Penulis : Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri
Berikut adalah terjemah lengkap dari transkrip muhadharah pertama
Asy-Syaikh Khalid Azh-Zhafiri di Jogja bulan Agustus kemarin (tahun
2008).
Temanya seputar ciri khas manhaj As-Salaf. Kami sarankan kepada setiap
yang menghendaki kebaikan untk membaca dan memahami isinya dengan
seksama, karena di dalamnya terdapat banyak sekali faidah manhajiah yang
bisa meluruskan akidah dan manhaj seseorang, baik ketika dia
bermuamalah dengan dirinya, dengan orang yang semanhaj dengannya dan
dengan orang yang bertentangan dengannya. Kalimat dalam kurung ‘[]‘
adalah tambahan dari kami, semacam judul agar pembaca bisa memahami
dengan baik setiap ucapan dari Asy-Syaikh hafizhahullah. Selamat membaca
…
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sesungguhnya segala pujian hanya untuk Allah. Kami memuji kepada-Nya,
meminta pertolongan hanya kepada-Nya dan meminta ampunan hanya
kepada-Nya. Kita berlindung kepada-Nya dari kejelekan jiwa-jiwa kita dan
kejelekan amalan-amalan kita.
Barangsiapa yang diberi hidayah oleh Allah, niscaya tidak ada yang
sanggup menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan oleh Allah, maka
tidak ada yang mampu memberi hidayah kepadanya. Saya bersaksi bahwa
sesungguhnya tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa sesungguhnya
Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan
sebenar-benarnya takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kalian mati
kecuali dalam keadaan muslim”. (QS. Ali Imran: 102)
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا
وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
“Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb kalian yang telah
menciptakan kalian dari diri yang satu, dan darinya Allah menciptakan
isterinya; dan Allah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kalian saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi
kalian”. (QS. An-Nisa`: 1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا
سَدِيدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ
وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki
amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa
mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat
kemenangan yang besar”. (QS. Al-Ahzab: 70-71)
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah firman Allah dan sebaik-baik
tuntunan adalah tuntunan Muhammad -Shallallahu alaihi wa ala alihi
wasallam-. Seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan.
Karena sesungguhnya semua yang diada-adakan itu adalah bid’ah dan semua
bid’ah adalah kesesatan. Sedangkan semua kesesatan berada dalam Neraka,
amma ba’du:
[Pendahuluan]
Sesungguhnya seorang muslim dan mukmin ketika dia memperhatikan keadaan
kaum muslimin pada zaman-zaman ini, niscaya dia akan melihat
perselisihan yang sangat sengit di antara kaum muslimin, dia akan
melihat banyak sekte yang beraneka ragam, serta kelompok-kelompok yang
banyak dimana setiap kelompok berbangga dengan apa yang ada pada diri
mereka. Apakah jalan untuk selamat dari kelompok-kelompok ini dan apakah
jalan untuk lepas dari berbagai manhaj yang menyimpang ini, yang telah
menyesatkan manusia serta menjauhkan mereka dari jalan Nabi r dan dari
berpegang teguh kepada manhaj as-salaf as-saleh?
Sesungguhnya jalan untuk selamat dari mazhab-mazhab dan
kelompok-kelompok ini adalah dengan berpegang teguh dengan apa yang Nabi
r dan para sahabat beliau berada di atasnya. Karenanya, Nabi kita r
bersabda -sebagaimana dalam hadits Muawiah t- bahwa orang-orang Yahudi
telah berpecah belah menjadi 71 sekte, semuanya di dalam neraka kecuali
satu. Nashrani juga telah terpecah belah menjadi 72 sekte, semuanya di
dalam neraka kecuali satu. Dan umat ini -yakni umat Nabi r, dimana kita
termasuk di dalamnya- akan terpecah menjadi 73 sekte, semuanya di dalam
neraka kecuali satu. Beliau ditanya, “Siapakah mereka wahai Rasulullah?”
Para sahabat bertanya kepada beliau karena mereka sangat bersemangat
untuk mengetahui kebaikan, semangat dalam mengetahui jalan yang benar,
semangat untuk menjauhi semua sebab yang bisa menjatuhkan mereka ke
dalam neraka Jahannam serta semua sebab kesesatan, kebinasaan dan
kerugian. Maka Nabi r menjawab, “Mereka adalah al-jamaah,” dalam
sebagian riwayat, “Siapa yang berada di atas jalan yang saat ini saya
dan para sahabatku berjalan di atasnya.”
Kalau begitu inilah al-firqah an-najiah, inilah ath-thaifah al-manshurah
dan inilah kelompok yang dijamin keselamatannya oleh Nabi r.
Perhatikanlah perbandingan jumlah antara para pengikut kebinasaan dan
kerugian dengan jumlah para pengikut kebaikan dan keberuntungan, 72
kelompok berbanding satu kelompok yang selamat. Karenanya para ulama
mengatakan: Sesungguhnya keberadaan ahlus sunnah atau pengikut kebenaran
di dalam kaum muslimin sebagaimana keberadaan kaum muslimin di dalam
agama-agama yang kafir, yang bertentangan dengan Islam lagi tidak
beriman kepada Allah. Jumlah ahlussunnah as-salafiyun sangat sedikit
jika dibandingkan dengan jumlah seluruh kaum muslimin, sebagaimana
jumlah kaum muslimin yang berada di atas Islam yang benar, sangat
sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pemeluk agama-agama lainnya yang
kafir. Sebagaimana yang Nabi r kabarkan, bahwa jumlah mereka (kaum
muslimin) seperti bulu yang putih pada sapi yang hitam atau seperti bulu
yang hitam pada sapi yang putih. Jumlah yang sedikit ini seharusnya
menjadikan kita takut, jangan sampai kita termasuk ke dalam golongan
orang-orang yang binasa. Ketakutan yang luar biasa jangan sampai kita
termasuk di dalamnya, di dalam kelompok-kelompok sesat, yang Nabi r
telah mengancam mereka dan beliau mengabarkan bahwa mereka akan menjadi
penghuni neraka.
[Perhatian Nabi r dan para ulama setelah beliau akan permasalahan ini]
Kemudian, kelompok yang selamat dan kelompok yang tertolong ini, Nabi r
tidak mengabarkan adanya begitu saja tanpa menyebutkan tanda-tandanya,
dan para salaf as-saleh juga tidak membiarkannya tanpa menjelaskan
nama-namanya, sifat-sifatnya dan ciri khasnya. Semua hal itu telah
dijelaskan oleh para sahabat, telah dijelaskan dalam sunnah Nabi r, dan
juga datang penyebutannya dalam Al-Qur`an serta dari para salaf saleh
yang hidup di abad pertama dan yang telah lampau. Mereka semua
menjelaskan mengenai firqah an-najiah ini, mereka menjelaskan ciri khas
firqah an-najiah dan ath-taifah al-manshurah ini, yang merupakan jalan
keselamatan. Barangsiapa yang berpegang teguh kepadanya dan masuk ke
dalamnya maka dia termasuk ke dalam orang-orang yang beruntung.
Karenanya pada pembahasan kali ini, kita akan berbicara mengenai
sebagian dari ciri khas salafiyun, ahlussunnah wal-jama’ah, ahlil
hadits, ath-thaifah al-manshurah, al-firqah an-najiah. Semua nama ini
adalah penamaan untuk satu kelompok, yaitu siapa saja yang mengikuti
Nabi r dengan sebenar-benarnya, yang berpegang teguh dengan Al-Kitab dan
sunnah Nabi r sesuai dengan pemahaman para salaf as-saleh. Ciri-ciri
inilah yang akan kita jelaskan, dengan izin Allah Ta’ala.
Kemudian wahai saudaraku di jalan Allah, ketahuilah bahwa manhaj salaf
mempunyai ciri-ciri yang penjelasannya diterangkan dalam kitabullah dan
dalam sunnah Nabi r. Juga telah dijelaskan oleh para sahabat dan tabiin
yang hidup di abad pertama, serta para ulama yang terdahulu dan
belakangan. Mereka semua menjelaskan tanda-tanda ini serta menerangkan
ciri-ciri ini, agar manusia bisa berpegang teguh dengan manhaj salaf
yang merupakan jalan keselamatan dan keberuntungan di dunia dan akhirat.
Para ulama telah menulis banyak karangan dalam permasalahan ini, mereka
mengarang banyak karangan berkenaan dengannya. Al-Imam As-Sam’ani
mempunyai sebuah kitab yang agung dalam masalah ushul ahlussunnah wal
jamaah, di dalamnya beliau menyebutkan sejumlah ciri yang sangat penting
di antara ciri-ciri mereka (ahlissunnah). Kitab ini termasuk kitab yang
tidak ditemukan keberadaannya, akan tetapi ciri-ciri yang tersebut
dalam kitab ini telah dihimpun dan dijelaskan oleh Al-Allamah Ibnul
Qayyim dalam kitabnya yang agung yang berjudul Ash-Shawa’iq Al-Mursalah.
Kemudian kitab (Ibnul Qayyim) ini diringkas lagi oleh Al-Maushili
dengan judul Mukhtashar Ash-Shawa’iq Al-Mursalah. Al-Imam As-Sam’ani
-rahimahullah- telah menguraikan ciri-ciri ini, kemudian hal itu
dipermantap lagi oleh Ibnul Qayyim, dan para imam -rahimahumullah-
senantiasa menganjurkan untuk kembali merujuk kepadanya dalam
permasalahan ini.
[Ciri pertama]
Ciri yang pertama: Ahlussunnah atau pengikut manhaj as-salaf selalu
komitmen dalam mengikuti al-kitab dan komitmen dalam mengikuti sunnah
Nabi r.
Mereka bersikap berdasarkan keduanya, membatasi diri (dalam berbuat)
dengan keduanya dan tidak meninggalkan keduanya ataupun melampaui batas
dari keduanya. Mereka tidak menyimpang ke kanan dan ke kiri bersama
jalan-jalan yang beraneka ragam itu yang merupakan jalan-jalan setan.
Mereka berpegang teguh kepada Al-Kitab, Sunnah Nabi r di atas sesuatu
yang putih, di atas jalan yang lurus lagi jelas, tidak ada di dalamnya
kekelaman, tidak pula kegelapan. Bahkan dia sangat jelas seperti sesuatu
yang putih, yang malamnya sama seperti siangnya, sebagaimana yang
disifatkan oleh Nabi r.
[Syarh hadits Irbadh bin Sariah]
Nabi kita r bersabda di dalam hadits Al-Irbadh bin Sariah -dan ini
adalah hadits yang sangat agung-, Irbadh t berkata, “Nabi r memberikan
nasehat kepada kami dengan nasehat yang sangat mendalam. Karenanya
hati-hati kami bergetar dan air mata kami bercucuran. Maka kami
berkata, “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah wasiat perpisahan,
maka berikanlah wasiat kepada kami.” -Sahabat ini mengatakan bahwa
nasehat yang engkau berikan kepada kami ini wahai Rasulullah, bagaikan
nasehat dari keluar dari seseorang yang tengah mengucapkan selamat
tinggal kepada kaumnya karena dia akan pergi ke negeri akhirat
(meninggal). Bagaimanakah keadaan seseorang yang mengucapkan selamat
tinggal kepada kaumnya, dengan apakah dia berwasiat kepada mereka? Tidak
diragukan lagi pasti dia akan berwasiat kepada mereka dengan
perkara-perkara yang paling penting, masalah-masalah penting yang
padanya terdapat keberuntungan dan keselamatan mereka. Beliau r
menjawab, “Saya berwasiat kepada kalian dengan ketakwaan kepada Allah,
tetap mendengar dan taat walaupun yang memerintahkan kalian adalah
seorang budak habasyi. Sesungguhnya siapa di antara kalian yang hidup
setelahku, niscaya dia akan melihat perselisihan yang banyak.”
Perselisihan inilah yang sedang kita bahas, inilah yang tengah kita
lihat dengan mata-mata kepala kita, kita hidup pada kenyataan kita
seperti itu, jalan-jalan yang beraneka ragam, metode-metode setan yang
sangat banyak. Akan tetapi jalan dan metode yang benar tetap satu, tidak
ada kebengkokan di dalamnya, tidak ada kekelaman, kegelapan dan yang
semcamnya. Beliau bersabda selanjutnya, “Maka wajib atas kalian untuk
mengikuti sunnahku,” inilah jalan keselamatan, “dan sunnah para khalifah
yang mendapatkan petunjuk lagi di atas hidayah. Gigitlah ia dengan gigi
geraham kalian,” yakni:gigitlah ia dengan gigi kalian yang paling
dalam. Ini adalah dalil dan ungkapan yang menunjukkan kuatnya tamassuk
kepada sunnah Nabi r. Karena seseorang terkadang memegang sesuatu dengan
tangannya, atau dengan tangannya yang lain atau dengan kakinya. Akan
tetapi tatkala dia menahannya dengan gigi geraham, yakni dia sudah
memegangnya dengan kedua tangannya, menahannya dengan semua bagian
tubuhnya, merangkulnya kepadanya dan menggigitnya dengan gigi
gerahamnya, ini semua dilakukan oleh orang yang mengikuti sunnah Nabi r.
Kemudian beliau r mentahdzir dari jalan-jalan bid’ah, memperingatkan
dari bid’ah, “Waspadalah kalian dari semua perkara yang di ada-adakan,
karena semua yang diada-adakan adalah bid’ah, semua bid’ah adalah
kesesatan dan setiap kesesatan berada di dalam neraka.” Sebagai
kebalikan dari beliau memotifasi agar mengikuti sunnah Nabi r, tamassuk
dengannya dan sunnah para salaf as-saleh dari kalangan khulafa
ar-rasyidin, menyuruh untuk menggigitnya dengan gigi geraham, sebagai
kebalikannya beliau juga mentahdzir dari perkara-perkara yang
bertentangan dengan sunnah ini dan bertolak belakang dengan sunnah ini,
yaitu perbuatan bid’ah, mengada-adakan, jalan-jalan yang diada-adakan.
Beliau memperingatkan darinya dengan sabdanya, “Waspadalah kalian dari
semua perkara yang diada-adakan,” kemudian beliau bersabda, “semua yang
diada-adakan adalah bid’ah,” tidak ada di dalam agama bid’ah hasanah
(baik) dan tidak pula bid’ah sayy`iah (jelek), bahkan semua bid’ah
adalah kejelekan, semuanya adalah kesesatan. Kata ‘kullu’ (semua)
bermakna umum yang mencakup semua perkara yang diada-adakan, karena
semua yang diada-adakan adalah bid’ah dan kesesatan. Nabi kita r juga
mengabarkan kepada kita sebagaimana dalam hadits Ibnu Mas’ud, dia
berkata, “Rasulullah r menggaris di hadapan kami sebuah garis yang
lurus, kemudian beliau membuat garis-garis yang bengkok di sisi kanan
dan kiri garis lurus tersebut. Kemudian beliau bersabda, “Garis yang
lurus ini adalah jalan Allah yang lurus –inilah jalannya salaf as-saleh,
inilah manhaj as-salaf, yang berjalan di atas jalan yang lurus-, adapun
jalan-jalan yang menyimpang ke kanan dan ke kiri, maka pada setiap
jalan darinya ada setan yang menyeru kepadanya,” inilah
kelmpok-kelompok, padanya ada setan-setan dari kalangan jin dan manusia,
dia mengajak manusia, mengajak ahlussunnah, mengajak kaum muslimin
untuk terjun ke dalam kelompok-kelompok ini, ke dalam jalan-jalan bid’ah
buatan setan ini, sampai mereka semua sesat dan binasa. Nabi kita r
juga bersabda, “Barangsiapa yang benci kepada sunnahku maka bukan
termasuk dariku.” Semua dalil dan hadits ini menunjukkan ciri khas yang
agung ini, yang ahlussunnah wal jamaah berbeda dari selainnya, yaitu
mengikuti al-kitab, mengikuti as-sunnah sesuai dengan pemahaman para
salaf as-saleh. Mereka bukanlah kaum yang hanya berpegang kepada
Al-Qur`an lalu meninggalkan sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh
sekte Al-Qur`aniyun, mereka tidak mengambil akal dan meninggalkan
Al-kitab dan As-sunnah, sebagaimana yang dilakukan oleh al-aqlaniyun,
tidak juga mengambil sunnah lalu membatalkan Al-Qur`an. Bahkan mereka
mengambil dan memadukan antara Al-Qur`an dan sunnah Nabi r. Maka orang
yang mengikuti Al-Qur`an, wajib atasnya untuk mengikuti sunnah Nabi r.
Allah -Azza wa Jalla- telah berfirman dalam ayat yang agung, yang para
ulama menamakannya dengan nama ayat mihnah, karena ayat ini menguji
manusia dan menyaringnya, apakah dia jujur dalam mengikuti Al-Qur`an
dalam mengikuti Rabbnya ataukah dia tidak jujur di dalamnya, “Katakanlah
kalau kalian mencintai Allah maka ikutilah aku niscaya Allah akan
mencintai kalian.”
Maka orang yang jujur dalam kecintaannya kepada Allah maka wajib atasnya
untuk mengikuti Nabi-Nya r, yang Allah utus kepada manusia sebagai
pemberi kabar gembira dan peringatan. Inilah ciri khas yang pertama lagi
agung yang dengannya ahlussunnah wal jamaah dan manhaj salafy berbeda
dari yang lainnnya.
[Ciri kedua]
Di antara ciri khas ahlussunnah wal jamaah as-salafy, adalah apa yang
As-Sam’ani -rahimahullah- sebutkan, yaitu satunya mereka dalam akidah
walaupun tempat tinggal mereka berjauhan. Engkau melihat mereka dalam
masalah akidah di atas satu metode, di atas jalan yang satu. Mereka
menyebutkan akidah mereka, yang satunya tinggal di timur, yang lainnya
tinggal di barat, yang satunya tinggal di Jazirah, di Yaman, di Syam,
kamu akan menjumpai mereka di atas satu akidah dan di atas jalan yang
sama. Ini termasuk dari ciri khas terbesar ahlussunnah wal jamaah,
termasuk dari ciri khas terbesar para pengikut manhaj yang benar,
pengikut manhaj as-salafay. Kamu menjumpai mereka di atas satu jalan,
walaupun tempat tinggal mereka berjauhan. Salafy yang ada di Indonesia
sama persis dengan salafy yang ada di negeri Hijaz, sama dengan salafy
yang ada di Najd, sama dengan salafy yang ada di Yaman, sama dengan
salafy yang ada di Syam. Mereka semua, kenapa akidah mereka bisa sama?
kenapa keyakinan mereka bisa satu? Karena mereka berjalan di atas satu
jalan. Orang yang berjalan di atas Al-Kitab dan berjalan di atas sunnah
Nabi r sesuai dengan pemahaman salaf as-saleh, akan menjumpai bahwa
ahlussunnah berada di atas satu jalan, dan di atas metode yang sama
walaupun tempat tinggal mereka berjauhan. Karenanya beliau (As-Sam’ani)
-rahimahullah- berkata, “Di antara dalil yang menunjukkan ahli hadits
berada di atas kebenaran, adalah kalau kalian menelaah kitab-kitab
karangan mereka dari yang pertama sampai yang terakhir, yang terdahulu
dan yang belakangan -yakni yang hidup di zman terdahulu dan yang
belakangan- kamu akan mendapati mereka dalam masalah akidah -bersamaan
dengan berbedanya negeri-negeri mereka dan zaman kehidupan mereka dan
berjauhannya rumah-rumah mereka dan setiap dari mereka bertempat tinggal
di daerah sendiri-, mereka berada di atas metode yang sama, di atas
cara yang sama, mereka semua berjalan di atas satu jalan dan mereka
tidak menyimpang darinya, hati-hati mereka tidak keluar dalam masalah
itu darinya. Hati-hati mereka bagaikan hati satu orang,
penukilan-penukilan mereka juga sama, kamu tidak mendapati adanya
perselisihan dan tidak pula perpecahan dalam masalah apapun walaupun
sedikit. Bahkan kalau kamu mengumpulkan semua yang diriwayatkan dari
lisan-lisan mereka dan apa yang mereka nukil dari para pendahulu mereka,
niscaya kamu akan mendapatinya seakan-akan dia berasal dari hati yang
sama, keluar dari lidah yang sama. Maka apakah ada dalil yang
menunjukkan akan kebenaran yang lebih jelas daripada ini?!”
Maka ini adalah tanda yang besar dan dalil yang jelas yang menunjukkan
bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang benar. Karena para pengikut manhaj
ini -walaupun daerah mereka berjauhan dan zamannya tidak sama-, kamu
menemukan mereka di atas metode yang sama dalam masalahg akidah.
Lihatlah misalnya pada apa yang dibawakan oleh Asy-Syaikh Al-Albani
-rahimahullah- dan akidah yang dia sebutkan dari mereka (ulama salaf),
kemudian lihat juga yang dibawakan oleh Samahah Asy-Syaikh Abdul Aziz
bin Baz -rahimahullah- berupa perkara akidah, demikian oula syaikh Ibnu
Utrsaimin -rahimahullah- dalam masalah akidah, lihat juga di hijaz,
Asy-Syaikjh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafizhahullah-, lihat juga di
selatan, Syaikh Ahmad An-Najmi -rahimahullah- dan demikian seterunya.
Hitunglah semua ulama, niscaya kamu akan mendapati mereka berada di atas
akidah ahlussunnah wal jamaah dan apa yang mereka sebutkan berupa
akidah dan manhaj salaf, seakan-akan mereka di atas satu jalan. Kenapa?
Karena mereka semua mengambil kidah mereka dari sumnber yang sama dari
mata air yang sama, yang jernih, tidak ada kekeruhan dan kekelaman
padanya, mata air ini adalah kitabullah, sunnah Nabi r sesuai dengan
pehamaman salaf as-saleh
[Keadaan ahli bid’ah dan ahwa dalam masalah ini]
Adapun kalau kamu melihat kepada ahli ahwa dan ahli bid’ah maka kamu
akan melihat mereka saling menyerang antara satu sama lain, saling
memusuhi antara satu dengan yang lainnya, mengkafirkan antara satu
dengan yang lainnya, sehingga setiap sekte dari mereka mengkafirkan
sekte lainnya, mentahdzir dari sekte yang lainnya, tanpa berlandaskan
dengan dalil bahkan hanya berdasarkan hawa nafsu, dengan fanatisme,
hizbiyah, sehingga sekte ini menyerang sekte ini dan seterusnya. Hal ini
sudah berlangsung sejak dahulu, dimana ahlul ahzab dan ahwa saling
berperang di antara mereka. Al-Muktazilah mengkafirkan Al-Asy’ariah,
mentahdzir mereka dan mereka mengarang kitab-kitab untuk membantah
mereka. Al-Asy’ariah juga mengarang kitab-kitab untuk membantah
Muktazilah, dan demikian pula yang terjadi antara Al-Karramiah dan
Al-Asy’ariah di Khurasan yang menyebabkan terbunuhnya banyak dari
kalangan kaum muslimin. Demikian pula lihatlah berbagai kerusakan yang
ditimbulkan oleh Ar-Rafidhah, Ikhwanul Muslimin, dan dari selain mereka,
serta dari Khawarij dan Takfiriyun. Semua ini menunjukkan bahwa mereka
semua adalah pelaku kebatilan dan bahwa mereka adalah pengikut hawa, dan
bahwa mereka adalah ahlu bid’ah dan kesesatan. Para ulama menyebutkan
tentang kisah dua orang khawarij, lihatlah bagaimana hawa nafsu menyeret
mereka, bagaimana bid’ah merusak pelakunya. Kedua orang khawarij ini
tengah melakukan tawaf di sekitar Ka’bah, lalu salah seorang di antara
mereka berkata kepada yang lainnya, “Wahai fulan, bagaimana pendapatmu
tentang mereka yang berada di tanah haram Allah, yang tawaf bersama kita
di rumah Allah, tidak ada seorang pun di antara mereka yang muslim
kecuali saya dan kamu.” Dia berkata kepada temannya, “Tidak ada seorang
pun di tanah haram ini yang muslim kecuali saya dan kamu,” kenapa dia
berkata seperti itu? Karena mereka mengkafirkan kaum muslimin, khawarij.
Maka temannya yang juga khawarij ini berkata dan dia merasa keberatan
dengan ucapan temannya -seakan-akan dia kembali kepada akalnya-, “Surga
yang luasnya seluas langit-langit dan bumi, tidak diperuntukkan kecuali
saya dan kamu? Saya berlepas diri dari mazhabmu,” sehingga dia pun
berlepas diri darinya dan meninggalkan temannya. Akan tetapi lihatlah
bagaimana ahli ahwa saling mengkafirkan antara satu dengan yang lainnya,
mentahdzir antara satu dengan yang lainnya dengan kebatilan. Adapun
ahlussunnah maka kamu akan mendapati mereka dalam masalah akidah di atas
satu jalan dan di atas satu hati dan seakan-akan mereka adalah satu
tubuh yang berbicara, seakan-akan satu orang yang berucap. Maka ini
adalah salah satu di antara ciri-ciri manhaj salaf dan ciri yang besar
yang sepantasnya untuk diingatkan dan diperhatikan.
[Ciri ketiga]
Juga di antara ciri dari manhaj salaf bahwa mereka saling bersatu di
antara mereka, bersepakat di antara sesame mereka, tidak ada perpecahan
di antara mereka, tidak ada pertentangan di antara mereka karena mereka
mengambil agama ini dari jalan yang sama. Maka pasti pada manhaj salaf
dan yang mengikuti manhaj salaf sudah seharusnya dan sepantasnya mereka
saling merahmati di antara mereka, berlemah lembut di antara mereka,
jangan sampai terjadi di antara mereka perselisihan hanya karena sebab
yang sepele dan karena perkara duniawi. Kemudian perkara dunia ini akan
disangkutpautkan dengan masalah mahaj, sehingga terjadilah saling
mentahdzir di antara mereka, terjadilah pertentangan dan perpecahan di
antara para ustadz, di antara ikhwah, di antara dai. Sampai akhirnya si
fulan mentahdzir si fulan tanpa dibangun di atas dalil, tanpa satu
alasan apapun, yang ada hanyalah hawa nafsu, meninggikan diri sendiri
dan tidak mengambil akhlak-akhlak Nabi kita r dalam bermuamalah dengan
yang lainnya dan untuk bersikap lemah lembut kepada orang yang semanhaj,
terkhusus karena kita berbicara tentang satu manhaj dan tentang ikhwah
yang berada di bawah satu bendera yaitu bendera manhaj salaf. Semuanya
mereka berada di bawah bendera ini, semuanya berada di atas akidah yang
sama. Kalau begitu kenapa kita menebarkan sebab-sebab perselsihan di
antara kita, kenapa kita menanam pohon-pohon pertentangan di antara
kita, sampai pertentangan ini meluas ke kalangan para penuntut ilmu
kita, kemudian meluas sehingga terjadilah perpecahan di antara kaum
muslimin, perpecahan di antara salafiyin, yang mana hal ini menyebabkan
terbukanya pintu bagi para musuh untuk merusak manhaj salaf dari dalam,
demikian pula hal ini akan menyebabkan terkaburnya (tasywisy) bentuk
manhaj salaf sebenarnya dikarenakan mereka tidak mengamalkan sabda Nabi
r, “Tidaklah kelemahlembutan ada pada sesuatu kecuali dia akan
memperindah sesuatu itu, dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu kecuali
sesuatu itu akan menjadi jelek.” Maka hukum asal dalam bermuamalah
dengan orang yang semanhaj adalah bersikap lemah lembut di antara sesama
kita, saling merahmati di antara kita, saling menasehati di antara
sesama kita. Setiap dari kita adalah cermin bagi saudaranya, yang
menjelaskan kesalahannya dengan teguran dan nasehat, dengan
kelemahlembutan dan ucapan yang baik, tidak menanam sebab-sebab
perpecahan dan tidak menyebarkan semua perkara yang menyebabkan
terjadinya perselisihan di antara salafiyin. Bahkan hendaknya kita di
atas satu hati atau seperti satu tubuh agar dakwah ini bisa tersebar,
dakwah kita bisa berbuah, dakwah ini menjadi luas sehingga manusia bisa
masuk ke dalamnya serta manbhaj salaf bisa nampak sesuai dengan
bentuknya yang sebenarnya lagi bersih di hadapan manusia, sehingga
mereka mengetahui bahwa ini adalah kebenaran dan bahwa pengikut manhaj
ini adalah pengikut manhaj yang benar. Karenanya Allah Azza wa jalla
menyifati para sahabat dengan firman-Nya, “Saling merahmati di antara
mereka,” yakni: Mereka saling merahmati di antara mereka.
[Nabi r menghindari semua sebab perpecahan]
Nabi r juga selalu menjauh dari semua permasalahan yang menyebabkan
terkaburkannya agama Islam atau menyebabkan terjadinya perpecahan di
antara kaum mukminin. Sampai-sampai tatkala Dzul Khuwaishirah mencela
Nabi r, menuduh beliau tidak adil, berbuat zhalim seraya berkata,
“Berbuat adillah kamu wahai Muhammad!” Maka Khalid bin Al-Walid dan Umar
bin Al-Khaththab -radhiallahu anhuma- sudah berniat untuk membunuhnya,
tapi Rasulullah r melarang mereka berdua, kenapa beliau melarangnya?
Agar jangan sampai dikatakan bahwa Muhammad membunuh para sahabatnya
sendiri. Beliau menjauhi dan menjauhkan sebab-sebab terkaburkannya agama
Islam dan sebab-sebab terkaburkannya manhaj yang benar, manhaj salaf.
Maka hendaknya ini menjadi sifat kita, hendaknya ini menjadi metode
kita. Nabi kita r bersabda kepada Aisyah, “Seandainya kaummu tidak dekat
dari masa kekafiran (yakni: baru masuk Islam, pen.) niscaya saya akan
menghancurkan Ka’bah dan saya akan membangunnya di atas pondasi yang
dibuat oleh Ibrahim -alaihissalam-.” Maka perhatikanlah hal ini, tidak
ada yang mencegah beliau untuk melakukan perbuatan ini, kecuali agar
jangan sampai manusia lari dan menjauh dari Islam, akan terjadi
pengkaburan terhadap Islam dikarenakan perbuatan itu, di sisi sebagian
orang-orang yang jahil. Karenanya hendaknya kita menjadi orang-orang
yang saling merahmati di antara kita, yang tua menyayangi yang muda,
yang muda menghormati yang tua, kita saling menghormati, saling
menasehati di antara kita. Kita memuliakan para ulama kita, memuliakan
para dai kita, menghormati saudara-saudara kita yang berada di markaz
(pondok) lainnya. Jangan sampai markaz yang satu menjadi musuh bagi
markaz yang lainnya -padahal seluruhnya adalah salafiyin-. Yang ini
mentahdzir yang itu, yang itu mentahdzir yang ini, ini bukanlah metode
para salaf as-saleh dan bukan termasuk sesuatu yang dijelaskan oleh Nabi
kita r, bukan pula yang dijelaskan oleh para ulama kita, salaf as-saleh
dari kalangan sahabat dan tabi’in, dan tidak pula dijelaskan oleh para
ulama kita baik yang mutaqaddimin maupun yang muta`akhkhirin. Karenanya
hendaknya kita saling bersikap lemah lembut dan menjadi satu hati. Kita
mengajak kepada persatuan, mengajak kepada berpegang teguh kepada
Al-Kitab dan As-Sunnah, mengajak untuk menjauhi semua sebab perpecahan
dan perselisihan di antara kita.
[Ciri keempat]
Juga di antara ciri manhaj salafi, ciri ahlussunnah wal jamaah -dan ini
adalah ciri yang agung-, yaitu mereka senantiasa mendahulukan sunnah
Nabi r di atas semua ucapan manusia. Adapun ahli bid’ah, maka mereka
meninggalkan sunnah Nabi r karena mengikuti ucapan manusia. Ahlussunnah
mengetahui (baca: mengukur) ucapan manusia berdasarkan sunnah Nabi r,
sedangkan ahli bid’ah mereka mengetahui (mengukur) sunnah berdasarkan
pendapat-pendapat manusia. Mereka menjadikan pendapat-pendapat dan hasil
dari akal-akal manusia sebagai mukaddimah (pendahuluan) yang dengannya
mereka mengenal (baca: membenarkan) sunnah Nabi r, karenanya kalau
sunnah sesuai dengan pendapat-pendapat itu maka mereka akan
mengambilnya, tapi kalau sunnah bertentangan dengan akal-akal mereka dan
pendapat guru-guru dan para ulama mereka maka mereka akan menolaknya
dan tidak akan mengambilnya. Berbeda halnya dengan ahlussunnah wal
jamaah, karena mereka mendahulukan sunnah Nabi r di atas ucapan siapa
pun, bagaimana pun kedudukan orang tersebut. Bahkan mereka menjadikan
sunnah Nabi r, Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka menjadikannya sebagai
sesuatu yang benar dan kepadanyalah dikembalikan ketika terjadi
perpecahan, ketika terjadi perselisihan. Ketika terjadi perselisihan dan
pertentangan, maka mereka segera kembali kepada Kitab Allah dan kepada
Sunnah Nabi r. Adapun ahli bid’ah, maka mereka kembalinya kepada
pendapat-pendapat manusia, kepada akal-akal manusia, kepada guru-guru
mereka dan para pembesar mereka, mereka tidak menerapkan kitab Allah dan
tidak menerapkan sunnah Nabi r. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, “Jika
datang kepada mereka suatu perkara yang berkenaan dengan keamanan atau
ketakutan (kaum muslimin), maka mereka dengan segera menyebarkannya.
Seandainya mereka mengembalikannya kepada Ar-Rasul dan kepada ulil amri
di antara mereka, niscaya perkara itu akan diketahui oleh orang-orang
yang mempunyai pemahaman terhadapnya di antara mereka. Seandainya bukan
karena keutamaan dan rahmat Allah kepada kalian, niscaya kalian akan
mengikuti setan kecuali sedikit di antara kalian.” Demikian pula Allah
-Azza wa Jalla- berfirman, “Dan barangsiapa yang mendurhakai Ar-Rasul
setelah jelas baginya petunjuk,” dia berada di satu sisi sedangkan sabda
Nabi r berada di sisi yang lainnya, keduanya saling berjauhan, dia
meninggalkan sabda Rasulullah r. “Dan barangsiapa yang mendurhakai
Ar-Rasul setelah jelas baginya petunjuk,” telah ditegakkan hujjah
kepadanya dan jalan yang benar telah dijelaskan kepadanya dan jalan yang
lurus telah diterangkan kepadanya, tapi kemudian dia mengikuti selain
jalannya kaum mukminin, jalannya salaf as-saleh. Dan ini adalah dalil
terbesar yang menunjukkan wajibnya mengikuti jalannya kaum mukminin dan
wajibnya mengikuti jalan para salaf as-saleh. “Serta dia mengikuti jalan
selain jalannya kaum mukminin, niscaya Kami akan membiarkan dia larut
dalam kesesatannya dan Kami akan memasukkan mereka ke dalam Jahannam,
dan Jahannam adalah sejelek-jelek tempat kembali.” Maka yang wajib kita
kembali kepadanya adalah Kitab Allah dan sunnah Nabi r berdasarkan
pemahaman para salaf as-saleh. Hendaknya menjauhi pendapat-pendapat
manusia dan pendapat-pendapat ahli ahwa yang bertentangan dengan kitab
Allah, bertentangan dengan sunnah Nabi r, hendaknya dia tidak
membeda-bedakan antara kitab Allah dan tidak membeda-bedakan antara
sunnah Nabi r.
[Beberapa kaidah dari ucapan para ulama]
Ada seorang perempuan yang pernah datang kepada Ibnu Mas’ud ra lalu
berkata, “Wahai Ibnu Mas’ud, sesungguhnya saya telah membaca Al-Qur`an
seluruhnya akan tetapi saya tidak menemukan adanya pengharaman namsh
(mencukur alis),” seakan-akan dia ingin berdalil dengannya bahwa namsh
itu halal. Maka Ibnu Mas’ud menjawab dengan sebuah jawaban yang agung
dan jawaban ini adalah kaidah dan salah salah satu ushul (landasan)
besar ahlissunnah wal jamaah, “Kalau memang kamu telah membaca Al-Qur`an
seluruhnya maka pasti kamu telah menemukannya, Allah -Subhanahu wa
Ta’ala- berfirman, “Dan apa yang As-Rasul datangkan kepada kalian maka
ambillah dan apa yang dia larang kalian darinya maka berhentilah,”
yakni: Semua yang yang Rasulullah r datangkan kepada kalian adalah sama
seperti apa yang Allah -Azza wa Jalla- datangkan, karena Allah -Azza wa
Jalla- lah yang mengutus beliau dan mewahyukan kepada beliau, mengutus
beliau kepada jin dan manusia sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi
peringatan. Maka wajib atas seseorang untuk tidak membeda-bedakan antara
kitab Allah dengan sunnah Nabi r, wajib mendahulukan sunnah di atas
pendapat-pendapat manusia, walaupun mereka menghias-hiasai dan
memperindah pendapat mereka, dia tidak boleh didahulukan di atas sunnah
Nabi r. Asy-Syafi’i -rahimahullah- berkata, “Para ulama telah bersepakat
bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya sunnah Nabi r maka dia tidak
boleh meninggalkannya hanya karena mengikuti ucapan seseorang, siapapun
orangnya.” Tidak boleh baginya meninggalkan sunnah Nabi r karena
mengikuti ucapan seseorang, siapa pun orangnya, bagaimana pun tingginya
kedudukan orang itu. Sebagaimana dikatakan kepada Ibnu Abbas
-radhiallahu anhuma- tatkala beliau menyebutkan suatu permasalahan, lalu
dibawakan kepada beliau pendapat Abu Bakar dan Umar, maka beliau
berkata, “Hampir-hampir saja kalian akan dijatuhi bebatuan dari langit.
Saya berkata kepada kalian, “Rasulullah r bersabda demikian,” akan
tetapi kalian justru (menentang dengan) mengatakan, “Tetapi Abu Bakar
dan Umar berkata demikian,” dan hal ini juga diriwayatkan dari Ibnu Umar
-radhiallahu anhuma-. Imam Ahmad -rahimahullah- berkata, “Saya heran
dengan kaum yang mengetahui sanad dan keshahihannya lalui mereka
mengambil pendapat Sufyan. Padahal Allah -Azza wa Jalla- berfirman,
“Hendaknya orang-orang yang menentang perintah Nabi merasa takut, dia
akan terkena fitnah atau dia akan terkena siksaan yang pedih.” Apakah
kalian tahu apa itu fitnah, fitrnah di sini adalah kesyirikan. Mungkin
saja tatkala dia menolak sebagian sabda beliau, maka akan muincul di
dalam hatinya bentuk penyimpangan lalu dia binasa.” Maka orang yang
menolak sunnah Nabi r dan menghukuminya dengan pendapat-pendapat
manusia, ini adala jalan kebinasaan dan jalan penyimpangan -kita meminta
keselamatan kepada Allah untuk saya dan untuk kalian-.
[Penutup]
Saudaraku sekalian, sesungguhnya ciri-ciri manhaj salaf sangatlah banyak
dan berbilang, disebutkan dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi r bagi
siapa yang mentadabburinya, membacanya dan memperhatikannya dan bagi
siapa yang melihat sejarah salaf as-saleh dari kalangan sahabat dan
tabi’in dan atba` tabi’in dan para ulama ummat ini dari kalangan
terdahulu dan belakangan. Dia akan mendapati bahwa ciri manhaj salaf
sangat jelas dan nampak. Maka wajib atas kita -wahai saudaraku di jalan
Allah- untuk berpegang teguh dengan manhaj salafi yang agung ini yang
Allah merupakan nikmat Allah -Azza wa Jalla- kepada kita. Perhatikanlah
keadaan para penentang, perhatikanlah keadaan ahli bid’ah dan pandanglah
mereka dengan pandangan kasihan, sebagaimana kamu melihat kepada mereka
dengan pandangan syariat. Dan ketahuilah bahwa kamu berada di atas
nikmat yang besar, yaitu sunnah Nabi r, yaitu berpegang teguh dengan
manhaj salaf yang benar. Ini adalah nikmat yang tidak setara dengan
nikmat manapun. Karenanya Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
“Katakanlah dengan keutamaan Allah dan rahmat-Nya, dengannyalah
hendaknya mereka bergembira. Itu jauh lebih baik daripada apa yang
mereka kumpulkan.” Imam Ibnul Qayyim -rahimahullah- berkata bahwa
penafsiran yang paling tepat untuk ayat ini adalah bahwa keutamaan Allah
dan rahmat-Nya kepada kaum mukminin yang seharusnya mereka bergembira
dengannya dan yang lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan adalah
berpegang teguh dengan sunnah Nabi r. Maka seharusnya kita bergembira
dengan nikmat yang besar ini, sebagaimana seharusnya kita berpegang
teguh dengannya, serta menjauh dari semua perkara yang bisa
menghilangkan nikmat ini atau menjauhkan kita darinya, hendaknya kita
bersungguh-sungguh dalam berdoa, “Wahai Yang mengokohkan hati,
kokohkanlah hati-hati kami di atas agama-Mu. Wahai Yang memalingkan
hati, palingkanlah hati-hati kami kepada ketaatan kepada-Mu” Hendaknya
kita memperbanyak berdoa, “Ya Allah yang menciptakan langit-langit dan
bumi, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nampak. Engkau berhukum
di antara hamba-hambaMu pada apa yang mereka perselisihkan. Tunjukilah
saya kepada kebenaran dengan izin-Mu pada apa yang mereka perselisihkan.
Sesungguhnya Engkau memberikan petunjuk kepada siapa yang Engkau
kehendaki kepada jalan yang lurus.” Karenanya warid dalam syariat,
anjuran agar kita membaca Al-Fatihah dalam setiap shalat, kita berkata,
“Tunjukilah kami kepada jalan yang lurus.” Semua ini dari kesempurnaan
kegembiraan kita dengan nikmat ini, hendaknya kita bersungguh-sungguh
dalam berpegang teguh kepadanya, dan mengerahkan semua sebab berpegang
teguhnya kita dengan manhaj salafy yang agung ini, yang merupakan jalan
Nabi r. Maka kita meminta kepada Allah sub agar mengokohkan kita di atas
manhaj salafy yang benar sampai kita bertemu dengan-Nya dan mewafatkan
kita di atasnya dan agar Dia mengokohkan kita di atas kalimat ‘Laa
Ialaha Illallah’. Kita meminta kepada Allah sub agar mengumpulkan kita
di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. Wallahu a’lam.
Shalawat dan salam dari Allah kepada Nabi kita Muhammad dan jazakumullahu khairan atas perhatian kalian.
Sumber : http://al-atsariyyah.com/ciri-khas-mazhab-as-salaf.html