman :

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur : 55)

Daulah Utsmaniyah di awal pemerintahannya memenuhi semua syarat-syarat yang termaktub di dalam ayat di atas.

Sebaliknya, di akhir pemerintahannya syarat-syarat itu sama sekali tidak terpenuhi dan menyimpang dari pemahamannya yang asli. Ada beberapa hal yang menyebabkan runtuhnya daulah Utsmaniyah43 yang tidak disinggung oleh Hizbut Tahrir, yaitu :

1. Tidak adanya al-Wala’ (Loyalitas) dan Baro’ (Disloyalitas) yang jelas pada akhir-akhir masa daulah Utsmaniyah. Para penguasa Utsmaniyah terbius dengan budaya dan pemikiran kaum kuffar dan menjadi sekutu mereka. Muhammad Ali Pasya, wali Mesir yang menjadi contoh utama hal ini. Dia adalah boneka bikinan barat dan antek-antek mereka, keberhasilannya memegang tampuk kekuasaan di Daulah Utsmaniyah adalah keberhasilan rencana salibis.44

2. Penyempitan makna ibadah. Ibadah menurut Daulah Utsmaniyah akhir hanya terbatas pada ritual-ritual yang turun temurun dan taklid yang tidak memiliki faidah dan dampak terhadap kehidupan. Hal ini menyebabkan maraknya madzhab sekuler dalam pemerintahan Utsmani yang semakin marak pada akhir-akhir keruntuhannya.45

3. Menyebarnya fenomena syirik, bid’ah dan khurofat. Sisi inilah penyebab kemunduran utama Daulah Utsmaniyah. Mereka terjebak dalam belenggu kebodohan dan kesyirikan, dan mereka meninggalkan tauhid murni yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul. Mulai dari sultan, pembesar hingga rakyat kecil terbelenggu oleh bid’ah, syirik dan khurofat.

4. Pembangunan kubah-kubah kuburan di seluruh wilayah Utsmani mereka lakukan dengan berlomba-lomba membangun yang paling megah. Bahkan mereka pun bernadzar pada makam-makam dan peninggalan nenek moyang mereka. Risalah al-Qoul al-Anfa’ fir raddi ‘an Ziyaraatil Mifdaa’ karya Al-Allamah Mahmud Syukri al-Alusi menjadi saksi atas faham sesat mereka yang bernadzar dan bertabaruk dengan meriam peninggalan Sultan Murad.

5. Bid’ah-bid’ah dan khurofat menjamur dimana-mana, sehingga yang sunnah dianggap bid’ah dan yang bid’ah dianggap sunnah. wal’iyadzubillah.46

6. Gencarnya aktivitas kelompok-kelompok sesat dan menyimpang seperti Syi’ah Isna Asyariyah, Druz, Nushairiyah, Shufiyah, Qadhiyaniyah, dan selainnya. Sesungguhnya kelompok-kelompok sesat inilah yang menjadi tanggung jawab hancurnya kesatuan Daulah Utsmaniyah dan mereka adalah serigala berbulu domba yang harus diperangi dan dijelaskan kesesatannya.

7. Tidak adanya pemimpin Robbani.
8. Penolakan dibukanya pintu ijtihad.
9. Menyebarnya kezhaliman dalam pemerintahan.
10. Perselisihan dan perpecahan.

Inilah sebab-sebab yang tidak diperhatikan oleh Hizbut Tahrir yang merupakan penyebab utama hancurnya Daulah Utsmaniyah. Mereka hanya berkoar-koar seputar konspirasi kaum kuffar dan munafiq, tanpa menelaah penyebab “Mengapa Daulah Utsmaniyah bisa dikalahkan dan dihancurkan oleh konspirasi kaum Kuffar dan Munafiq”!, “Mengapa kaum muslimin kalah melawan agresi kaum kuffar?” dan “mengapa agama yang telah dijanjikan oleh Alloh kemenangan ini menjadi kalah dan terbelakang di antara agama-agama lainnya?!”

Inilah yang tidak mampu mereka jawab, melainkan mereka akan mencari kambing hitamnya. Hizbut Tahrir adalah kelompok yang turut menyuburkan faham quburiyun, khurofiyun, bid’iyun dan shuf iyun47, sehingga mereka tidak akan ridha dan rela terhadap dakwah tauhid yang dibawa oleh Imam Muhammad bin Abdil Wahhab. Mereka akan senantiasa memeranginya, mencercanya, menfitnahnya, membuat kedustaan atasnya, dan mereka akan bersekutu dengan firqoh-firqoh sesat lainnya semisal shufiyun dan syi’ah, dalam rangka memerangi dan menghantam dakwah ini. Kecuali diantara mereka yang dirahmati
Alloh.

Catatan Kaki:

1 Lihat QS al-An’aam : 112

2 Mujassim adalah kelompok yang berpemahaman bahwa Allah memiliki jism (jasmani).

3 Musyabbih adalah kelompok yang berpemahaman bahwa Allah serupa dengan makhluk-
Nya.

4 Hasyawiyah adalah orang yang linglung dengan ucapannya.

5 Nashibah adalah kelompok yang memerangi dan membenci Ali bin Abu Thalib dan Ahlul
Bait.

6 Hizbut Tahrir adalah salah satu kelompok sempalan ‘Islam’ yang didirikan oleh Taqiyudin an-Nabhani ghofarollahu lahu. An-Nabhani adalah salah seorang cucu Yusuf bin Isma’il an- Nabhani, ulama sufi pada zamannya yang menulis kitab Jaami’ Karomatil Awliyaa’ dan Syawahidul Haqq fil Istighotsah bi Sayyidil Kholqi yang isinya dipenuhi dengan bid’ah, syirik dan khurofat, ser ta celaan terhadap para imam Ahlus Sunnah, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Al-Allamah al-Iraqi Mahmud Syukri al-Aluusi telah menulis kitab bantahannya yang berjudul Ghoyaatul Amaani fir Raddi ‘ala-n Nabhani. Sedangkan Taqiyudin an-Nabhani sendiri, secara global aqidahnya bersesuaian dengan aqidah Asy’ariyah Maturidiyah, bahkan an-Nabhani sendiri menyatakan bahwa Asy’ariyah dan Maturidiyah termasuk Ahlus Sunnah tatkala membahas masalah al-Qodho’ wal Qodar. Baca lebih lengkap tentang kesesatan Hizbut Tahrir di al-Jama’aat al-Islamiyyah f i Dhou’il Kitaabi was Sunnah, karya syaikhuna Salim bin Ied al-Hilaaly, hal. 287-361 dan Hizbut Tahrir :

Munaaqosyah ‘Ilmiyyah li-ahammi Mabadi`il Hizbi karya Syaikh Abdurrahman bin Muhammad Sa’id Dimasyqiyyah.

7 Allah Subhanahu wa Ta’ala ber firman :

“Janganlah kalian mensucikan diri-diri kalian, sesungguhnya Alloh yang lebih tahu siapa yang paling bertakwa.” (An-Najm : 32)

Orang ini dengan berani menggunakan nama ‘samaran’ al-Mujaddid (pembaharu), seolah-olah dirinya menganggap bahwa dirinya adalah orang yang memperbaharui agama ini. Dengan nama ini, orang ini bermaksud mensucikan dirinya dan berbangga-bangga dengannya, padahal ini jelas-jelas suatu kezhaliman.

8 Al-Muharrif adalah orang yang gemar merubah sesuatu dari tempatnya.

9 Al-Mudzabdzab adalah orang yang plin-plan atau tidak punya pendirian.

10 Judul ini tidak tepat dari segala sisi. Karena si mudzabdzab/plin-plan ini di dalam tulisannya tidak berpijak pada sumber referensi sejarah yang jelas dan ilmiah! lantas bagaimana bisa dia mengklaim bahwa tulisannya adalah sebuah telaah kritis sejarah?!!

Padahal si mudzabdzab ini tidak menelaah satupun kitab tarikh atau sejarah Utsmaniyah, melainkan hanya menukil dari tulisan pembesarnya yang bukanlah ahli sejarah, semisal Abdul Qodim Zallum dan Umar Bakri Muhammad. Saya sarankan agar si mudzabdzab ini member ikan judul tulisannya dengan judul “Telaah Ngawur Terhadap Sejarah…”

11 Risalah ini adalah risalah yang kecil namun sering dijadikan landasan oleh musuh-musuh dakwah di dalam mencela Syaikh al-Imam. Di dalamnya penuh dengan tuduhan- tuduhan dusta dan fitnah yang tidak berdasar sama sekali. Penulis di dalam menulis risalah ini tidak mendasarkan tulisannya dengan riwayat-riwayat yang shahih terhadap dakwah Syaikh al- Imam, apalagi penulis hidup setelah 60-70 tahun dari zaman Syaikh al-Imam, sehingga hampir keseluruhan isi kitab ini adalah dusta dan batil. Hanya saja kaum shufiyun dan syi’ah sangat bergembira dengan risalah ini. Risalah ini telah dibantah oleh para ulama Ahlus Sunnah, seper ti Shiyanatul Insaan ‘an Waswasi asy-Syaikh Dahlaan (menjaga
manusia dari was-was syaikh Dahlan) yang ditulis oleh al-Allamah al-Muhaddits Muhammad Basyir as-Sahsaawani al-Hindi. Beliau hidup sezaman dengan Ahmad Zaini Dahlan dan pernah berdebat dengannya.

12 Abdul Qodim Zallum ghofarallahu lahu adalah pembesar HT kedua dan pengganti an-Nabhani setelah wafat. Dia memiliki beberapa kitab, diantaranya yang terkenal adalah Kaifa Hudimatil Khilafah. Aqidahnya tidak jauh berbeda dengan pendahulunya, An-Nabhani, yang dekat dengan aqidah Asy’ariyah Maturidiyah.

13 Dia adalah pembesar Thariqat Shufiyah Naqshabandiyah, yang dibaiat sebagai Imam ke-40. Lahir tahun 1922 dan sekarang dia yang melanjutkan estafet bid’ah thoriqot Naqshabandiyah.

14 Murid Nazhim al-Qubrisi yang berdomisili di Amerika, menjadi pimpinan dan pembesar
shufiyah di Amerika, mendirikan “As-Sunna Foundation of America” dan “Haqqani Islamic
Foundation”. Orang ini memiliki website berbahasa Inggris dengan nama ahle-sunnati dan
sunni serta nama-nama ‘palsu’ lainnya.

15 Seperti shalawat Nariyah, Shalawat Badr kedua shalawat ini termasuk shalawat yang
tidak di ajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (red.)

16 Kaifa Hudimat Khilafah ( terjemahan : Konspirasi Barat meruntuhkan Khilafah Islamiyah, hal. 5)

17 Majmu’atu Mu`allafaatu asy-Syaikh (V/11) sebagaimana di dalam al-Islaam Su`al wal
Jawaab, www.saaid.net.

18 Majmu’atu Mu`allafaatu asy-Syaikh (I/394) dan Da’awaa al-Munaawi’iin 233-234
sebagaimana di dalam al-Islaam Su`al wal Jawaab, www.saaid.net.

19 Abu Riya’ al-Buali di dalam risalah kejinya, berdalil dengan hadits Bukhari dan Muslim tentang munculnya dua tanduk syetan, dan menafsirkan dengan menukil ucapan Sayyid Alwi Ahmad Abdullah al-Haddad Ba’alawi, bahwa yang dimaksud dua tanduk syetan itu adalah Musailimah al-Kadzdzab dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Wal’iyadzubillah. Ini adalah sungguh fitnah dan tuduhan yang paling keji. Saya katakan, Abu Riya’ ini orang yang tidak ilmiah sama sekali, mudallis, pendusta dan aqidahnya rusak. Ada dua catatan yang perlu saya sampaikan di sini. Yaitu :

1. Abu Riya’ menukil hadits-hadits fitan dan dajjal dari website ahle-sunnat (baca : ahle-bida’, karena diadminstratori oleh Shufiyun dari Naqshabandiyah dan Alawiyun dari eropa), dan Abu Riya’ ini melakukan kesalahan yang parah di dalam penterjemahan hadits. Contohnya dia menterjemahkan ahlul awtsan (para penyembah berhala) dengan arti ‘Amerika dan Inggris’. Kemudian anehnya lagi, bagaimana bisa dia menyebutkan hadits-hadits fitan yang bersifat khobar iyah (aqidah) ini sedangkan HT sendiri tidak mengimaninya?!! Sungguh keanehan yang paling aneh!

2. Bahwa Nejd yang disebutkan di dalam hadits-hadist tersebut bukanlah Hijaz tempat lahirnya Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab, namun Nejd yang disebutkan adalah Iraq. Berikut ini penjelasannya secara ringkas. Dari Ibnu Umar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

اللهم بارك لنا في شامنا اللهم بارك لنا في يمننا. قالوا: يا رسول الله! وفي نجدنا؟! قال: اللهم بارك لنا في
شامنا اللهم بارك لنا في يمننا. قالوا: يا رسول الله! وفي نجدنا؟! –فأظنه قال في الثالثة- ((هناك الزلازل
والفتن, وا يطلع قرن الشيطان)) لفظ البخاري

“Ya Alloh berkahilah Syam kami dan Yaman kami”. Para sahabat berkata, “juga Nejd kami?” Rasulullah berkata, “Ya Alloh berkahilah Syam kami dan Yaman kami”. Para sahabat berkata, “juga Nejd kami?” –Saya (perawi) menduga beliau menyebutkan tiga kali kemudian Nabi bersabda, “Dari sanalah (Nejd) keguncangan dan fitnah bermula, dan disana pula muncul dua tanduk syaithan.” (HR Bukhari).

Nejd dalalm hadits ini diterangkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Thobroni dalam al- Kabir (XII/383 no. 13422) dari Ismail bin Mas’ud, mengabarkan Abdullah bin Abdullah bin ‘Aun dari ayahnya, dari Nafi’, dan sanadnya jayyid, Rasulullah bersabda :

اللهم بارك لنا في شامنا اللهم بارك لنا في يمننا, فقالها مرارا, فلما كان في الثالثة أو الابعة, قالوا: يا رسول
الله! وفي عراقنا؟ ((إنا ا الزلازل والفتن, وا يطلع قرن الشيطان)).

“Ya Alloh berkahilah Syam kami dan Yaman kami” beliau mengulangnya beberapa kali, ketika beliau mengucapkan yang ketiga atau keempat kalinya, para sahabat berkata :

‘Wahai Rasulullah, dan juga Iraq kami?” Dari sanalah keguncangan dan fitnah bermula, dan disana pula muncul tanduk syaithan.”

Hadits di atas menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Nejd pada hadits Bukhari adalah Iraq. Kami sebutkan lagi dalilnya. Diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menghadap ke arah timur kemudian bersabda :

ألا إن فتنة هاهنا, ألا إن فتنة هاهنا حيث يطلع قرن الشيطان (رواه مسلم)

“Ketahuilah sesungguhnya fitnah berasal dari sini, sesungguhnya fitnah berasal dari sini, disinilah muncul tanduk syaithan.” (HR Muslim). Padahal telah diketahui bersama, bahwa ketika Nabi bersabda demikian, beliau berada di Madinah, dan ketika itu beliau menghadap ke arah timur sedangkan timur Madinah adalah Iraq, padahal Nejd Hijaz ada di selatan Madinah, lantas bagaimana bisa mereka mengambil dalil bahwa Najd yang dimaksud adalah Hijaz?

Hal ini juga diperkuat dengan munculnya fitnah di Iraq seperti pembunuhan Husain, fitnah Ibnul Asy’ats, fitnah al-Mukhtar yang mendakwakan diri sebagai Nabi dan fitnah-fitnah lainnya.

Bacalah perkara ini di dalam kitab al-Iraaq fi Ahaaditsi wa Aatsari al-Fitan karya Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman haf izhahullahu, beliau memaparkan seluruh hadits-hadits fitnah dan menunjukkan jalan-jalan periwayatan hadits serta pemahaman ulama ahlil hadits terhadap hadits fitan ini. Oleh karena itu apa yang didakwakan oleh Abu Riya’ al-Buali al-Kadzdzab ini adalah suatu kebodohan dan kedustaan. Na’udzubillah min Jahalati Ahlil Bid’ah.

20 Lihat : Aqidatus Syaikh Muhammad bin Abdill Wahhab wa atsaruhaa fil ‘Aalam al-Islaamiy (I/27) karya Syaikh DR. Sholih al-‘Abud hafizhahullahu. Lihat pula pembahasan yang serupa di dalam Muhammad bin Abdul Wahhab, Hayatuhu wa Fikruhu hal. 11 karya Syaikh Abdullah al-‘Utsaimin.

21 Lihat : ad-Daulatu as-Su’udiyah al’Uula karya sejarawan Syaikh Abdurrahim bin
Abdurrahim, hal. 393-393, sebagaimana di dalam kitab Fushul min Siyasat is Syar’iyyah.

22 Lihat : asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab fi Mir`aati Syarq wal Ghorbi hal. 240.
23 Idem.

24 Lihat : Majalah al-Asholah, no. 31, tahun ke-6, hal. 43.

25 Al-Mudzabdzab, salah seorang syabab Hizbut Tahrir yang menulis celaan terhadap Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab juga menukil dari tulisan Hampher ini sebagaimana dia terangkan dengan jelas. Hanya saja dia tidak menjelaskan sumber penukilannya. Saya menduga bahwa dia menukil dari website shufiyun berbahasa Inggris. Hal ini terbukti bahwa dia menulis judul buku ini dengan “Confessions of A British Spy” yang mana si mudzabdzab ini mengklaim bahwa buku ini menjelaskan secara mendetail tentang pendirian Wahabi.

Padahal tidak diketahui naskah asli Hampher ini. Naskah risalah Hampher yang telah dicetak berjudul I ’tiraafaat al-Jassuus al-Injilizi. Cetakan terbarunya dicetak dan disebarkan secara cuma-cuma di Maktabah al-Haqiqoh, Jl. Syafaqoh, Fatih 57, Instanbul, Turki, th. 1413 (1992) yang berjumlah 103 halaman dengan tambahan ‘Adawatul Inkilizi lil Islaam (44 halaman) dan Khulashotul Kalaam (37 halaman). Hakikat Hampher dan tulisannya akan
kami sibak sebentar lagi –insya Alloh-.

26 Allah Ta’ala ber firman :

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu t idak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu” (Al-Hujurat : 6)

Syaikh Malik Husain berkata : “Pada ayat ini ada pelajaran ilmiyah bagi kelompok orang-orang
mukmin, yang menjaga agamanya dan menjaga hubungan persaudaran antar sesama muslim, dengan mencari kejelasan (tatsabut) terhadap semua berita miring yang dilontarkan untuk memecah belah barisan kaum muslimin.” (Lihat : op.cit). Kami katakan\ kepada Hizbut Tahrir, dimana pengimplementasian aqidah al-Wala’ wal Bara’ anda?!!
Dimana letak tabayun ilmiah anda?! ! Dimana letak kejujuran dan amanah anda?? Jika berita kaum kafir lebih anda sukai daripada berita para perawi yang tsiqoh, ‘adil dan dlobit! Apakah begini ini manhaj anda?! Aduhai, alangkah rusak dan binasanya!

27 Hampher ini orang yang tidak dikenal di dalam sejarah. Tidak pernah ada satupun sejarawan baik muslim maupun orientalis yang menyebut namanya. Tidak disebutkan hal ihwalnya sama sekali di buku-buku sejarah Utsmaniyah yang mu’tabar seperti Roudhotul Afkar karya Ibnu Ghonam, Unwanul Majid fi Tarikhin Nejd karya Utsman an-Najdi, Aja`ibil Atsar karya al-Jabaroti, Al-Badruth Thooli’ karya Imam Muhammad Ali asy-Syaukani, Tarikh Nejd karya Mahmud Syukri al-Alusi, Hadlir al-‘Alam al-Islami karya Syakib Arselan dan selainnya dari sejarawan Muslim. Bahkan Hampher di buku sejarah yang ditulis orinetalis pun juga tidak pernah disebut namanya, seperti ‘Travels through Arabs”, “Notes the
Bedouins and the Wahabys” tulisan Bur k Hert, “A Br ief Story of Wahhabys” tulisan Gifford Palgrave, “Imams and Sayeds of Oman” tulisan Percy Beder, “Travels in Arab Desert” tulisan Doughty, “Notes on Mohammadanism The Wahhaby” tulisan T.P. Huges dan lainlain.

Oleh karena itu kami tantang Hizbut Tahrir ataupun selainnya untuk menunjukkan kepada kami buku sejarah Utsmani yang menyebutkan Hampher.

28 Bagaimana bisa par tai yang mengklaim menegakkan hukum Islam mengambil kesaksian
dari seorang kafir yang gemar melakukan kemaksiatan yang kegemarannya minum khomr
dan berdusta, sebagaimana kesaksian Hampher sendiri di dalam mudzakkarat-nya
halaman 14,15,18,19,27,28,44.

29 Lihat : Majalah Al-Asholah, no. 31, tahun ke-6, hal. 45.

30 Inilah yang benar mengenai tahun lahirnya syaikh sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Ghonam dan Ibnu Bisyr yang hidup sezaman dengan syaikh. Adapun yang ditulis oleh Zaini Dahlan (hidup 60 tahun lebih setelah waftanya syaikh) bahwa syaikh dilahirkan tahun 1111 H dan dinukil oleh al-Mudzabzab di dalam risalalahnya adalah kesalahan yang nyata.
Syakib Ar selan juga melakukan kesalahan tatkala menyebutkan bahwa syaikh lahir tahun
1116 H. Yang lebih aneh lagi adalah yang disebutkan oleh orientalis Huges dalam “Dictionary of Islam”, Wilfer Wilfred dalam “Pilgr image to Najd” dan Zweimer dalam “The Cradle of Islam Arabia” ser ta selainnya yang menyebutkan bahwa syaikh lahir tahun 1291 H. Lihat : Muhammad bin Abdul Wahhab Mushlih Mazhlum wa Muftaraa ‘Alahi karya Syaikh
Mas’ud Nadwi al-Hindi.

31 op.cit.

32 Lihat : ad-Daulat al-Utsmaniyah, DR. Jamal Abdul Hadi, hal. 94 sebagaimana di dalam ad-Daulah al-Utsmaniyah awamilin Nuhudl wa Asbaabis Suquuth karya DR. Ali Muhammad ash-Sholabi. ( terj, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah)

33 idem: hal,. 95.

34 Lihat : Qiro’ah Jadidah fit Tarikh al-Utsmani, hal. 183, sebagaimana di dalam ad-Daulah al-Utsmaniyah awamilin Nuhudl wa Asbaabis Suquuth karya DR. Ali Muhammad ash-Sholabi. (terj, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah)

35 Idem, hal. 158.
36 Idem, hal. 156

37 Muhammad Ali Pasya adalah gubernur Mesir yang sangat membenci dakwah Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab. Dia adalah antek-antek kafir Inggris yang menelikung kesultanan Utsmani setelah kekuasaannya menyebar. Dia adalah pendahulu Mustafa Kemal Pasya, seorang pengkhianat dan serigala berbulu domba. Muhammad Ali adalah kaki tangan gerakan yahudi Freemasonry, yang fikirannya teracuni oleh Napoleon ketika mereka ber temu. dan melakukan hubungan baik. Muhammad Ali sangat mencintai budaya eropa dan membenci budaya Islam, dimana ia merupakan peletak sekulerisme di negeri-negeri Islam. Sangat banyak goresan pena para sejarawan yang menjelaskan kejahatan Muhammad Ali ini, diantaranya adalah al-Jabaroti (dalam Aja’ibil Atsaar) yang hidup sezaman dengannya. Muhammad Ali mengutus anaknnya Thussun untuk memerangi Dakwah Wahabiyah namun gagal, dan anaknya Ibrahim yang berhasil mengalahkan pangeran Abdullah dan membunuh beliau. Ini menunjukkan bahwa syabab Hizbut Tahrir bodoh terhadap sejarah dan menunjukkan bagaimana mereka membenci dakwah tauhid yang mubarokah ini. Allahul Musta’an.

38 Lihat : Dalil al-Khalij at-Tarikhi, J.J. Lurimer (2/1009-1010).
39 Lihat : Huruub Muhammad Ali ‘ala asy-Syaam, DR. Ayidl ar-Ruqi, hal. 112.

40 Lihat : Al-‘Alam al-Aroobi fit Tarikh al-Hadits dan Aqidatus Syaikh Muhammad bin Abdil
Wahhab wa Atsaruha fil ‘Alam al-Islamiy karya Dr. Sholih al-‘Abud.

41 Lihat : Pusaka Indonesia Riwajat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air, Oleh : Tamar
Djaja, Cet. VI, 1965, Penerbit Bulan Bintang Djakar ta, hal. 339-dst.

42 Lihat : Ad-Daulah al-Utsmaniyah Awamilin Nuhudl wa Asbaabis Suquuth, karya DR. Ali
Muhammad ash-Sholabi (terj, Bangkit dan Runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah), hal.652.

43 idem, hal. 655

44 Lihat : al-Inharafaat al-Aqodiyah wal Ilmiyyah (I/181) sebagaimana dalam idem, hal. 662.
45 idem, hal. 664-671 dengan diringkas.

46 Lihat : al-Inhirafaat al-Aqodiyyah wal ‘I lmiyyah yang memaparkan hal ini secara gamblang
sebagaimana dalam ibid, hal. 672-678 secara ringkas.

47 Sebagaimana tampak nyata dalam tulisan Abu Riya’ al-Buali dan al-Mudabdzab yang
membela faham quburiyun, shufiyun dan khurofiyun ini.