REBO WEKASAN
Oleh Ustadz Abu Abdillah
Bukan Bagian dari Syari’at yang Dituntunkan
Di antara anggapan dan keyakinan keliru yang terjadi di bulan Shafar adalah adanya sebuah hari yang diistilahkan dengan Rebo Wekasan.
Apakah Rebo Wekasan itu?
Dalam bahasa Jawa ‘Rebo’ artinya hari
Rabu, dan ‘Wekasan’ artinya terakhir. Kemudian istilah ini dipakai untuk
menamai hari Rabu terakhir pada bulan Shafar. Diperkirakan pada bulan
Shafar tahun ini (1433 H) bertepatan dengan tanggal 18 Januari 2012. Di
sebagian daerah, hari ini juga dikenal dengan hari Rabu Pungkasan.
Dalam kitab Kanzun Najah was Suruur fil Ad’iyah allati Tasyrahush Shuduur
karangan Syaikh Abdul Hamid bin Muhammad ‘Ali Quds yang katanya pernah
mengajar di Masjidil Haram Makkah Al-Mukarramah, disebutkan bahwa pada
hari itu akan turun 320.000 bala’, musibah, ataupun bencana. Sehingga
dikatakan bahwa hari itu merupakan hari yang paling berat sepanjang
tahun. Keyakinan mereka, itulah hari yang diisyaratkan dalam ayat:
فِي يَوْمِ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ
“Pada hari nahas yang terus menerus.” (Al-Qamar: 19)
Dalam upaya tolak bala’ darinya, diadakanlah ritual-ritual tertentu pada hari itu.
Apa Saja Ritualnya?
Mungkin saja masing-masing orang yang meyakini kebenaran angkernya hari itu berbeda-beda satu dengan yang lain dalam menjalankan ritual di hari itu.
Sekedar contoh dari ritual yang hendak mereka lakoni adalah:
- Mandi tolak bala’, dengan niat sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِدَفْعِ الْبَلاَءِ لله تَعَالى
Aku berniat mandi untuk menolak bala’ karena Allah ta’ala.
- Kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan shalat empat raka’at -yang diistilahkan dengan shalat sunnah lidaf’il bala’ (shalat sunnah untuk menolak bala’)- yang dikerjakan pada waktu dhuha atau setelah shalat isyraq (setelah terbit matahari) dengan satu kali salam. Pada setiap raka’at membaca surat Al-Fatihah kemudian surat Al-Kautsar 17 kali, surat Al-Ikhlas 50 kali (dalam referensi lain 5 kali), Al-Mu’awwidzatain (surat Al-Falaq dan surat An-Nas) masing-masing satu kali. Ketika salam membaca sebanyak 360 kali ayat ke-21 dari surat Yusuf yang berbunyi:
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ.
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”
Atau bisa juga setelah salam membaca do’a
>بسم الله الرحمن الرحيم ، وصلى الله تعالى على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم ، اللهم يا شديد القِوى ويا شديد الْمِحال يا عزيزُ ذلَّت لعزتك جميع خلقك اكفني من جميع خلقك يا محسن يا مجمل يا متفضل يا منعم يا مكرم يا من لا إله إلا أنت برحمتك يا أرحم الراحمين اللهم بسرِّ الَحَسن و أخِيه وجَدَّه وأبِيه اكفني شر هذا اليوم وما ينزل فيه يا كافي ﴿ فَسَيَكْفِيْكَهُمُ اللهُ وَهُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ ﴾ و حسبنا الله ونعم الوكيل ولا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم وصلى الله تعالى على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم.
- Lalu ditambah dengan bacaan Jauharatul Kamal tiga kali, yaitu bacaan
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَيْنِ الرَّحْمَةِ الرَّبَّانِيَّةِ وَالْيَقُوْتَةِ الْمُتَحَقِّقَةِ الْحَائِطَةِ بِمَرْكَزِ الْفُهُوْمِ وَالْمَعَانِى وَنُوْر ِاْلاَكْوَانِ الْمُتَكَوَّنَةِ اْلأدَمِيِّ صَاحِبِ اْلحَقِّ اْلرَّبَّانِى اَلْبَرْقِ اْلأَسْطَعِ بِمُزُوَنِ اْلأَرْبَاحِ اْلمَالِئَةِ لِكُلِّ مُتَعَرِّضٍ مِنَ اْلبُحُوْرِ وَاْلأَوَانِى وَنُوْرِكَ اللاَّمِعِ الَّذِيْ مَلأْتَ بِه كَوْنَكَ اْلحَائِطَ بِأَمْكِنَةِ اْلمَكاَنِى اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَيْنِ اْلحَقِّ الَّتِى تَتَجَلَّى مِنْهَا عُرُوْشُ اْلحَقَائِقِ عَيْنِ اْلمَعَارْفِ اْلأَقْوَمِ صِرَاطِكَ التَّآمِّ اْلاَسْقَمِ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى طَلْعَةِ اْلحَقِّ بِا الْحَقِّ اْلكَنْزِ اْلأَعْظَمِ إِفَاضَتِكَ مِنْكَ اِلَيْكَ إِحَاطَةِ النُّوْرِ اْلمُطَلْسَمِ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ صَلاَة ًتُعَرِّفُنَا بِهَا إِيَّاهُ.
Ya Allah, Limpahilah Rahmat dan
Kesejahteraan ke atas Hakikat Rahmat Ketuhanan, mutiara yang terang
benderang memancar dengan rahsia pengertian dan pernyataan, cahaya
segala sesuatu yang menjadikan manusia wadah Kebenaran Ketuhanan, yang
bagaikan kilat memancar dengan melimpahkan curahan rahmat kepada setiap
orang yang menghadap-Nya daripada segenap lingkungan dan masa, dan
cahayaMU yang bergemerlapan memenuhi dengannya wadah ciptaanMU dengan
ketinggian pangkat.
Ya Allah, Limpahilah Rahmat dan
Kesejahteraan ke atas Hakikat Kebenaran yang mempernyatakan daripadanya
naungan seluruh rahsia-rahsia hakikat yang memiliki kearifan tertinggi,
yang sentiasa merintis jalanMU yang sempurna.
Ya Allah, Limpahilah Rahmat dan
Kesejahteraan ke atas Penyeru Kebenaran dengan Kebenaran yang menjadi
Gedung Teragung, Sumber bagi segala limpahanMu yang daripadaMU kepadaMU
meliputi cahaya yang terpilih.
Rahmat Allah ke atasnya juga kepada keluarganya dengan rahmat membukakan kami dengannya haqiqat.
Kata mereka, bacaan Jauharatul Kamal ini
memiliki keutamaan yang sangat banyak di antaranya adalah bahwa satu
kali bacaan shalawat jauharatul kamal menyamai tasbih seluruh alam tiga
kali.
- Kemudian ditutup dengan bacaan surat Ash-Shaffat ayat 180-182, yaitu
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
- Ritual ini kemudian dilanjutkan dengan memberikan sedekah roti kepada fakir miskin.
- Tidak cukup sampai di situ, ritual inipun dilengkapi dengan membuat air salam, yaitu air yang menulis وفق Rebo Wekasan kemudian dimasukkan ke dalam sumur, bak kamar mandi, atau tempat-tempat penampungan air lainnya. Kemudian dido’ai, وفق nya seperti di bawah ini :
Barangsiapa yang pada hari itu melakukan
ritual tersebut, maka dia akan terjaga dari segala bentuk musibah dan
bencana yang turun ketika itu.
Kaum muslimin rahimakumullah,
Amaliyah yang demikian tidak ada dasarnya sama sekali dari Al-Qur’an maupun Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Generasi salaf dari kalangan shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in
tidak pernah melakukan apalagi mengajarkan ritual semacam itu. Demikian
pula generasi setelahnya yang senantiasa mengikuti jejak mereka dengan
baik.
Keyakinan tentang Rebo Wekasan sebagai
hari turunnya bala’ dan musibah adalah keyakinan yang batil. Lebih batil
lagi karena berangkat dari keyakinan tersebut, dilaksanakanlah ritual
tertentu untuk menolak bala’ dengan tata cara yang disebutkan di atas.
Sementara keyakinan dan ritual tersebut tidak pernah dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya radhiyallahu ‘anhum,
dan tidak pula dicontohkan oleh para imam madzhab yang empat (Abu
Hanifah, Malik bin Anas, Asy-Syafi’i, dan Ahmad bin Hanbal), tidak pula
mereka membimbing dan mengajak para murid serta pengikut madzhabnya
untuk melakukan yang demikian.
Para ulama dan kaum muslimin yang
senantiasa menjaga aqidah dan berpegang teguh dengan Kitabullah dan
Sunnah Rasul-Nya hingga hari ini -sampai akhir zaman nanti- juga tidak
akan berkeyakinan dengan keyakinan seperti ini dan tidak pula beramal
dengan amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan generasi salaf tersebut.
Jika keyakinan dan ritual ibadah tersebut tidak berdasar pada Al-Qur’an dan sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
tidak pula sebagai amalan para shahabat radhiyallahu ‘anhum dan para
imam madzhab yang empat, maka sungguh amalan tersebut bukan bagian dari
agama yang murni. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang bukan termasuk bimbingan dan petunjuk kami, maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim).
Semoga Allah subhanahu wata’ala
senantiasa menjaga kita dan kaum muslimin dari berbagai penyimpangan
dalam menjalankan agama ini. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar