PERNYATAAN PARA IMAM
UNTUK MENGIKUTI AS-SUNAH DAN MENINGGALKAN PENDAPAT MEREKA YANG
BERTENTANGAN DENGAN AS-SUNAH
Termasuk hal yang berfaedah di sini , kita menyebutkan
sebagian atau keseluruhan apa yang kita ketahui
dari perkataan para imam . Agar menjadi nasehat bagi orang orang yang
taklid kepada mereka. Bahkan taklid buta
kepada mereka yang derajatnya lebih rendah
dari mereka dan memegangi mazhab dan ucapan mereka seolah olah hal itu
di turunkan dari langit.Taklid semacam ini di peringatkan oleh Imam Ath-Thahawy
beliu berkata” Tidak ada yang berbuat taklid melainkan seorang yang fanatik dan
dungu”(hal ini di nukilkan oleh Ibnu
Abidin dalam Rasmul mufti (hal 32 juz 1) dari kitab Majmu’ah Rasa’il karya
beliu.) Padahal Alloh Ta’ala berfirman:
“Ikutlah kalian apa
yang telah di turunkan dari sisi Rabbmu
kepada kalian , dan jangan mengikuti wali wali selainNYA .sungguh
sedikit orang orang yang mau berfikir.(Qs.Al-A’raf:3)
Untuk selanju tnya
marilah kita simak pernyataan para imam tersebut:
I.AL IMAM ABU HANIFAH rohimahumulloh
Sungguh para
sahabat beliau telah meriwayatkan ucapan
yang banyak dan ungkapan yang beragam .Semua menunjukan kepada satu perkara
yakni wajibnya mengambil hadist dan meninggalkan perbuatan taklid terhadap
pendapat pendapat para imam yang bertentangan denganya diantara ucapan beliau adalah :
1.
Bila suatu hadist telah shahih maka itulah
pendapatku( diriwayatkan oleh Ibnu Abidin dalam Al-Hasyiyah (1/63) dan Rasmul Mufti(1/4)dari
kitab Majmu’ah Rasa’il Ibnu Abidin)Syaikh Shaleh Al-Fulany dalam Iqodhul
Himmam(hal.62)dan selain mereka.Ibnu Abidin
menukilkan dari kitab syarhul
Hidayah karya Ibnu Syahnah Al-Kabir
ucapan Syaikh Ibnul Hamammam
seuai dengan yang tersebut di dalamnya
beliu mengatakan” Bila telah shahih suatu hadist dan bertentangan dengan
mazhab beliau maka harus beramal dengan hadits
dan hadits tersebut menjadi mazhab baru beliu .dan titdak dikatakan
keluar dari sebutan “HANAFI” (yang
bermazhab hanafi)seseorang yang mengamalkan hadist tersebut.Karena telah
shahih dari beliau bahwa beliau
berkata”Bila suatu hadist telah shahih maka itulah pendapatku” . Sungguh hal
itu telah dihikayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dari Abu Hanifah dan Imam Imam selain
beliau.
2.
Tidak halal bagi seorangpun untuk mengambil ucapan kami selama dia belum
mengetahui dari mana kami mengambil ucapan tersebut.( diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam Al Intiqa fi fadha’il
Ats-Tsalatsah Al Aimah Al Fuqaha (hal 145),Ibnu Qoyim dalam I’Lammul Muwaqqqi’in(2/309),Ibnu Abidin dalam Hasyiyah
beliau terhadap Al Bahr ar-ra’iq(6/293)dan dalam Rasmul
mufti(hal.29dan23)Asy-Sya’rani dalam Al-Mizan(1/55). DAlam riwayat lain ,”Haram
bagi siapa saja yang tidak mengetahui
dalilku untuk berfatwa
menggunakan ucapanku” ( Asy Sya’rany
dalam Al-Mizan( 1/55)Ditambahkan dalam riwayat lain “Karena kami adalah
manusia biasa,bias jadi kami mengatakan demikian di hari ini
kemudian kami rujuk darinya di ke
esokan hari “ (dikeluarkan oleh Abas
Ad-Daury dalam tarikh li Ibni Ma’in(6/77/1) dengan sanad yang shahih
dari Zufar.) Ditambahkan dalam riwayat
lain “ Celakalah engkau wahai ya’qub(yakni Abu Yusuf)janganlah engkau menulis
semua perkataan yang engkau dengar dariku karena bisa jadi aku berpendapat demikian hari ini
kemudian aku meninggalkannya esok hari
dan aku berpendapat dengan pendapat lain di esok harinya,kemudian aku
meninggalkannya di waktu lusa.”(pernyataan seperti ini di sebutkan dari
beberapa murid beliau seperti Zufar, Abu
Yusuf ,dan Afiyah bin Yazid,sebagaimana dalam AL-Iqad (hal 52) bahkan Ibnu
Qoyim memastikan ke shahihanya dari Abu
Yusuf.demikian pula tambahan pada ta’liq terhadap Al-Iqadh ,dinukil dari Ibnu
Abdil Bar(hal.65)Ibnu Qoyim dan selain keduanya.
3. “Jika
aku mengatakan suatu ucapan yang bertentangan dengan kitabbulloh dan kabar dari
Ar-Rasul solallohu alaihi wa salam maka tinggalkan ucapanku tersebut.(Diriwayatkan oleh Al-Fulany dalam
Al-Iqadh(hal.50)beliau menisbatkan hal itu kepada Imam Ahmad juga,kemudian
beliau berkata “hal ini dan yang semisalnya tidaklah pantas di tujukan kepada
seorang mujtahid,karena tidak dibutuhkan ucapan mereka dalam hal semacam
itu,akan tetapi hal ini di tujukan kepada orang yang taklid” ).
II.AL IMAM MALIK BIN ANAS rohimahumuloh
Adapun Al-Imam Malik bin Anas rohimahumulloh beliau berkata
1. “Aku hanyalah seorang manusia
biasa,terkadang salah dan terkadang
bernar,makaPerhatikanlah
pendapatku.Setiap yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunah maka ambilah dan setiap yang tidak sesuai dengan
keduanya maka tinggalkanlah(Diriwayatkan
oleh Ibnu Abdil Bar dalam Al’Jami(2/32,Ibnu Hazm dalam Ushul Ahkam (6/149)
,demikian Al-Fulany (hal.72).
2.”Tidak
ada seorangpun setelah Nabi solallohu alaihi wa salam kecuali bisa diambil atau
di tinggalkan ucapannya , kecuali Nabi solallohu alaihi wasalam.” (penisbatan ucapan ini kepada Imam Malik
telah masyhur di kalangan muta’akhirin(orang orang belakangan )di shahihkan
oleh Ibnu Abdil Hady dalam Irsyadus Salik (227/1).Ibnu Abdil Bar dalam
Al;Jami(2/91) dan Ibnu Hazm dalam Ushulul Ahkam (6/145dan79)telah meriwayatkan
ucapan semacam ini dari Al-Hakam bin Utaibah dan Mujahid.Taqiyudin As-Subkhi
dalam Al –Fatawa(1/148)menyebutkan hal ini dari Ibnu Abas kerena kagum dengan
keindahannya.Kemudian beliau berkata “Al-Imam mujahid mengambil ucapan ini dari
dari Ibnu Abas kemudian Malik mengambilnya dari keduanya lalu hal itu masyhur dari
beliau.
3.”Berkata Ibnu Wahb:Aku mendengar Imam Malik ditanya tentang hukum
menyela nyela jari kaki ketika wudhu, Beliau menjawab, “Hal itu tidak wajib
bagi manusia “ Ibnu Wahb melanjutkan ucapannya:Maka akupun membiarkan beliau
hingga orang orang di sekeliling beliau mulai
berkurang,kemudian aku berkata”Kami memiliki hadist tentang hal itu “
Imam Malik bertanya , “apa itu?” Akupun menjawab “Telah menceritakan kepada
kami Al Laits bin Sa’ad,Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al Harits dari Yazid bin
AmrAl-Mu’afiri dari Abu Abdurohman Al-Hubully dari Al-Mustaurid bin Syadad
Al-Qurasy bahwa dia berkata “Aku pernah melihat Rosululloh solallohu alaihi wa
salam menggosok antara jari jemari kakinya dengan kelingking beliau “ Lalu
beliau(Imam Malik) berkata “ Hadist semacam ini berderajat hasan dan aku belum
pernah mendengarnya sama sekali selain saat ini”. Kemudian aku mendengar beliau
setelah itu ditanya tentang hal itu maka beliaupun memerintahkan untuk menyela
nyela jari jemari tersebut.”(lihat
mukhodimah Al jahru wat Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim(hal31-32)dan Al Imam
Al-Baihaqi dalam As-Sunan(1/8)meriwayatkannya secara sempurna.)
III. AL-IMAM AS-SYAFI’I rohimahumulloh
Adapun
Al-Imam Asy-Syafi’I rohimahumulloh
maka sungguh nukilan nukilan dari beliau lebih banyak dan lebih indah di mana
pengikut beliau lebih banyak mengamalkannya dan lebih beruntung dari yang lain
. diantara ucapan beliau rohimahumulloh:
1. “Tidak
ada seorangpun melainkan pasti luput darinya satu Sunah Rosululloh solallohu
alaihi wa salam ,maka sering kali saya katakan suatu ucapan atau suatu kaidah
akan tetapi hal itu bertentangan dengan sunah Rosululloh solallohu alaihi wa
salam maka ucapan yang di sabdakan Rosululloh solallohu alaihi wa salam itulah
itulah pendapatku.(Diriwayatkan oleh
Al-Hakim dengan sanad yang muttashil(bersambung)sampai kepada Imam
Syafi’i.Sebagaimana dalam kitab Tarikh Dimasyqi karya Ibnu
Asakir(15/1/3),I’lamul Muwaqi’in(2/363-364),dan Al-Iqadh (hal.200).
2. “Kaum
muslimin bersepakat bahwa siapa yang jelas baginya Sunah Rosulluloh solallohu
alaihi wa salam maka tidak halal meninggalkannya hanya karena ucapan seseorang”
(Diriwayatkan oleh IbnuQoyim (2/361)dan
Al-Fulany (hal.68)
3. Bila
kalian mendapati dalam kitabku suatu hal yang menyelisihi Sunah Rosululloh
solallohu alaihi wa salam maka berkatalah dengan sunah Rosululloh solallohu
alaihi wa salam dan tinggalkanlah ucapanku!”(dalam riwayat lain di sebutkan
“maka ikutilah Rosulluloh solallohu alaihi wa salam )dan jangan sekali kali kalian
berpaling kepada ucapan orang lain”).(Di
riwayatkan oleh Al-Harawy dalam Dzammul Kalam(3/47/1).Al-Khatib dalam Al
Ihtijaj bis Syafi’i(218),Ibnu Asakir(1519/1)An-Nawawi dalam Al-Majmu(1/63)Ibnu
Qoyim(2/361)dan Al-Fulany(hal100)sedangkan Riwayat lain dikeluarkan oleh Abu
Nu’aim dalam Al-Hilyah(9/107) dan Ibnu Hiban dalam Shahih
Beliau(3/284-Al-Ihsan)dengan sanad shahih dari beliau semisal hal itu.
4
“ Bila telah shahih suatu hadits maka itulah
Mazhabku” ( Diriwayatkan oleh An-Nawawi
dalam sumber yang sama ,Asy-Sya’rany(1/57)beliau menisbatkan kepada Al-Hakim
dan Al-Baihaqi,demikian pula Al-Fulany(hal.152).
5
“Engkau lebih mengetahui hadits dan rawi rawinya
di banding aku,maka bila ada hadits yang shahih beritahullah aku keberadaannya,di Kufah atau
Basrah atau di Syam hingga aku akan berpendapat dengan hadist itu.bila mana
hadist itu shahih.(ucapan ini di tujukan kepada Al-Imam Ahmad Bin Hanbal,
diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Adab Asy Syafi’i(hal94-95),Abu
Nu’aim dalam Al-Hilyah (9/106)AL-khatib dalam AL-Ihtijaj bis
syafi’i(hal1/8),Ibnu Asakir(15/9/1)Ibnu Abdil Bar dalam Al-Intiqo(hal.75)Ibnul
Jauzi dalam Manakib Al-Imam Ahmad bin Hanbal dari bapaknya bahwasanya Imam
syafi’I berkata kepadanya…hal ini shahih dari beliau.Oleh karena itulah Al-Imam
Ibnu Qoyim memastikan penisbatan hal itu kepada beliau dalam kitab Al-
I’lam(2/325)demikian pula Al-Fulany dalam Al-Iqadh(hal152) kemudian beliau
berkata”Al-Baihaqi mengatakan “oleh karena inilah beliau-yakni Asy-Syafi’I
lebih banyak mengambil hadits,bahkan beliau mengumpulkan ilmu penduduk
Hijas,Syam,Yaman,dan Iraq. Beliau mengambil Hadits yang shahih menurut beliau
tanpa sikap Muhaadah(berat sebelah),beliau tidak cenderung kepada apa yang di
anggap boleh oleh Mazhab penduduk negerinya,bagaimanapun jelas baginya bahwa
Al-haq itu ada pada selainnya,juga pada orang orang sebelum beliau yang
membatasi hanya mengambil Apa yang sesuai dengan mazhab penduduk negerinya dan
tidak mau bersungguh sungguh mengetahui keshahihan pendapatyang berseberangan
dengannya. Semoga Alloh mengampuni kita dan mereka”.
6
“Setiap permasalahan di mana telah shahih
padanya hadits dari Rosululloh solallohu alaihi wa salam menurut pakar Hadits
namun bertentangan dengan ucapanku maka aku rujuk darinya di masa hidupku atau
sepeninggalku nanti”.(Diriwayatkan oleh
Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah(9/107),Al-Harwy(1/47),Ibnu Qoyim dalam kitab I’lamul
Muwaqi’in(2/363),dan Al-Fulany(hal140).
7
Jikalau kalian melihatku mengungkapkan suatu
pendapat,sementara telah shahih hadist dari Nabi solallohu alaihi wa sallam
yang bertentangan dengannya ,maka ketahuilah bahwa pendapatku tidak berguna(Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam adab
Asy syafi’i(hal 93)Abul Qasim As-Samarqandy dalam Al Amalysebagaimana tercantum
dalam Al-Muntaqa milik Abu Hafsh Al Mauddib (1/234)dan Abu Nu’aim dalam Al
Hilyah(9/107)serta Ibnu Asakir(15/10/1)dengan sanad yang shahih.).
8
Setiap apa yang aku ucapkan sementara ada hadist shahih dari Nabi
Solallohu alaihi wa sallam bertentangan dengan ucapanku maka hadist shahih dari
Nabi solallohu alaihi wa sallam tersebut lebih layak di ikuti dan janganlah
kalian taklid kepadaku(Diriwyatkan dari
Ibnu Abi Hatim(hal 93) Abu Nu’aim dan Ibnu Asakir dengan sanad yang shahih.).
9
Setiap hadist yang shahih dari Nabi
Solallohu alaihi wa sallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum
mendengarnya dariku(Diriwayatkan Oleh
Ibnu Abi Hatim ( hal 93-94).
IV.AL –IMAM AHMAD BIN
HANBAL rohimahumulloh.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal rohimahumulloh adalah ulama yang paling banyak
mengumpulkan (hadist) dan berpegang
teguh dengan As-Sunah. Sampai sampai beliau tidak suka dengan kitab kitab yang
memuat permasalahan tafri (membagi bagi agama menjadi ushul(pokok) dan furu
(cabang) dan ra’yu( rasio) ( diriwaytkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al Manaqib(hal
192). Oleh karena itu beliau berkata:
1. Janganlah
engkau taklid kepadaku, jangan pula kepada Malik, Asy-Syafi’i ,Al-Auza’I, atau
Ats-Tsaury.akan tetapi ambilah (agama ini)dari sumber dimana mereka mengambil.(Diriwayatkan oleh Al-Fulany(133)dan Ibnu Qoyim dalam Al-I’lam(2/199)disebutkan
juga dalam riwayat lain,Jangan sekali kali engkau taklid ke pada siapapun dalam
perkara agama,apa saja yang datang dari Nabi solallohu alaihi wa sallam dan
para sahabatnya maka ambilah.Kemudian
pada generasi tabi’in setelah itu,seseorang itu harus di seleksi terlebih
dahulu(sebelum di ambil ucapannya,tergantung pada kecocokannya dengan
As-Sunah-Pent).Trekadang beliau mengatakan “Ittiba” ialah seseorang itu
mengikuti apa saja yang datang dari Nabi solallahu alaihi wa sallam dan para
Shahabatnya.Adapun yang datang dari generasi sesudah tabi’in ia harus di pilah
(di teliti) terlebih dahulu.(Diriwayatkan
oleh Abu Dawud,dalam Masa’il Al-Imam Ahmad(hal276 dan277).
2. Pendapat
Al-Auza’I, begitu pula Malik, dan Abu Hanifah seluruhnya hanya pendapat dan sama nileinya disisiku.Sedangkan hujah
itu terdapat pada atsar.(Diriwayatkan
oleh Ibnu AbdilBarr dalam
Al-Jami(2/199).
3.
Barang siapa menolak hadist Rosululloh solallohu
alaihi wa sallam,maka dia berada ditepi jurang kehancuran(Diriwayatkan oleh
Ibnul Jauzy(hal182).
Demikianlah ucapan- ucapan para imam semoga Alloh Ta’ala
meridhoi mereka yang memerintahkan berpegng teguh pada hadist dan melarang
perbuatan taklid kepda mereka tanpa dilandasi ilmu.Di mana halitu jelas dalam
penjabarannya tanpa perlu di perdebatkan
atau di takwil(dijelaskan maknanya)lagi.Barang siapa yang berpegang teguh
dengan hadist yang tsabit dalam As-Sunah walaupun bertentangan dengan pendapat
sebagian Imam tidaklah ia bertentangan dengan mazhab mereka bahkan ia telah
mengikuti mereka dan berpegang teguh
pada tali Alloh yang kokoh yang tidak pernah putus . Berbeda dengan orang yang
meninggalkan As-Sunah yang shahih hanya semata mata karena bertentangan dengan
ucapan imam mereka ,karena pada hakekatnya ia telah mendurhakai mereka dan
menyelisihi ucapan ucapan imam mereka sebagaimana yang telah disebutkan .
Padahal Alloh ta’ala telah berfirman: “
Maka sungguh demi Robbmu. Tidaklah mereka beriman hingga mereka menjadikanmu
(Nabi)sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,kemudian mereka t tidak merasa
keberatan dalam hati mereka ,dan mereka menerima dengan sepenuhnya”(Qs.An-Nisa:65)
Dinukil dari Sifat Sholat Nabi Solallohu alaihi wa sallam
Karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani (terbitan Ash-Shaf) Oleh : Abu Dawud maryanto