Senin, 02 Januari 2012

Yayasan dan Markas sebab perpecahan

Yayasan Dan Markaz Sebab Perpecahan Sabtu, 31 Desember 2011 13:19 Email Cetak PDF Syaikhuna Rabi’ Bin Hadi Al-Madkhali Hafizhahullah Ta’ala الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين ، وبعد ؛ Sungguh saya telah berkunjung kepada Syaikh dan orang tua kita yang mulia Robi’ Bin Hadi Umair Al-Madhkali -Semoga Allah menjaganya-, bertepatan pada hari Senin sore tanggal 15 Sya’ban 1432 H, dan diantara pertanyaan yang saya ajukan kepada Beliau adalah : Pertanyaan tentang hukum mendirikan Yayasan-Yayasan Sosial, agar saudara-saudara salafiyyun di Tunisia dapat mendatangkan para ulama untuk melakukan proses pelajaran dan daurah ilmiyah ? Maka beliaupun menjawab : “Saya berpendapat, sesungguhnya yayasan- yayasan memecah belah salafiyyun dan menjadi sebab munculnya hizbiyah, maka nasehat saya kepada mereka agar menjauhkan diri dari yayasan-yayasan, dan sebaiknya mereka menuntut ilmu di masjid-masjid dan meninggalkan yayasan, dan saya tidak berpendapat mereka boleh masuk ke yayasan tersebut. Apabila mereka tidak mampu menjalankan proses belajar-mengajar di mesjid maka hendaknya mereka belajar di rumah-rumah mereka.” Kemudian saya bertanya kepada beliau : Apa hukum mendirikan markaz-markaz ilmu dengan tujuan yang sama? Maka beliau menjawab : “ Hendaknya mereka membuat pelajaran-pelajaran di masjid-masjid – semoga Alloh memberi berkah padamu-, hendaknya mereka membuat pelajaran-pelajaran di masjid-masjid.” Selesai jawaban beliau. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa ta’ala untuk saudara-saudara kita di Tunisia agar diberi taufik dan kebaikan, dan semoga Allah memberikan taufiq untuk mengambil ucapan para ulama karena didalamnya ada kebaikan, cahaya, petunjuk, dan kebenaran. والله أعلى وأعلم وصلى الله وسلم على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين Ditulis oleh: Hamid ibnu Khamis ibnu Robi’ Al-Junaiby 1 Ramadhan 1432H Berikut adalah teks asli dalam bahasa Arab : الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين ، وبعد ؛ فقد كنتُ في زيارة إلى فضيلة الشيخ الوالد ربيع بن هادي عمير المدخلي حفظه الله تعالى في مساء يوم الإثنين 15 شعبان 1432 هــ ، وكان من ضمن ما وجَّهتُه إلى فضيلته من الأسئلة ؛ السؤال عن حكم إنشاء الجمعيات الخيرية لكي يقوم الإخوة في تونس من خلالها باستقدام المشايخ وإقامة الدروس والدورات العلمية ؟ فأجاب حفظه الله تعالى : (أنا أرى أنَّ الجمعيات تُفَرِّق السلفيين ، وأنها من أسباب التحزُّب ، ونصيحتي لهم بأن يبتعدوا عن الجمعيات ، وأن يطلبوا العلم في المساجد ، وأن يتركوا الجمعيات ، ولا أرى أن يدخلوا في الجمعيات . وإذا لم يستطيعوا إلقاء الدروس في المساجد ، فعليهم بتعلُّم العلم في بيوتهم ) انتهى جوابه حفظه الله تعالى . ثم سألتُه عن إنشاء المراكز العلمية لنفس الغاية ؟ فأجاب : (يُقيمون الدروس في المساجد - بارك الله فيك - ، عليهم بإقامة الدروس في المساجد) . انتهى جوابه حفظه الله. فنسأل الله تعالى لإخواننا في تونس أن يُهَيَّأَ أمرُ رشدٍ وصلاح ، وأن يُوَفِّقهم للأخذ بكلام العلماء ، فإنَّ فيه الخير والنور والهداية والسداد . والله أعلى وأعلم وصلى الله وسلم على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين حامد بن خميس بن ربيع الجنيبي 1 رمضان 1432 هـــ Keterangan Fatwa Syaikhuna Rabi’ bin Hadi Hafizhahullah Dari fatwa Beliau tersebut, nampak bahwa Beliau memberi jawaban atas dua pertanyaan: Pertama: hukum mendirikan yayasan Kedua: hukum mendirikan markaz, atau dengan bahasa lain pondok pesantren, ma’had dan semisalnya. Yang keduanya didirikan, dengan tujuan mendatangkan para syaikh, membuat pelajaran dan daurah ilmiah. Nampak dari jawaban Syaikh -Hafizhahullah- bahwa Beliau lebih menganjurkan membuat pelajaran di masjid-masjid, dan meninggalkan membuat yayasan ataupun markaz/pondok pesantren. Ini dikuatkan pula dengan penukilan dari Muhammad bin Khalifah Al-Maghribi tatkala Ikhwah salafiyin bertanya kepada Syaikh Rabi’ : “Wahai Syaikh, kami memiliki markaz salafi sekarang di Amsterdam, dan memungkinkan Engkau menyampaikan ceramah lewat telepon?”. Beliau menjawab: اتركوا المراكز كل الشر أتانا من المراكز عليكم بالمساجد “Tinggalkan markaz-markaz, semua kejahatan datang kepada kami melalui markaz-markaz. Hendaknya kalian memilih masjid.” http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=125127&st=20 Jawaban Syaikh tersebut diatas juga anjuran meninggalkan markaz/pondok pesantren secara mutlak, tanpa membedaan antara markaz yang memiliki yayasan ataupun tidak. Jadi sekali lagi, Syaikh Rabi’ Hafizhahullah Ta’ala dari penukilan Hamid Al-Junaibi, tidak hanya mempermasalahkan mendirikan yayasan, namun juga mempermasalahkan mendirikan markaz/ pondok pesantren yang meninggalkan masjid sebagai tempat utama untuk belajar dan mengajar. Telah terjadi “kesalahan” dalam menerjemahkan yang dilakukan saudara kami yang mulia Abu Muqbil Ali Abbas bin Harun –semoga Allah mengembalikan Beliau kepada kebenaran- tatkala menerjemahkan pertanyaan yang kedua, ia menulis: “Kemudian saya bertanya kepada beliau : Apa hukum mendirikan pondok pesantren sebagai pusat menuntut ilmu dibawah naungan yayasan ?” selesai nukilan dari terjemahan saudara kami yang mulia: Abu Muqbil Ali Abbas Hafizhahullah Ta’ala. Penyebutan “dibawah naungan yayasan” sama sekali tidak disebut dalam teks pertanyaan bahasa Arabnya. Namun yang disebut dalam teks Arabnya dengan lafazh: لنفس الغاية Artinya: Dengan tujuan yang sama. Tentu yang dimaksud adalah tujuan yang sama dengan keterangan pada pertanyaan sebelumnya. Dalam pertanyaan sebelumnya ada dua hal yang disebutkan: Pertama: Hukumnya, yaitu hukum mendirikan yayasan Kedua: Tujuan, yaitu untuk mendatangkan para syaikh, membuat pelajaran dan daurah ilmiah. Jadi semestinya terjemahan yang tepat adalah: “Apa hukum mendirikan markaz-markaz ilmu dengan tujuan yang sama, yaitu mendatangkan para Syaikh, membuat pelajaran dan daurah ilmiah.” Semoga kesalahan ini bukan sesuatu yang disengaja oleh saudara kami yang mulia Abu Muqbil Ali Abbas –semoga Allah memberi taufik kepada kita semua-, dan semoga Beliau mau memperbaiki kesalahannya. SIAPA PENTA’WIL UCAPAN SYAIKH RABI’ HAFIZHAHULLAH? Ada sebagian para penuduh, yang terlalu mudah melemparkan tuduhan kepada orang lain tanpa melakukan penelitian terlebih dahulu akan hakekat permasalahannya. Bahkan terkadang disertai dengan membuat gelar-gelar buruk kepada yang dibantahnya, dan ini merupakan kebiasaan kaum tersebut-, yang kalau sekiranya kami ingin membalasnya dengan cara memberi gelar buruk kepada masing-masing mereka, terlalu mudah pena ini untuk menulisnya, bahkan untuk memberi gelar yang jauh lebih buruk dari yang mereka lakukan adalah perkara yang terlalu mudah. Namun, biarkanlah pembahasan ini berjalan secara ilmiah, adapun celaan-celaan dan gelar yang buruk, atau yang menuduh memakan uang haram, biarlah menjadi simpanan saya ketika bertemu mereka dihadapan Allah Ta’ala dihari kiamat kelak. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: إِنَّ الْمُفْلِسَ من أُمَّتِي يَأْتِي يوم الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قد شَتَمَ هذا وَقَذَفَ هذا وَأَكَلَ مَالَ هذا وَسَفَكَ دَمَ هذا وَضَرَبَ هذا فَيُعْطَى هذا من حَسَنَاتِهِ وَهَذَا من حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قبل أَنْ يُقْضَى ما عليه أُخِذَ من خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عليه ثُمَّ طُرِحَ في النَّارِ “Orang yang bangkrut dari umatku adalah yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa dan zakat, dan ia datang dalam keadaan ia pernah mencela sifulan, melemparkan tuduhan kepada sifulan, memakan harta sifulan, menumpahkan darah sifulan, memukul sifulan, sehingga pahala kebaikannya diberikan kepada yang ini dan yang itu. Jika kebaikannya telah habis sebelum pembalasannya selesai, maka diambil dari dosa-dosa mereka dan dilemparkan kepadanya , kemudian ia dilempar ke dalam api neraka.” (HR.Muslim dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu) Perlu anda ketahui –semoga Allah membimbing kita kepada kebenaran-, bahwa yang menta’wil (kalau memang istilah ini benar diterapkan dalam masalah ini) Ucapan Syaikh Rabi’ tersebut adalah dua orang yang kalianpun percaya kepada keduanya: Pertama: Hamid bin Khumais bin Rabi’ Al-Junaibi Hafizhahullah Ta’ala, yang menjadi penanya langsung kepada Syaikh Rabi’ Hafizhahullah Kedua: Abu Umar Usamah bin Athaya Al-Utaibi Hafizhahullah, yang juga kalian nukil penelponan Beliau dengan Syaikh Rabi’. PENJELASAN FATWA SYAIKH RABI’ TENTANG YAYASAN DARI HAMID BIN KHUMAIS AL-JUNAIBI HAFIZHAHULLAH بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين ، والصلاة والسلام على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين ، وبعد Sebagian ikhwan yang mulia telah memperlihatkan kepadaku sebuah bantahan dari situs “kullas salafiyin”, yang berkaitan tentang kunjunganku kepada Syaikh Al-Walid Al-Allamah Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali Hafizhahullah Ta’ala, pada tanggal 15 bulan sya’ban lalu. Ketika itu aku bertanya kepada Syaikh Hafizhahullah dalam kunjungan tersebut, tentang masalah yayasan sosial, agar kemudian para ikhwah di Tunisia -semoga Allah menjaganya dari segala keburukan-untuk mendatangkan para masyaikh dengannya. Maka Syaikh Hafizhahullah Ta’ala menyampaikan nasehat yang sangat mahal untuk menjauhi yayasan, sebab itu merupakan jalan perpecahan dan hizbiyah. Lalu dari pihak pengkritik –semoga Allah memaafkannya- menuduh syaikh Hafizhahullah dengan tuduhan kontradiksi dalam ucapannya, dimana Beliau membolehkan yayasan dibeberapa fatwa Beliau dengan syarat-syarat. Lalu disini Beliau berpendapat diharamkannya, demikianlah ucapannya. Maka aku ingin menulis sesuatu sebagai pembelaan terhadap kehormatan Syaikh Hafizhahullah Ta’ala, semoga Allah Ta’ala membela pula kehormatanku karenanya, dan menolak keburukan dariku. Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: (أُنصُر أخاك ظالماً أو مظلوماً) “Tolonglah saudaramu yang berbuat zhalim dan yang dizhalimi.” Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam juga bersabda: (مَن ذَبَّ عن عِرض أخيه بالغِيبة ؛ كان حقاًّ على الله أن يُدخِله الجنة) . “Barangsiapa yang membela kehormatan saudaranya disaat saudara tidak berada disisinya, merupakan hak bagi Allah untuk memasukannya ke dalam surga.” Kritikan terhadap Syaikh Rabi’ Hafizhahullah ini mengandung tuduhan bahwa Beliau kontradiksi dalam ucapannya, dan penulisnya menyebut tulisannya dengan judul “masyayikh al-ghulaah yuhilluunahu ‘aaman wayuharrimuunahu ‘aaman”. Merupakan hal yang sepantasnya bagi dia –semoga Allah memberi hidayah kepadanya- memahami maksud sebelum menuduh tanpa ilmu dan pemahaman. Nabi Shallallahu Laihi Wasallam bersabda: ومَن قال في مُؤمنٍ ما ليس فيه أسكنه الله ردغة الخبال “Barangsiapa yang mengucapkan sesuatu kepada seorang mukmin yang tidak terdapat padanya, maka Allah Ta’ala akan menempatkannya dalam “radghatul khabal” (kumpulan nanah dan darah penduduk neraka).” Aku tidak ingin memperpanjang pembukaan ini, dan Aku memohon kepada Allah Ta’ala agar kalimat- kalimat ini sampai kepada penulis makalah tersebut –semoga Allah memafkannya-, semoga dia bertaubat kepada Allah Ta’ala dari sikap menisbatkan sesuatu yang tidak difahaminya kepada para ulama, dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang menjadi penghalang antara seseorang dengan hatinya. Yang aku lakukan disini adalah bentuk nasehat terhadap pengeritik tersebut –semoga Allah memaafkannya-, yaitu firman Allah Ta’ala: (ادفع بالتي هي أحسن ...) “Tolaklah dengan cara yang terbaik” Pertama kali, aku mengatakan: Sesungguhnya Syaikh yang mulia Rabi’ Al-Madkhali Hafizhahullah Ta’ala tidak disebutkan dalam ucapan yang saya nukil darinya bahwa Beliau berpendapat diharamkannya mendirikan yayasan, namun yang ada adalah nasehat untuk menjauhkan diri dari yayasan, dengan menyebutkan bahwa hal itu menjadi sebab perpecahan dikalangan salafiyin. Berikut ini nash ucapan yang saya nukil dari Beliau: “Saya berpendapat , sesungguhnya yayasan-yayasan memecah belah salafiyyun dan menjadi sebab munculnya hizbiyah, maka nasehat saya kepada mereka agar menjauhkan diri dari yayasan-yayasan , dan sebaiknya mereka menuntut ilmu di masjid-masjid dan meninggalkan yayasan, dan saya tidak berpendapat mereka boleh masuk ke yayasan tersebut. Apabila mereka tidak mampu menjalankan proses belajar-mengajar di mesjid maka hendaknya mereka belajar di rumah-rumah mereka.” Kami katakan kepada se pengeritik: mana ucapan yang kamu sangka itu –semoga Allah memaafkan engkau- ?! Aku ingatkan engkau agar bertaqwa kepada Allah Azza Wajalla, dan hendaknya engkau ketahui bahwa engkau akan ditanya di hadapan Allah Ta’ala tentang hal itu. (يوم تأتي كلُّ نفسٍ تُجادِل عن نفسها وتُوَفَّى كلُّ نفسٍ ما عَمِلت وهم لا يُظلمون) “Suatu hari tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya .” (QS. An-Nahl: 111) Saya tidak tahu –semoga Allah memaafkanmu- apakah kamu bisa membedakan antara perbuatan “yang lebih utama” dengan “mengharamkan” ??!! Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: (المُستشارُ مُؤتمن) “Yang dimintai nasehat adalah orang yang memiliki amanah”. Apakah merupakan bentuk kehinaan ketika seorang hamba menasehati saudaranya dengan sesuatu yang nampak baginya bahwa itu lebih sempurna dan lebih bersikap wara’ dalam pandangannya?!, saya tidak menyangka hal itu tersamarkan olehmu – semoga Allah memafkanmu-. Sebab munculnya nasehat yang berharga ini, adalah Syaikh –semoga Allah memberi taufik kepadanya- telah melihat akibat kebanyakan dari kondisi ikhwan yang dahulu mereka berada diatas manhaj salafi, lalu kemudian setelah itu merekapun fanatik terhadap yayasannya, dan menjadikan al-wala’ wal bara’ diatas undang-undang yayasan tersebut. Saya tidak tahu apakah pengeritik ini –semoga Allah memafkannya- memahami hal itu, ataukah dia tidak memahaminya?! Sangat disayangkan, tidak seorangpun dari yang turut berkomentar mengenai tulisan tersebut memberi peringatan atas hal itu. Bahkan yang terjadi adalah salah seorang mereka –semoga Allah memberi hidayah kepadanya- mengeritik pihak kedua dengan jawaban Syaikh tentang markaz (pusat kegiatan) ilmu, sementara dia tidak memahami maksud Syaikh pula. Sungguh Aku pernah bertanya kepada Syaikh Hafizhahullah tentang mendirikan markaz guna mendatangkan para syaikh yang mulia , maka jawaban Syaikh muncul dari pandangan Beliau jauh kedepan, Beliau berkata –semoga Allah memberi taufik kepadanya-: “Hendaknya mereka membuat pelajaran-pelajaran di masjid.” Yang perlu diperhatikan disini, bahwa Syaikh tidak mengatakan “tidak boleh mendirikan markaz ilmu”, namun Beliau menasehati agar pelajaran-pelajaran dilakukan di masjid-masjid. Disini saya hendak bertanya kepada pengeritik –semoga Allah memaafkannya- : apakah asal hukumnya membuat pelajaran di “markaz” atau di “masjid”? Jika anda menjawab: di masjid. Saya katakan kepada anda: itulah maksud Syaikh –waffaqahullah-, yaitu selama mereka mampu membuat pelajaran di masjid-masjid, maka tidak ada butuhnya membuat markaz. Allah Ta’ala berfirman: (في بيوتٍ أذِن الله أن تُرفع ويُذكر فيها اسمه يُسبِّح له فيها بالغدو والآصال * رجال لا تُلهيهم تجارة ولا بيعٌ عن ذكر الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة .... ) “Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak oleh jual beli dari mengingati Allah, dan mendirikan shalat, dan membayar zakat.” (QS.An-Nuur:36-37) Telah dibimbing pula dengan sunnah amaliyah tentang hal ini dalam banyak riwayat, dan saya tidak memperpanjang dengan menyebutkan hal tersebut. Namun yang perlu diperhatikan di sini adalah kita berbicara tentang hukum asal dalam mengajar, bukan berbicara tentang hukum bolehnya mengajar di selain masjid. Jika anda menjawab –semoga Allah memafkanmu- : Asal hukumnya mengajar di markaz. Kami katakan kepadamu: engkau telah menyelisihi al-kitab dan as-sunnah, dan apa yang menjadi ketetapan seluruh para ulama dimulai dari jaman para sahabat Radhiallahu anhum hingga hari ini, dan saya tidak menyangka anda berpendapat demikian –semoga Allah memaafkanmu-. Jika tidak, saya tidak menyangka bahwa kamu memahami bahwa Syaikh mengharamkan seluruh universitas, dan ma’had- ma’had syar’i ??!! Demi Allah, sungguh aku telah mendapati pada makalah penulis ini sesuatu yang dipaksakan, dan memaksakan untuk mengarahkan ucapan agar sesuai keinginannya, dan Allah Maha Mengetahui khianatnya mata dan yang tersimpan di dalam dada. Sebelum saya menutup, saya mengingatkan setiap yang turut berkomentar atas tulisan tersebut dengan firman Allah: (ستُكتب شهادتهم ويُسألون) “Akan dicatat persaksian mereka dan mereka akan ditanya.” (QS.Az-Zhukhruf:19) Dan firman-Nya: (إلا من شهد بالحق وهم يعلمون) . “Kecuali yang bersaksi dengan kebenaran dan mereka berilmu tentangnya.” (QS.Az-Zukhruf:86) Penutup, saya telah dikabari bahwa banyak dari situs para ikhwan kita yang telah menukil nasehat yang sangat berharga ini dari Syaikh Rabi’ Hafizhahullah, dan saya berharap para ikhwahpun menukil penjelasan ini ke situs-situs tersebut, agar sempurna dalam menjelaskan maksud Syaikh, dan agar tidak difahami ucapan Beliau kepada sesuatu yang Beliau tidak inginkan. Hafizhahullah Ta’ala. Wallahu Ta’ala A’lam وصلى الله وسلم على نبينا محمد ، وعلى آله وصحبه أجمعين Hamid bin Khumais bin Rabi’ Al-Junaibi Pagi, hari selasa 17 Ramadhan 1432 H (http://www.imam-malik.net/vb/showthread.php?p=1989#post1989)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar